BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Banyak Aset yang Dikuasai Pihak Ketiga Secara Ilegal

Banyak Aset yang Dikuasai Pihak Ketiga Secara Ilegal

Written By gusdurian on Senin, 09 Februari 2009 | 12.16

Batara Fandi Sutadi, ASSISTEN I SEKRETARIS KOTA SURABAYA
Banyak Aset yang Dikuasai Pihak Ketiga Secara Ilegal
Aset Pemerintah Kota Surabaya, satu per satu jatuh ke pihak ketiga. Sebelum kasus kebun bibit Bratang, sudah lebih dahulu kehilangan kolam renang Brantas. Bahkan, lapangan tenis di Jalan Embong Wungu, yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya.

Wartawan Tempo Anang Zakaria Jumat pekan lalu mewawancarai Batara Fandi Sutadi untuk mengetahui berapa banyak aset yang dimiliki serta bagaimana Pemerintah Kota Surabaya mengelola asetnya.

Berikut petikan wawancaranya.

Berapa jumlah aset pemerintah kota? Apa saja bentuknya?


Aset Pemerintah Kota Surabaya cukup banyak, terdiri atas 2.788 bidang tanah dengan total luas 48.968.642 meter persegi. Ini belum termasuk aset yang bergerak, seperti mobil atau barang perlengkapan lain.
Bagaimana pemerintah kota mengurus aset-asetnya?


Kami berpedoman pada regulasi yang ada, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007. Secara teknis, pemerintah kota memiliki bagian perlengkapan yang khusus mengelola aset, baik perolehan maupun pengadministrasiannya. Sedangkan pemanfaatan aset dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Tanah dan Bangunan. Lembaga ini bertanggung jawab memaksimalkan pemanfaatan, termasuk pemberian izin pemakaian bangunan dan lain-lain. Hal Ini berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah.
Mengapa aset bisa jatuh ke tangan orang lain? Kebun bibit misalnya?


Banyak penyebabnya. Pertama, secara fakta, aset-aset itu dikuasai secara melanggar hukum. Aset itu didrop (ditempati secara ilegal) oleh pihak ketiga. Kedua, karena perjanjian dengan pihak lain, tapi isi perjanjiannya menempatkan pemerintah kota pada posisinya yang lemah. Yang ketiga, karena secara hukum, pemerintah kota kalah di pengadilan saat bersengketa karena dukungan administrasi yang lemah tentang asal usul perolehan aset tersebut.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Daerah, banyak instansi pemerintah, yang dulunya vertikal dengan pemerintah pusat, menjadi instansi daerah dan disertai penyerahan aset yang menjadi bagian main materialnya. Sayangnya, tidak disertai dengan dukungan bukti administrasi yang baik, seperti surat bangunan. Kondisi ini yang biasanya menyebabkan kami kalah saat digugat pihak ketiga.

Tentang kebun bibit, aset itu tidak lepas. Masalahnya terletak pada obyek sengketanya. Isi perjanjiannya, yang mengharuskan pemerintah kota memenuhi putusan pengadilan untuk menyerahkan pengelolaan kebun bibit (kepada PT Surya Inti Permata). Jadi, kebun bibit tidak lepas. Itu tetap milik kita.

Masalahnya, perjanjian itu dibuat pada 1998, sudah berusia sepuluh tahun. Isinya banyak yang bertentangan dengan regulasi pemerintah yang baru sehingga secara konkret perjanjian itu tidak bisa dilaksanakan.
Dasar kepemilikan apa yang dipunyai pemerintah kota ntuk mempertahankan asetnya?


Ada banyak, bermacam-macam. Yang pertama, perolehan dari undang-undang tentang kekayaan pemerintah sejak kemerdekaan. Aset semacam ini kita peroleh dari pemerintah pusat, ditandai oleh Perponding Guminte (aset negara yang diperoleh dari perang melawan penjajah Belanda atau Jepang). Aset ini cukup luas dan sekarang di-IPT-kan (izin pengolahan tanah).

Selanjutnya, dari penggabungan instansi menjadi perangkat daerah. Misalnya, Dinas Penerangan atau Dinas Kesehatan. Penggabungan ini disertai dengan penyerahan aset. Ketiga, berasal dari penyerahan pihak ketiga. Biasanya berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial. Dasar lainnya adalah perubahan dari desa menjadi kelurahan. Tanah ganjaran yang berada di pinggiran desa menjadi milik pemerintah kota. Lalu, yang terakhir adalah dengan pembelian atau membebaskan lahan.
Aset berupa tanah, misalnya, apakah sudah disertifikatkan?


Sertifikat itu mutlak harus dilakukan sebagai bukti pengamanan administrasi. Tapi, baru sekitar 25 persen yang sudah disertifikatkan. Dari 2.788 bidang tanah, baru 522 bidang yang sudah besertifikat. Atau secara luas tanah, dari 48.968.642 meter persegi, baru 12.359.177 meter persegi yang besertifikat.
Apa saja kendala yang dihadapi pemerintah kota dalam mempertahankan atau menyelamatkan asetnya agar tak jatuh ke tangan orang lain?


Kendalanya adalah asal-usul perolehan. Banyak tanah yang diperoleh tanpa disertai dasar hak. Aset yang diperoleh dari masa kemerdekaan, misalnya. Kita hanya memegang komitmen Badan Pertanahan Negara, selama aset itu berasal dari Perponding Guminte, itu tetap milik pemerintah. Ketika sejumlah instansi pusat menjadi perangkat daerah, penyerahannya asetnya tidak disertai dengan sertifikat. Jadi, menjadi sulit ketika kami digugat pihak ketiga.

Untuk menjaga aset ini, kami bekerja sama dengan BPN untuk secepatnya mensertifikatkan. Secara fisik, kami juga pasang pagar, papan pemberitahuan, dan tanda batas di aset itu. Kami perintahkan setiap kepala dinas selaku penanggung jawab untuk mengamankan asetnya.
Dari beberapa contoh kasus, Pemerintah Kota Surabaya sepertinya tidak punya konsep kerja yang jelas untuk menyelamatkan asetnya?


Secara administrasi cukup jelas konsepnya, yaitu kami harus mensertifikatkan. Selain itu, kan ada pengamanan fisiknya. Bentuk ruislag juga merupakan bagian dari langkah pengamanan aset, yakni pengumpulan aset yang terpisah menjadi satu kawasan yang mudah dikontrol dan diawasi.
Dari seluruh aset yang dimiliki, berapa besar nilainya?


Total nilai aset kita mencapai Rp 27.336.210.534.044.
Bagaimana konsep pengelolaan aset agar tidak menjadi barang mangkrak?


Secara umum, aset kita tidak ada yang mangkrak. Tapi, memang ada beberapa yang terbengkalai karena kerusakan. Amanat pemerintah pusat, tidak boleh ada aset yang tidak terpakai. Bahkan, kalau ada aset yang membebani, bisa dijual saja. Seperti mobil, kalau rusak, bisa dihapus dan dilelang karena akan membebani anggaran. Begitu juga dengan bangunan yang tidak dipakai. Bisa saja ini dihapus, tapi harus tetap dilakukan sesuai dengan prosedur.


http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/02/09/Berita_Utama_-_Jatim/krn.20090209.156213.id.html
Share this article :

0 komentar: