BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Daerah Meredam Krisis

Daerah Meredam Krisis

Written By gusdurian on Jumat, 27 Februari 2009 | 13.46

Daerah Meredam Krisis

Akhir tahun lalu muncul skeptisisme di berbagai kalangan terhadap ekonomi Indonesia dalam menapaki tahun 2009. Sofjan Wanandi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia merisaukan akan adanya gelombang PHK yang semakin membesar pada tahun 2009.


Jumlahnya bisa mencapai hingga satu juta orang. Ini karena sektor industri terpaksa harus menurunkan kinerjanya akibat pasar ekspor yang mengerut. Para pelaku industri akan memangkas produksinya antara 20%-30%.

Ketua Badan Pengurus YLBHI Patra M Zen juga menyampaikan hal yang sama, pada awal Desember 2008 dilaporkan bahwa PHK bahkan sudah terjadi di sejumlah perusahaan besar di berbagai daerah sejak beberapa bulan sebelum munculnya krisis keuangan global.

Bahkan, pada tahun 2009, diperkirakan lebih dari tiga juta buruh akan terkena PHK, terutama buruh yang bekerja di sektor riil, seperti manufaktur dan perdagangan. Untunglah masih ada secercah optimisme. Faisal Basri, ekonom UI,melihat dari sisi yang berbeda. Jangan terlalu merisaukan pengangguran. Munculnya kekhawatiran akan adanya PHK besar-besaran tahun depan merupakan sesuatu yang ”berlebihan”.

Melihat pola pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja pada tahun-tahun sebelumnya diperoleh angka bahwa 1% pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan lapangan kerja baru bagi sekitar 700.000 orang. Kalau memang benar demikian, pertumbuhan produk domestik bruto 4% sekalipun niscaya tak akan membuat angka pengangguran terbuka menggelembung.

Namun optimisme yang dipompakan oleh Faisal Basri ini bukan tanpa syarat. Pemerintah harus menggenjot belanja modal sampai tingkat maksimum yang dimungkinkan undang-undang. Artinya, defisit APBN bisa dinaikkan hingga 3% dari PDB, bukan justru diturunkan sebagaimana tercantum di dalam APBN 2009.

Belanja modal diarahkan untuk pembangunan infrastruktur di sentra produksi pertanian dan industri manufaktur, serta pelabuhan berikut perangkat penunjangnya. Mencermati pandangan Faisal Basri saya berpikir bahwa pesan yang ingin disampaikan olehnya adalah pemerintah harus berani dan jangan takut malu untuk menerapkan kebijakan intervensionis seperti yang direkomendasikan oleh John Maynard Keynes untuk mengoreksi kegagalan pasar.

Kebijakan Intervensionisme

Menekan angka pengangguran, menurunkan jumlah penduduk miskin dengan memberi mereka kesempatan kerja produktif secara berkelanjutan, adalah agenda mendesak yang harus segera dilakukan. Pemerintah daerah dituntut untuk mampu menciptakan program-program yang bersifat padat karya produktif melalui kebijakan belanja daerah yang efektif dan relevan dengan situasi krisis.

Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto meski baru mencapai 54%-57%. Namun kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%.

Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara sisanya sebesar 8,8% berhubungan langsung dengan pembeli/ importir di luar negeri. 8,8% pengusaha inilah yang harus diberdayakan oleh pemerintah daerah.

Penelitian yang dilakukan oleh World Economic Forum tahun 2008 dengan responden para pelaku bisnis menunjukkan bahwa tiga permasalahan utama dalam menjalankan bisnis di Indonesia adalah (1) birokrasi pemerintah yang tidak efesien,dari penelitian tersebut ternyata sebanyak 19,3% responden menganggap bahwabirokrasipemerintah yang tidak efisien adalah yang paling problematik; (2) keterbatasan dan kualitas infrastruktur 16,4% responden menyatakan bahwa kualitas jalan raya, transportasi, kereta api, dan fasilitas telekomunikasi serta listrik dibawah nilai rata-rata, yang artinya sangat buruk., dan (3) korupsi,10,7% responden menilai bahwa korupsi merupakan faktor yang menjadi penghambat dalam menjalankan bisnis.Masalah ini tidak hanya terjadi di pusat melainkan juga di daerah.

Percepatan Penyelesaian APBD

Kapasitas manajemen pemerintah daerah hingga saat ini masih jauh dari memuaskan, terutama dalam bidang manajemen keuangan. Per 30 Januari 2009 baru 318 pemerintah daerah atau 66,7% yang berhasil menyelesaikan APBD.Namun yang benar-benar APBDnya sudah berbentuk Peraturan Daerah baru 156.

Sedangkan sebanyak 162 baru terbatas pada pembahasan penyelesaian dengan DPRD atau masih dalam proses evaluasi di pemerintahan yang lebih tinggi. Kondisi ini tentu memunculkan skeptisme mampukah pemerintah daerah mengelola uang sebesar 327,08 triliun (37,72%) dari APBN yang berupa dana perimbangan?

Selain dana perimbangan Pemerintah Daerah juga terlibat dalam pengelolaan dana subsidi yang besarnya mencapai Rp323, 34 triliun (37,28%). Hasil studi tentang profil dan pemetaan daya saing ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Indonesia yang dilakukan oleh PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad 2008 menunjukkan bahwa daerah kabupaten/kota di luar Jawa yang memiliki daya saing yang tinggi dilihat dari indikator total input sebagian besar didorong oleh kekayaan sumber daya alam.

Sedangkan untuk kabupaten/ kota di Jawa yang memiliki daya saing tinggi ekonominya berbasis pada sektor industri dan jasa. Di lain pihak, peringkat 10 terendah berdasarkan indikator agregat input didominasi oleh daerah kabupaten/ kota yang aktivitas ekonomi utamanya bergerak dalam sektor pertanian dan merupakan daerah yang miskin sumber daya alam.

Pembelanjaan APBD yang Cepat

Pembelanjaan APBD yang lebih cepat untuk menjaga ekonomi tetap berputar membutuhkan kebijakan intervensionis.Fokus kebijakan ini diarahkan untuk mendorong laju perkembangan ekonomi daerah melalui tiga pilar yaitu infrastruktur,pertanian,dan energi. Namun mungkinkah itu semua dilakukan dengan keterbatasan alokasi anggaran? Menurut saya semua serbamungkin.

Memang, belanja modal yang dianggarkan pemerintah pusat hanya Rp90, 71 triliun (10,46%) dari total APBN. Namun, jika dibelanjakan secara efisien, efektif, dan relevan untuk peningkatan ketersediaan infrastruktur, niscaya hal itu akan membawa dampak yang signifikan bagi perekonomian daerah karena mobilitas arus barang menjadi semakin lancar.

Kita memang dibuat tertegun oleh belanja untuk subsidi yang sangat besar.Alokasi APBN untuk subsidi mencapai Rp323,34 triliun atau setara dengan 37,28% belanja APBN. Subsidi ini diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.

Kita harus mampu mengelola subsidi dengan baik.Di benak kita harus ditanamkan bahwa subsidi itu bersifat temporer dan ad hoc tujuannya adalah untuk menyehatkan perekonomian dan menjaga daya beli masyarakat.Subsidi memberikan celah bagi munculnya grey area dalam perekonomian.

Munculnya black market dan spekulan adalah hal yang tidak terhindarkan. Oleh karena itu subsidi harus dikawal dengan penegakan yang tegas dan tanpa pandang bulu. Agenda yang sangat mendesak dan tidak kalah penting adalah mendorong pemerintah daerah melakukan reformasi birokrasi pemerintah daerah, terutama dalam manajemen keuangan, sumber daya manusia,dan teknologi informasi.

Terobosan reformasi birokrasi dapat dilakukan dengan model pencangkokan atau pendampingan. Dengan demikian diharapkan pemerintah daerah akan lebih baik dalam membuat perencanaan pembangunan daerah, penyusunan kebijakan dan program, penganggaran dan monitoringhingga ke pengendalian dan evaluasi. Ini relevan dengan anggaran yang relatif terbatas yang harus dikelola dengan ketat dan fokus.

Sudah saatnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara bersama-sama untuk menerapkan kebijakan yang mungkin kurang popular, tapi harus diambil, yaitu kebijakan pendampingan manajemen keuangan daerah.

Satu hal lagi yang perlu mendapat perhatian adalah memfasilitasi DPRD untuk pelatihan keuangan daerah agar memiliki mindset yang sama dengan eksekutif. Adanya sinergi dalam public spending antara pemerintah pusat dan daerah yang fokus pada upayaupaya penanggulangan krisis dimungkinkan sekali dampaknya dapat diredam.(*)

Dr Ir Fadel Muhammad
Gubernur Gorontalo


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/216693/
Share this article :

0 komentar: