Setelah Perjamuan di Keraton Kilen
Megawati dan Sultan Hamengku Buwono X terus saling mendekat. Ibaratnya, mereka sedang bertunangan. Sengaja belum berbagi posisi presiden-wakil presiden. Mengapa Prabowo absen di Solo?
BARISAN laki-laki berseragam prajurit Keraton Solo bersiaga mulai dari lobi hingga aula Hotel The Sunan Solo, Jawa Tengah. Setengah jam kemudian, Megawati tiba dari Hotel Sahid. Ia datang untuk membuka Rapat Kerja Nasional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Rabu pekan lalu. Mega mengenakan setelan baju lengan panjang dan celana panjang hitam. Lambang banteng moncong putih menghias seluruh kancing bajunya.
Sampai di aula, Megawati berjabat tangan dengan Sultan, Taufiq Kiemas, mantan Gubernur Jakarta Sutiyoso, dan bekas Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Mega kandidat presiden PDI-P, pesaing terkuat Soesilo Bambang Yudhoyono pada 2009 ini. Mega dan Sultan duduk mengapit Taufiq. Lalu gending Jawa mengalun mengiringi tari Gambyong Bedoyo Lolo untuk menghormati tetamu. Beberapa kali mulut Taufiq berbisik ke telinga Sultan. Tubuh dua orang ini pun sama-sama miring mendekat. Bibir mereka berkali-kali baku lempar senyum.
Ketua Panitia Rapat, Puan Maharani, putri Mega-Taufiq, naik podium. Dari corong mikrofon, dia menyebutkan bahwa Sultan hadir di tengah-tengah peserta rapat. Tepuk tangan pun membahana. Puan juga mengumumkan bahwa panitia mengundang bekas Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Prabowo Subianto. Tapi, kata Puan, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu punya aral sakit. ”Huuu...,” kata sebagian peserta rapat.
Ke mana Prabowo? Sumber Tempo mengatakan, Prabowo tidak datang karena ”marah” pada Taufiq Kiemas, yang lebih memilih Sultan untuk diduetkan dengan Megawati dalam pemilihan presiden, Juli nanti. Tapi Direktur Media Centre Partai Gerindra Haryanto Taslam memastikan Prabowo kena flu berat sehabis nonton wayang di kampung di daerah pegunungan Boyolali. ”Tidurnya di tenda, kena angin dan dingin ambruk tiga hari,” kata Haryanto. Toh, kata Haryanto, Ketua Umum Gerindra Suhardi juga datang di Solo.
Prabowo belum turun pangkat sebagai calon wakil presiden. ”Saya calon presiden Partai Gerindra,” katanya. Ia berusaha keras agar partainya mendulang suara besar. Melalui jaringan pertemanan Haryanto Taslam yang pernah di PDI Perjuangan, Prabowo berusaha masuk ke elite partai. ”Jualan” yang mereka pakai adalah tebalnya kocek Prabowo. ”Kami membuka komunikasi politik dengan kelompok mana pun, termasuk PDI Perjuangan,” kata Haryanto.
Rapat kerja ini, sesuai dengan keputusan rapat kerja di Makassar pada Mei tahun lalu, mestinya menyebut nama calon wakil presiden pendamping Megawati. Namun amanat rapat itu tidak bisa dipenuhi. Belum ada kata sepakat tentang figur duet Mega. Bandul politik dalam tubuh partai moncong putih mengarah ke Sultan. Seorang sumber yang dekat dengan Sultan menyatakan, ibarat tahapan perkawinan, Megawati dan Sultan sudah terikat tali tunangan. Tapi mereka belum bersepakat siapa calon presiden dan siapa pula wakilnya. Mereka menunggu hasil pemilu legislatif sehingga tergambar jelas kekuatan tiap-tiap partai.
Sukses Sultan ”mencuri” panggung rapat kerja di Solo pada saat pembukaan itu berlanjut hingga sesi pemandangan umum. Ngarso Dalem mendapat dukungan 33 atau semua Dewan Pengurus Daerah Provinsi. Prabowo, pesaing dekat Sultan, mengantongi 28 dukungan, Hidayat Nur Wahid 15, Surya Paloh 14, dan Akbar Tandjung 12. Dukungan untuk Sutiyoso, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, bekas Kepala Staf Angkatan Darat Ryamizard Ryacudu, dan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, sama, yakni lima. Adapun Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Kepala Kepolisian Sutanto, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia, hanya disebut satu dan dua pengurus daerah.
Besarnya dukungan terhadap Prabowo disambut gembira Sekretaris Jenderal Gerindra Achmad Muzani. Ia bangga Prabowo dinominasikan oleh kader PDI Perjuangan sebagai pendamping Megawati. ”Itu menunjukkan kepercayaan yang besar terhadap Prabowo,” kata Muzani. Menurut dia, selama ini hubungan personal dan komunikasi politik antara Prabowo dan Mega serta Taufiq cukup baik dan hangat. Mega dan Taufiq pernah makan siang bersama di Hotel Sultan, Jakarta, sebelum acara peluncuran buku Mereka Bicara Mega, Desember tahun lalu.
Sejumlah nama pendamping Megawati tadi, menurut Sekretaris Jenderal Pramono Anung, segera dianalisis oleh tim kecil. Tim ini merangkul sejumlah tokoh dari luar partai untuk menjaga obyektivitas. Ada juga orang dari dalam partai. ”Bisa saya atau Pak Taufiq Kiemas,” kata Pramono.
Sumber Tempo dalam tubuh partai banteng gemuk ini menyebut, siapa yang menjadi calon wakil presiden Megawati, kuncinya, selain tergantung kemauan Mega sendiri, juga bertumpu pada Taufiq Kiemas. Hingga kini, kata sumber itu, Taufiq masih cinta setengah mati pada Sultan. Tapi Taufiq belum mau menyebut terang-terangan Sultan adalah calon wakil presiden Megawati. ”Wakil presidennya ikut Tempo sajalah,” kata dia sambil ngakak.
l l l
TAUFIQ Kiemas naik panggung. Ketua Dewan Pertimbangan PDI Perjuangan ini diam sejenak, lalu meraih mikrofon. Otot lehernya menggelembung. Suara setengah seraknya berusaha meredam kecewa pendukung Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Senin siang pekan lalu itu, Mega dijadwalkan ”menyapa” ribuan pendukungnya di Gedung Jogja Expo Center. Peristiwa ini terjadi sehari sebelum Rapat Kerja Nasional IV PDI Perjuangan di Kota Solo, Selasa hingga Rabu pekan lalu.
Tapi istri Taufiq memilih sambang korban gempa di Desa Karang Tengah, Imogiri. ”Mbak Mega ke Imogiri menyapa rakyat Sri Sultan, Ngarso Dalem. Sedangkan Ngarso Dalem ke sini menyapa pendukung Mbak Mega,” teriak Taufiq. Sentilan Taufiq manjur. Tepuk tangan sekitar enam ribu pendukung Megawati bak guruh menyambar gedung. ”Hidup Mega,” pekik pendukung partai moncong putih itu.
Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang duduk di barisan paling depan, tersenyum menyaksikan ini. Siang itu Taufiq menjadi wakil Mega untuk menjumpai kader dan pengurus partai se-Yogyakarta. Semula, peserta kegiatan tidak hanya untuk pengurus partai se-Yogyakarta. Panitia mau mengundang juga semua ketua dewan pengurus daerah tingkat provinsi se-Indonesia dari partai banteng gemuk ini. Tapi rencana itu batal atas permintaan Sultan.
Acara itu semula memang dirancang untuk menunjukkan bahwa Sultan juga mendapat dukungan pengurus provinsi PDI Perjuangan. Menurut sumber itu, Sultan memerintahkan Ketua Dewan Pengurus Daerah Yogyakarta, Ahmad Djuwarto, untuk mengumpulkan semua pengurus provinsi. Djuwarto pendukung kuat Sultan. Ia pun pontang-panting menyiapkan acara ini sejak dua minggu sebelumnya. Duit setidaknya Rp 400 juta ia keluarkan. Acara ini, kata sumber itu, adalah upaya Sultan untuk unjuk kekuatan ke Megawati bahwa ia juga punya dukungan di partai banteng moncong putih.
Pertemuan Sultan dan Megawati di rumah Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, membuyarkan rencana tadi. Sebab, kata sumber, pertemuan itu telah melahirkan komitmen Mega dan Sultan berpasangan dalam pemilihan presiden. Tinggal siapa yang jadi presiden dan wakil presiden saja yang belum ditentukan. Itulah sebabnya, kata dia, berkumpulnya semua pengurus partai moncong putih tingkat provinsi se-Indonesia di Yogyakarta tidak perlu lagi.
Kegiatan ini lalu diturunkan menjadi berskala lokal. Djuwarto menghimpun pengurus mulai tingkat desa hingga kabupaten se-Yogyakarta. Namun Djuwarto menampik kegiatan ini adalah kehendak Sultan. Yang punya gawe, kata dia, justru Dewan Pengurus Pusat Jakarta. ”Kami hanya melaksanakan,” katanya. Pengurus pusat, kata Djuwarto, memerintahkan pengurus daerah Yogyakarta mengerahkan massa pendukungnya sebelum Sultan dan Mega di Yogyakarta pada Selasa malam pekan lalu. Sebab, kegiatan itu momentum penting untuk mengukuhkan dukungan.
Taufiq Kiemas tetap syur saat berpidato. Ia paling bernafsu mengusung pasangan Megawati-Sultan. Taufiq mengatakan, tidak pernah ada isu politik yang bergerak secepat Mega-Buwono. Yang ia maksud adalah bergulirnya nama Megawati-Sultan Hamengku Buwono X sebagai calon presiden dan wakil presiden. Taufiq menyatakan bahagia bisa mempersatukan dua pribadi yang berarti dalam hidupnya. ”Yang satu istri saya, dan yang satu lagi sahabat saya. Itu bukan kehendak saya, tapi kehendak yang di sana,” kata Taufiq sambil menunjuk langit.
Sejurus kemudian, sejumlah kader partai dari Kulon Progo yang menempati sayap kiri dalam gedung membentangkan spanduk bertulisan ”Mendukung Sri Sultan Hamengku Buwono X mendampingi Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden.” Mendandak-sontak massa berkostum merah ini menoleh ke arah spanduk. Taufiq langsung memerintah mereka naik panggung, lalu meneruskan pidatonya. ”Saudara, inilah klimaks acara di sini. Mudah-mudahan Mbak Mega dan Ngarso Dalem bisa berbaik-baik sebagai saudara,” kata Taufiq.
l l l
RAPAT kerja di Solo ini tidak menghasilkan keputusan penting. Momen-tum itu dimanfaatkan sebagai forum konsolidasi menjelang pemilihan umum. Toh, selama rapat berlangsung, Solo pun memerah oleh bendera dan umbul-umbul partai. Spanduk bertulisan Holopis Kuntul Baris, jargon Jawa untuk membakar semangat gotong-royong, menyita pandangan di sejumlah pojok kota.
Rentetan pertemuan Mega, Taufiq, dengan Sultan tentu bagian dari mengumpulkan kekuatan itu. Sebelum bertemu di Solo, Sultan dan Mega makan malam di Bangsal Sri Manganti, Keraton Kilen, Yogyakarta, sehari sebelumnya. Megawati didampingi Taufiq Kiemas. Sultan bertemankan Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Sultan tak lupa memberikan kado ulang tahun foto hitam putih Bung Karno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Megawati lahir pada 23 Januari 62 tahun silam di Yogyakarta. ”Orang tua kami sama-sama pendiri bangsa yang berteman baik,” kata Sultan.
Sultan dan Mega mulai muncul di publik dalam peluncuran buku Mereka Bicara Mega di Hotel Sultan, Jakarta, Desember lalu. Tim pemenangan Sultan dan Mega kemudian terus bertemu untuk mematangkan duet Mega-Buwono. Pertengahan Januari lalu, Taufiq berjumpa Sultan di Hotel Hyatt Yogyakarta. Disusul berkunjungnya Sultan ke rumah Mega di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat.
Bagaimana deal mereka? Belum jelas betul. Ketua Merti Nusantara, kelompok pendukung Sultan, Meth Kusumohadi, mengatakan perlu waktu yang tepat untuk membuka kesepakatan keduanya. ”Yang pasti, dalam jangka panjang menguntungkan PDI Perjuangan,” katanya. Sumber Tempo menyebut, salah satu alasannya, Mega maupun Sultan akan ditinggal pendukung jika sejak dini menyatakan bersedia menjadi calon wakil presiden. Kedua tokoh sama-sama mendeklarasikan diri menjadi calon presiden—entah setelah pemilu nanti.
Sunudyantoro, Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Bernarda Rurit (Yogyakarta), Ukky Primartantyo (Solo), Jame’s de Fortuna (Kupang)
Kalkulator Calon Jodoh
TIGA nama disebut-sebut para politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai calon kuat pendamping Megawati Soekarnoputri: Sultan Hamengku Buwono X, Prabowo Subianto, dan Hidayat Nur Wahid. Tempo mewawancarai pengamat politik Syamsuddin Haris dan Arbi Sanit untuk menilai peluang mereka. (Baca juga kolom Eep Saefulloh Fatah.)
Yuliawati
Sultan Hamengku Buwono X
Popularitas:
(Lembaga Survei Indonesia, Desember 2008)
+25,9%
(Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Desember 2008)
+22,6%
# Plus: Syamsuddin Haris: Basis massa berbeda. Mega dan partainya didukung kuat di Jawa Timur, Sultan di Jawa Tengah serta Indonesia bagian timur.
# Sultan calon pendamping Mega yang tanpa kontroversi.
# Arbi Sanit: Sultan dianggap nasionalis, terutama karena ikut menolak Undang-Undang Pornografi.
Minus:
# Syamsuddin Haris & Arbi Sanit: Kemungkinan kecil Sultan memperoleh dukungan resmi dari Golkar.
Prabowo Subianto
Popularitas:
(Lembaga Survei Indonesia, Desember 2008)
+26,5%
(Lembaga Survei Nasional, Mei 2008)
+42,5%
# Plus: Syamsuddin Haris: Sepanjang Gerindra mendapat suara signifikan, berpotensi mendongkrak suara Mega.
# Arbi Sanit: Tak melihat sisi positif.
Minus:
# Syamsuddin Haris: Sumber suara sama-sama dari Jawa, tak mempengaruhi Mega.
# Arbi Sanit: Jejak rekam Prabowo yang otoriter masih sulit diterima di dunia demokrasi.
Hidayat Nur Wahid
Popularitas:
(Survei DNA Strategic Communication, Januari 2009)
40%
# Plus: Syamsuddin Haris: Perkawinan ideologi nasionalis-Islam akan menyedot suara lebih variatif.
# Arbi Sanit: Bila didukung penuh Partai Keadilan Sejahtera, signifikan mendongkrak suara Mega.
Minus:
# Resistensi antara basis massa PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera cukup tinggi.
# Syamsuddin Haris: Sulit mengimbangi kekuatan Yudhoyono.
# Selama menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Hidayat belum pernah melakukan gebrakan substantif.
# Arbi Sanit: Dalam sejarah Indonesia, tak pernah ideologi nasionalis-Islam bisa langgeng.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/02/02/LU/mbm.20090202.LU129435.id.html
Setelah Perjamuan di Keraton Kilen
Written By gusdurian on Minggu, 08 Februari 2009 | 13.54
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar