BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Uji Nyali Angket Haji

Uji Nyali Angket Haji

Written By gusdurian on Sabtu, 03 Januari 2009 | 10.41

Uji Nyali Angket HajiSepulang memantau haji dari Arab Saudi, Abdullah Azwar Anas, anggota Komisi V DPR, membawa oleh-oleh daftar kabar lapangan yang kurang enak didengar. Ditemukan pemondokan berpenghuni 35 jamaah di Mekkah yang hanya dilengkapi satu toilet. Tiap hendak mandi atau buang hajat, mereka harus berjejal antre. Ada rumah yang disewa untuk 20 jamaah, tapi pemiliknya masih tinggal di rumah itu. Ruangan menjadi sesak.Beberapa jamaah yang sudah 20 hari berada di Mekkah mengaku hanya sempat dua kali pergi ke Masjidil Haram. Sebagian baru sekali. Layanan transportasi dari pemondokan ke masjid carut-marut. Kepada DPR, pemerintah berjanji menempatkan 50% jamaah di Ring I kota Mekkah. Yakni kawasan dengan jarak 1,4 kilometer. Sisanya di Ring II, dengan jarak 3,5 kilometer.Temuan DPR, menurut Anas, hanya 18% jamaah yang bisa ditempatkan di Ring I. Itu pun pada rentang jarak sampai 10 kilometer. Sisanya di Ring II, dengan spektrum jarak hingga 16 kilometer. Ada lagi jamaah yang tinggal satu pondokan dengan orang Uni Emirat Arab dan Mesir. Akibatnya, mereka harus berebut jatah air mandi dan cuci.“Ini menyedihkan. Martabat bangsa sangat terusik,” kata Anas. Padahal, pemerintah telah menganggarkan Rp 25 trilyun untuk pembenahan dan persiapan pemondokan. “Pemerintah gagal memenuhi hak-hak warga negaranya yang termaktub dalam Amandemen UUD 1945 Pasal 28 ayat e, f, dan g dalam beribadah,” ujar Anas. Pasal tersebut memuat hak asasi seputar kebebasan beribadah, perlindungan diri, dan rasa aman.Setiba di Indonesia, Anas bersama 120 anggota DPR lainnya menggalang pengajuan hak angket. Mayoritas fraksi mendukung. Kecuali Demokrat, partainya presiden, dan Partai Damai Sejahtera. Partainya wakil presiden, Golkar, pun bergabung. Ketua DPR Agung Laksono, yang juga Wakil Ketua Golkar, turut membubuhkan tanda tangan.Ketua Fraksi Golkar, Priyo Budi Santo, di sebuah televisi beberapa kali mengatakan, meski mengaku bersahabat baik dengan Menteri Agama, kali ini memilih memihak pada perlindungan kepentingan masyarakat. Dengan hak angket, DPR bisa menggelar penyelidikan. Hak ini bermuatan politik tinggi karena kerap dikaitkan dengan implikasi jauhnya yang sampai memakzulkan presiden. Seperti angket Bulog yang berujung lengsernya Gus Dur.Walaupun prakteknya, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, terlalu jauh mengaitkan angket dan impeachment. Pemakzulan baru bisa dilakukan kalau angket berhasil menemukan kesalahan pribadi presiden. Temuan itu harus dibuktikan lewat putusan MK, lalu diajukan ke MPR. Bila yang diselidiki kebijakan, menurut Jimly, akan sulit berujung impeachment.Justru posisi politik hak angket yang mudah dipakai alat gertak itu, dalam perjalannnya, kerap menjadi ajang tawar-menawar politik. Kerapkali cepat limbung sebelum mencapai ujung. Seperti kasus angket kenaikan harga bahan bakar minyak (Maret 2005), impor beras (Januari 2006), dan Blok Cepu (Maret 2006).Pilihan ditempuhnya hak angket, kata Anas, karena haji menyangkut hajat hidup orang banyak. “Pemerintah harus melindungi pelaksanaan ibadah itu dengan rasa aman dan nyaman,” paparnya. “Kenyataannya, pemerintah lalai.”Kasus ini, menurut Anas, bukan semata keteledoran di tingkat teknis. Tetapi lebih pada lemahnya pemerintah melakukan pengorganisasian dan kebijakan. Ada dua soal utama yang dipertanyakan: pemondokan dan transportasi, dua layanan terparah di Mekkah. Pemerintah juga mengakui, itulah titik terlemah layanan haji pada tahun ini (lihat: Rapor Haji 2008).Sasaran akhirnya, DPR minta pertanggungjawaban pemerintah atas kesalahan kebijakan dan memberi sanksi kepada siapa pun yang menyebabkan jamaah telantar. “Yang terpenting, pemerintah harus mengubah kebijakan haji tahun depan,” ujar anggota Komisi Perhubungan dari Fraksi Kebangkitan Bangsa itu.Menurut Direktur Pengelola BPIH Departemen Agama, Abdul Ghafur Djawahir, pemerintah menghargai hak konstitusional DPR. Tidak maksimalnya pemondokan di Mekkah, kata Ghafur, sebenarnya sudah lama diketahui DPR. Semua ini buntut aksi sepihak Pemerintah Arab Saudi yang merenovasi kawasan sekitar Masjidil Haram secara besar-besaran.Gagalnya 50% jamaah di Ring I, menurut Ghafur, karena harga pasar bergerak liar. Para pemilih pondokan sengaja menahan tidak segera menyewakan gedung sampai mendekati pelaksanan haji, sehingga harganya membubung tinggi. Patokan tarif maksimal Indonesia, 2.000 riyal per orang, kalah oleh tawaran harga negara lain. Akibatnya, jamaah Indonesia kebagian jatah lokasi di pinggiran.Perkembangan ini telah disampaikan ke DPR jauh-jauh hari. “Dengan DPR, kami bermusyawarah kembali. Keputusannya, dibantu angkutan,” kata Ghafur. “Bersama Komisi VIII, kami sadari bersama, kali ini tidak akan maksimal. Tapi, paling tidak, fasilitas angkutan bisa membantu.” Menurut Ghafur, DPR mengetahuinya sejak April lampau. Kemudian, Juni lalu, tim Komisi VIII mengecek langsung ke Mekkah.Sejak tahap persiapan, kata Ghafur, seluruh agenda pelayanan dan pembiayaan dibicarakan bersama dengan Komisi VIII melalui panitia kerja bersama. Setelah diketok oleh DPR, rencana kerja dan anggaran itu dibawa kepada presiden.“Justru pertanyaan saya, pada saat perencanaan DPR terlibat, kok sekarang mengajukan hak angket?” ujar Ghofur kepada Sukmono Fajar Turido dari Gatra. "Selama ini, kami mendiskusikan setiap perkembangan dengan Komisi VIII. Kami nggak tahu, DPR komisi berapa yang mengajukan angket," ia menambahkan.Ada angket ataupun tidak, kata Ghafur, peningkatan kualitas pelayanan haji menjadi tugas bersama pemerintah dan DPR, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13/2008 tentang Haji. Tanggung jawab bersama itu mulai tahap perencanaan sampai penyusunan anggaran. Meski tanpa angket, menurut Ghafur, Departemen Agama juga akan melapor ke presiden dan DPR.BPK pun tetap berkewajiban mengaudit keuangan serta kinerjanya. “Bila ada pejabat pelaksana yang menyimpang, sudah menjadi komitmen Menteri Agama untuk menindak,” katanya. Terhadap penilaian DPR bahwa pelaksanaan haji kali ini gagal, Ghafur lebih memilih istilah kurang disiplin sehingga gagal mencapai target 50% jamaah di Ring I. Dan komponen itu sudah dilaporkan ke DPR, sehingga diberikan fasilitas angkutan tambahan.Jika disebut gagal total, Ghafur menyangkalnya. Dari seluruh tahapan pelayanan, hanya pemondokan di Mekkah dan transportasi dari pondokan ke Masjidil Haram yang tidak maksimal, akibat renovasi kawasan. Selebihnya, tahap pemberangkatan, pemondokan di Madinah, katering, dan layanan di Arafah-Mina, yang selama ini rawan masalah, kata Ghafur, terhitung lancar.Manajer Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, berharap, pengaduaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi, awal Desember lalu, dapat menambah amunisi DPR untuk mengajukan angket. ICW menyoal Dana Abadi Umat (DAU) Rp 60 milyar yang dipinjam untuk menalangi katering pada musim haji 2005.Dipersoalkan pula selisih harga penerbangan akibat turunnya harga bahan bakar minyak, karena tiap jamaah diminta tambahan Rp 5 juta. “Mau dikemanakan selisih itu?” kata Ade. Soal pinjaman DAU, tutur Ghafur, “Dengan tegas saya nyatakan, utang itu telah dikembalikan.” Ghafur menyebutkan bahwa ICW tidak memiliki data pengembalian utang itu.Guna mengatasi problem pemondokan ke depan, Ghafur menjelaskan, pemerintah menjalin kerja sama dengan dua perusahaan lokal, Al-Amar dan Al-Kafiat, untuk membangun pemondokan khusus jamaah Indonesia, berkapasitas 100.000 orang, secara bertahap.Ade Irawan tetap berharap, semangat angket DPR itu tidak keburu menguap, seperti angket-angket sebelumnya.Asrori S. Karni dan Arif Sujatmiko[Nasional, Gatra Edisi Khusus Beredar Kamis, 25 Desember 2008]


http://gatra.com/artikel.php?id=121568
Share this article :

0 komentar: