BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Clinton Mencari Timbal Balik?

Clinton Mencari Timbal Balik?

Written By gusdurian on Selasa, 17 Februari 2009 | 12.25

Clinton Mencari Timbal Balik?

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton akan berkunjung ke Indonesia pada 18–19 Februari, sebagai bagian dari diplomasi internasional AS di bawah Presiden Obama untuk memperbaiki citra internasionalnya.


Kunjungan itu dilihat sebagai awal dimulainya pendekatan baru dan lebih segar terhadap hubungan internasional AS.Kunjungan Clinton ke Jakarta –meskipun Indonesia bukan mencerminkan dunia Islam– diyakini berkaitan dengan pidato pelantikan Obama sebagai Presiden AS, di mana dikatakan bahwa Obama akan membangun hubungan dengan dunia Islam berdasarkan penghargaan dan kepentingan timbal balik.

Kunjungan Clinton ke Indonesia dan ke troika Asia Timur, Jepang, China,dan Korea Selatan merupakan petunjuk pentingnya kawasan Asia untuk agenda politik luar negeri AS di bawah Obama.AS memandang Asia sebagai kawasan yang sedang berkembang, baik dalam segi kemakmuran maupun pengaruh.

Yang sebenarnya menarik untuk diamati di sini adalah bahwa kunjungan Clinton ke Indonesia itu merupakan awal dimulainya sebuah proses panjang, di mana AS memiliki komitmen untuk memperbaiki hubungannya dengan dunia Islam berdasarkan kepentingan dan penghargaan timbal balik.

Orang mungkin akan bertanya, apakah hal itu mungkin terjadi, atau apakah dunia malah akan melihat proses itu sebagai awal dimulainya permasalahan baru atau janji-janji yang muncul dalam tawaran Obama kepada dunia Islam? Bahwa Obama akan memperbaiki hubungan AS dengan dunia Islam adalah langkah yang cukup tepat.

Namun, langkah itu saja dianggap tidak cukup. Sebab, hubungan yang baik dengan dunia Islam juga menuntut sebuah kepercayaan dari dunia Islam yang hingga kini sepertinya belum tampak. Ada persepsi umum bahwa dunia Islam dilihat –akan terus dilihat– sebagai wilayah dari mana dan melalui mana aksi-aksi teroris dilakukan.

Dalam konteks ini, penghargaan timbal balik antara AS dan dunia Islam sepertinya tidak akan pernah muncul kecuali kedua belah pihak menyatakan secara terbuka penolakan mereka terhadap aksi-aksi kekerasan dan teror. Penolakan semacam itu secara terbuka, sepertinya belum tampak di dunia Islam.Penghargaan timbal balik sangatlah tidak mungkin terwujud, kecuali langkah-langkah berani diambil oleh AS dan negara-negara Islam moderat, khususnya untuk menentang aksi-aksi para ekstremis.

Clinton berharap mendengar pernyataan semacam ini dari pemerintah Indonesia ketika dia berkunjung ke Jakarta. Dalam konteks demikian, kepentingan timbal balik (mutual interest) akan muncul jika kedua pihak sama-sama memiliki kebutuhan untuk mengerahkan sumber daya mereka untuk mencapai kepentingan bersama.

Kalau saja AS dan dunia Islam secara sendiri-sendiri tidak memiliki kepentingan yang sama untuk mendapatkan sesuatu dari apa yang telah mereka setujui, maka kepentingan timbal balik dipastikan tidak akan pernah muncul. Karena itu,dalam kunjungannya ke Jakarta,Clinton diharapkan memberi klarifikasi mengenai apa yang dimaksud oleh AS mengenai kepentingan timbal balik itu.

Sama pentingnya untuk dunia Islam adalah menafsirkan terhadap konsep kepentingan timbal balik itu secara akurat,benar,dan memadai agar dia tidak terjebak dalam prinsip yang diajukan oleh AS itu.

*** Sikap kooperatif yang diperlihatkan oleh AS sekarang ini dan hasil kunjungan Clinton ke Indonesia perlu diamati lebih jauh lagi untuk memastikan, apakah memang terdapat kepentingan timbal balik antara AS dan dunia Islam. Di sinilah persoalan akan muncul,yaitu ketika AS maupun dunia Islam memandang konsep kepentingan timbal balik itu dari perspektif yang kontradiktif dan sempit.

Setelah pertemuannya dengan Wakil Presiden AS Joe Biden,wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla dilaporkan mengatakan bahwa masa depan hubungan antara Barat dan dunia Islam sangat tergantung pada pendekatan AS terhadap dunia Islam. Tidak seluruhnya jelas mengapa Jusuf Kalla berpikir bahwa AS perlu mengambil pendekatan kepada dunia Islam.

Mungkin saja apa yang dikatakan Jusuf Kalla itu berkaitan dengan cara-cara Washington di bawah George W Bush yang menggambarkan dunia Islam sebagai jihadist dan extremist, sebuah nada yang telah membentuk reaksi politik AS selama ini. Jika ternyata itu yang ada dalam pikiran Jusuf Kalla, dia sebenarnya keliru untuk tidak menyebut suarasuara lainnya dari dunia Islam yang selama ini telah dibuat bisu dan dibelenggu oleh pemerintahan mereka sendiri.

Misalnya, distribusi ekonomi yang lebih merata, akuntabilitas dan transparansi pemerintah yang lebih besar,keamanan dari kemiskinan,kelaparan, penyakit menular, kekurangan gizi, diskriminasi, dan pemberantasan korupsi.

Jadi,jika Jusuf Kalla tahu dari awal bahwa Obama ingin membangun kemitraan dengan negara-negara Islam berdasarkan kepentingan timbal balik, pada waktu di Washington, dia seharusnya mengusulkan kepada AS untuk memfokuskan kebijakan barunya itu pada suara-suara atau keprihatinan di atas. Jadi bukan pada level kepentingan (politik) timbal balik, di mana AS dan dunia Islam merasa perlu hanya membangun hubungan yang langgeng demi perdamaian dunia.

Dalam kunjungan pertamanya ke luar negeri,Clinton mengatakan bahwa dia akan ”menjangkau sedalam mungkin” dunia Islam. Ini merupakan langkah pembuka AS yang sangat positif.Namun, ketika Clinton sudah menjangkau dunia Islam, maka dalam proses itu dia seharusnya mulai tidak dengan mendikte dunia Islam seperti yang pernah dilakukan oleh pemerintahan Bush, tetapi mulai dengan dialog dan mendengar keluhan masing-masing pihak.

Clinton harus sadar bahwa sebagian besar dunia Islam juga mencita-citakan bagi negara mereka sendiri sebuah demokrasi,kebebasan bersuara, dan nilai-nilai moral lainnya sama besarnya dengan AS. Mungkin yang dianggap tidak disukai oleh dunia Islam selama ini adalah standar ganda dari kebijakan luar negeri AS.

Karena itu, jika Clinton mengunjungi negara-negara Islam lainnya di masa mendatang, dia harus siap mendengar ”tuduhan” semacam itu. Bukan hanya itu,waktu juga akan menjawab apakah kunjungan Clinton ke Indonesia itu dan ke negara- negara Islam lainnya kelak,murni untuk mencari kepentingan dan penghargaan timbal balik.(*)

Bantarto Bandoro
Dosen Pascasarjana
Hubungan Internasional
FISIP Universitas Indonesia


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/214168/


Mengagendakan Proses Hukum Hambali
Tuesday, 17 February 2009
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton dijadwalkan akan datang ke Indonesia pada tanggal 18 hingga 19 Februari 2009.


Beberapa waktu lalu sejumlah media massa memberitakan dalam kunjungan Clinton, tidak akan disinggung tentang proses hukum atas Hambali. Hambali adalah warga negara Indonesia yang ditahan di AS karena diduga menjadi salah satu pelaku teror 11 September (9/11).

Hambali yang juga pemegang paspor Spanyol ditangkap oleh otoritas Thailand pada bulan Agustus 2003. Segera setelah ditangkap oleh otoritas Thailand, Hambali diserahkan ke AS. Saat ditahan di Guantanamo, Indonesia telah berupaya untuk meminta Hambali diekstradisi dan menghadapi proses hukum di Indonesia karena keterlibatannya dalam Bom Bali. Sayangnya di bawah administrasi Bush upaya Indonesia tersebut kandas.

Penutupan Guantanamo

Pada minggu pertama menjabat Presiden AS,Barrack Obama telah mengeluarkan instruksi untuk menutup kamp penahanan kontroversial di Guantanamo Bay.Instruksi ini merupakan janji Obama agar AS lebih menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). Di samping kamp penahanan Guantanamo mengundang kontroversi di AS, yang menjadi permasalahan juga adalah mereka yang ditahan.

Ada yang telah ditahan bertahun-tahun ternyata tidak terkait dengan tindakan terorisme, sehingga dibebaskan. Belum lagi permasalahan yurisdiksi untuk mengadili mereka yang ditahan mengingat pengadilan AS dianggap tidak berwenang. Keputusan yang dibuat Obama meski mendapat apresiasi yang luas, namun telah mengakibatkan banyak konsekuensi ikutan.

Pertama, pasca ditutupnya kamp tahanan Guantanamo bagaimanakah proses hukum selanjutnya dari para tahanan? Kedua, apakah mereka akan dibebaskan atau segera diadili? Ketiga, apakah mungkin para tahanan yang kebanyakan adalah warga negara asing diminta oleh negaranya masing-masing?

Terkait dengan Hambali menjadi pertanyaan apakah Hambali akan segera diproses di AS,ataukah akan diserahkan ke Indonesia untuk diadili.Apakah Indonesia dapat meminta Hambali untuk diekstradisi dan dilakukan proses hukum di Indonesia? Dalam konteks itu, masalah Hambali perlu diagendakan dalam pembicaraan antara Menlu Indonesia dan AS sehingga segala sesuatu akan menjadi jelas.

Membawa Hambali

Bagi Indonesia, membahas masalah Hambali dengan pemerintah AS memiliki dasar yang kuat. Paling tidak ada tiga alasan. Pertama, Hambali sangat diinginkan oleh pemerintah untuk diproses hukum di Indonesia.Ketika Hambali diserahkan oleh otoritas Thailand ke AS, sebenarnya Indonesia juga meminta kepada Thailand.

Bahkan pada suatu ketika Polri telah mengirim personilnya ke AS untuk melakukan penyidikan atas keterlibatan Hambali dalam Bom Bali. Ini menunjukkan keinginan yang kuat dari pemerintah Indonesia untuk melakukan proses hukum atas Hambali.Namun karena AS saat itu menahan Hambali dan hendak melakukan proses hukum maka keinginan Indonesia untuk mendapatkan Hambali tidak terlaksana.

Kedua, meskipun Hambali telah melakukan tindakan kriminal, sepanjang Hambali belum melepaskan kewarganegaraan Indonesianya maka pemerintah tetap harus memberi perlindungan. Perlindungan diberikan oleh negara atas dasar hubungan kewarganegaraan dari warga negara (citizenship) dengan negaranya.

Pemerintah Indonesia berhak untuk melindungi warga negaranya di luar negeri meskipun warga negara tersebut terlibat dalam tindak kriminal. Perlindungan tidak berarti membenarkan atau membela perbuatan kriminal yang dilakukan oleh warga negaranya. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemerintah AS ketika William Nessen,jurnalis independen yang meliput Aceh, ditahan oleh aparat penegak hukum Indonesia.

Meski dia akhirnya ditahan atas dasar penyalahgunaan visa berkunjung, namun Kedutaan Besar AS ketika itu memberikan perlindungan. Pejabat kedutaan bahkan melakukan pendampingan, bersama pengacara yang ditunjuk, ketika Nessen harus menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Dalam proses hukum,perlindungan diberikan pemerintah kepada warga negaranya agar mereka tidak diperlakukan di bawah standar HAM oleh negara yang menahan.Penahanan tanpa kepastian diadili, bahkan tidak didampingi oleh pengacara dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM,paling tidak perlakuan di bawah standar HAM yang seharusnya.

Di bawah kepemimpinan Bush, berbagai pelanggaran HAM tersebut berlangsung.Tidak ada satu negara ataupun lembaga swadaya masyarakat pun yang berhasil mengubah kebijakan perang melawan teroris yang diprakarsai oleh Bush. Ketiga, argumentasi untuk mengagendakan masalah Hambali sangat relevan ketika di AS terjadi pergantian kepemimpinan yang memiliki visi yang kontras.

Bush dengan Partai Republiknya dinilai tidak memperhatikan HAM.Tidak demikian dengan Obama dengan Partai Demokratnya yang mempunyai perhatian yang serius terhadap masalah HAM. Oleh karenanya wajar bila Menlu Hassan Wirajuda mempertanyakan proses hukum atas Hambali dari sisi HAM kepada Menlu Clinton.

Indonesia tidak perlu sungkan-sungkan bila isu HAM yang dijadikan pembicaraan mengingat Partai Demokrat memiliki platform yang kuat dalam penghormatan terhadap HAM. Atas dasar inilah wajar bila Menlu Wirajuda meminta kepada Menlu Clinton untuk diagendakan dan dibahas proses hukum atas Hambali.

Kecuali ada suatu agenda yang tersembunyi untuk tidak membahasnya. Namun demikian terlepas dari apa yang telah diuraikan, satu hal yang perlu dihindari oleh pemerintah Indonesia. Hal tersebut adalah bila ternyata AS mewajibkan Indonesia untuk melakukan proses hukum atas Hambali.

Salah satu alasan adalah karena pengadilan AS tidak memiliki yurisdiksi (lack of jurisdiction) untuk mengadili Hambali. Bila ini terjadi maka terkesan Indonesia sekedar mengikuti kebijakan AS ketika dibutuhkan.Tentu ini tidak baik di mata publik Indonesia. Ini bahkan dapat menjadi batu sandungan bagi pemerintahan SBY-JK karena tidak memiliki kemandirian dari tekanan negara besar.(*)

Hikmahanto Juwana
Guru Besar Fakultas Hukum UI


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/214153/


Datangnya Hillary Clinton ke Jakarta
Tuesday, 17 February 2009
Masuknya Indonesia dan Asia ke dalam daftar negara pertama yang dikunjungi Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) merupakan sebuah tradisi baru.


Pasalnya selama ini kunjungan Menlu AS selalu memprioritaskan kawasan Eropa.Ini sekaligus makin menguatkan image Obama sebagai ikon pembaharu AS.Agenda Clinton di Jakarta akan difokuskan pada pembangunan hubungan bilateral yang lebih baik dalam komitmen yang komprehensif antara Indonesia– AS.

Selain itu masalah-masalah regional dan internasional yang menjadi perhatian kedua negara akan dibahas juga. Irisan kepentingan antara Jakarta-Washington dalam landscape hubungan internasional terkini cukup signifikan.

Agenda Strategis

Ada beberapa agenda strategis, di antaranya adalah; pertama, dalam pembangunan demokrasi dan penghargaan hak asasi manusia (HAM).AS dan Indonesia adalah dua negara demokrasi terbesar di dunia dengan dua kultur yang berbeda.

Pemilihan umum yang akhirnya dimenangkan Obama lalu menjadi acara populer yang ditunggu-tunggu jutaan penonton televisi di berbagai penjuru dunia. Demokrasi di AS terlihat sudah berjalan demikian rapi dan dewasa. Sementara itu, Indonesia pasca- Orde Baru terbukti mampu melakukan konsolidasi demokrasi, mendorong good governance dan penegakan HAM.

Pemilihan umum langsung dan kebebasan pers menjadi indikator komitmen Indonesia dalam mengawal demokrasi tersebut.Sejumlah apresiasi datang dari berbagai pihak. Seperti medali demokrasi dari International Association of Political Consultant (IAPC).

Lalu juga pada 2005, Freedom House melaporkan bahwa Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar yang patut dijadikan model bagi negara-negara muslim lainnya.Indonesia termasuk ke dalam kategori negeri bebas (free), sejajar dengan negara-negara maju di dunia Barat.

Terakhir,Desember tahun lalu, Indonesia menggelar Bali Democracy Forum (BDF), yang diikuti 31 negara dari Asia dan Australia. Kedua, membangun dialog antara Barat dan dunia Islam.Saat wawancara televisi di Al-Arabiya, Obama mengakui bahwa terkadang AS membuat kesalahan,termasuk dalam kebijakan luar negerinya.

Untuk itu ia menegaskan bahwa negara paman sam tersebut bukanlah musuh bagi dunia Islam.Sebaliknya,AS ingin menuju era baru hubungan Barat-Islam atas dasar saling menghormati.Untuk menuju ke sana, ada indikasi AS memilih Indonesia sebagai pintu masuk dalam upaya membuka dialog yang lebih luas ke negara-negara Islam.

Kebijakan George W Bush yang memilih jalan kekerasan di Irak,Palestina dan Afghanistan mendapat respons negatif dari komunitas muslim dunia. AS seolah menjadi musuh bersama (public enemy). Keberpihakan AS kepada Israel juga membuat dunia mengecam dan marah.

Kampanye demokrasi di Irak pasca Saddam Hussein juga tak seindah yang digembar- gemborkan Bush. Sementara aksi ”perang melawan terorisme” di Afghanistan nyatanya juga tak membuahkan hasil nyata.Osama bin Laden hingga kini tak terjamah.Inikah bukti nyata kegagalan kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah dan dunia Islam? Ketiga, upaya bersama mengatasi isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.

Indonesia mempunyai peran yang cukup besar dalam isu ini dengan digelarnya United Nations Climate Change Conference (UNCCC) Desember 2007,di Bali yang diikuti 189 negara dan menyepakati Bali Roadmap. Kesepakatan itu merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh semua negara menuju konferensi PBB tentang perubahan iklim global yang akan diselenggarakan di Kopenhagen, Denmark, 2009.

Selanjutnya, hasil dari konferensi di Kopenhagentersebutakandiratifikasi oleh negara-negara di dunia untuk menggantikan Kyoto Protocol yang akan berakhir pada tahun 2012. Keikutsertaan AS dalam Bali Roadmap memberikan sinyal positif bagi keberhasilan menyatukan seluruh bangsa dalam satu aksi bersama untuk menyelamatkan bumi.

Seperti yang kita ketahui, AS ialah negara emiten karbon dan negara industri yang sangat besar. Jika tanpa keikutsertaan AS dalam Bali Roadmap, upaya penyelamatan bumi tidak akan maksimal.Awalnya AS dalam sempat menolak Bali Roadmap forum tersebut, namun akhirnya setuju setelah Presiden SBY dan Sekjen PBB,Ban Kimoon mengawal jalannya sidang. Pada era Obama sekarang ini, Indonesia- AS dapat bekerja sama dalam mengawal Bali Roadmap agar sesuai target yang diinginkan jelang konferensi Kopenhagen.

Penguatan Peran

Dalam spektrum diplomasi yang lebih luas, dapat disimpulkan bahwa kunjungan Clinton kali ini seolah menjadi penegasan dari posisi Indonesia yang makin penting di panggung dunia. Indonesia semakin didengar di forum-forum internasional, bahkan, kita adalah satu dari sedikit negara yang diundang dalam G-20.

Indikasi lain, kalau kita pantau minggu-minggu ini, banyak sekali kunjungan menlu negara asing ke Indonesia,mulai dari Menlu Thailand, Uzbekistan dan Solomon yang masih dijadwalkan.Ini dapat diartikan bahwa peran Indonesia makin diakui di regional dan internasional.

Lompatan besar ini dipengaruhi oleh setidaknya dua faktor, pertama, kemajuan dan prestasi Indonesia mendapat apresiasi dari masyarakat dunia. Kedua, terjadinya perubahan-perubahan setelah berakhirnya pengotak-ngotakan dunia atas dua blok, Barat dan Timur, dan sejalan dengan itu menguatnya multilateralisme.

Bukti dari kemajuan diplomasi itu adalah terpilihnya Indonesia pada sembilan organ-organ penting di PBB dan organisasi internasional lainnya. Pada organ-organ penting itu Indonesia terpilih dengan rata-rata angka dukungan sangat tinggi, sekitar 165 dari 192 anggota PBB. Bahkan Indonesia juga dipercaya masuk ke dalam Dewan HAM PBB dan Dewan Keamanan (DK).

Sesuatu yang di masa lalu sangat mustahil,mengingat rekam jejak kita yang dianggap sebagai negara pelanggar HAM.Bahkan pada November 2007 lalu, Indonesia memimpinSidangDKPBB, menggantikan Prancis. Besarnya dukungan masyarakat internasional itu merupakan penegasan kembalinya Indonesia ke ”orbit” negara-negara strategis di dunia.

Sebuah ungkapan yang eksplisit dikatakan oleh Presiden Rusia,Vladimir Putin, bahwa Indonesia saat ini merupakan negara paling dinamis dan penting di Asia Pasifik. Kini kita patut menunggu apakah setelah Clinton ke Jakarta, Presiden Obama juga akan datang.Kedatangan Obama akan menegaskan pentingnya posisi Indonesia di mata AS dan dunia, khususnya dalam mendorong tiga isu di atas.(*)

Zaenal A Budiyono
Analis Politik
di Kantor Staf Khusus
Presiden Bidang Komunikasi Sosial


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/214150/
Share this article :

0 komentar: