Pemilu kian dekat. Berbagai janji dilempar ke tengah masyarakat untuk mendapat simpati. Namun, siapkah para kandidat presiden mempresentasikan secara terbuka kepada rakyat, arah pembangunan negara, serta strategi apa yang dipakai untuk mencapai itu?
Tantangan itu juga termasuk untuk presiden yang sedang berkuasa (incumbent) yang nanti akan kembali maju dalam pemilihan presiden (pilpres) tahun ini. Di republik ini tidak ada calon presiden yang memiliki strategi jangka panjang yang disosialisasikan dengan baik kepada rakyatnya.Rakyat tidak punya arah harus berusaha apa. Bahkan bayangan model sekolah seperti apa yang sejalan dengan arah pembangunan negara pun masih buram. Republik ini tidak punya, entah yang dulu namanya GBHN (Garis Besar Haluan Negara),atau apa pun namanya, yang dapat menjadi acuan strategis bagi rakyat untuk menilai keberhasilan pemimpinnya.
Presiden memang mempersiapkan rencana pembangunan jangka menengah 2005–2025, yang hebatnya baru disahkan oleh parlemen pada 2007. Jadi tidak jelas bagaimana caranya negara ini dijalankan dalam dua tahun tersebut. Masih terngiang bagaimana pada 1990-an Lee Kuan Yew, perdana menteri Singapura saat itu, dengan baju putih tangan pendek mempresentasikan secara terbuka arah pembangunan Singapura 25 tahun ke depan. Lee juga memaparkan strategi dan taktik yang direncanakan untuk mencapai itu. Sebagai negara tanpa sumber daya alam, Singapura secara taktis memanage negaranya seperti mengoperasikan suatu perseroan.
Contoh lain yang juga bagus adalah bagaimana Finlandia secara cerdik mengubah arah industrinya yang berbasis sumber daya hutan ke teknologi, menjadikan Finlandia negara berbasis teknologi dan menyimpan kekayaan alamnya untuk masa depan. Kostarika yang dikenal sebagai negara pisang pada 1996 secara strategis berjuang memengaruhi perusahaan Intel untuk membangun pusat industrinya di sana.
Pada 1997 Microsoft mengikuti jejak Intel,menjadikan Kostarika sebagai negara yang berbasis cluster teknologi informasi.Bukan hanya teknologi, tapi pendidikan pun maju pesat di negara itu. Semua strategi negara di atas disosialisasikan secara terbuka dan terencana kepada rakyatnya.
*** Presiden baru saja menetapkan 7 prioritas agenda ekonomi 2009, yang sayangnya sangat tidak unik dan tidak mencerminkan “competitive advantage” Indonesia. Di pihak lain terasa bahwa taktik yang diterapkan tidak sesuai dengan aplikasi di lapangan. Misal saja jika ingin meningkatkan jumlah lapangan kerja,maka hal logis yang patut dipikirkan adalah menarik investasi terefektif yang dapat menciptakan lapangan kerja terbanyak.
”Rule of a thumb”-nya, diperlukan investasi sekitar USD500.000 untuk menciptakan satu lapangan kerja di bidang infrastruktur, sekitar USD300.000 di industri manufaktur, tapi hanya USD10.000 di bidang turisme. Karenanya ada pertanyaan mendasar, industri apa yang harus menjadi ujung tombak arah pembangunan negara ini? Jika ditelisik ke belakang,kondisi saat ini berawal dari “Orde Baru Phenophobia”, yaitu segala unsur yang berkaitan dengan Orde Baru dihilangkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa menyeleksi aspek-aspek yang masih bermanfaat.
Tradisi yang kurang bagus dalam pergantian kekuasaan masih terjadi di antaranya dengan penghilangan atribut,slogan,bahkan tata cara pemerintahan dan kebijakan pemerintah sebelumnya oleh pemerintah yang berkuasa.Termasuk di situ kebijakan adanya GBHN yang sebelumnya menjadi panduan pemerintah dalam menjalankan kebijakan negara. Sungguh miris melihat situasi saat ini. Pimpinan departemen berkreasi bak seorang pelukis yang menyapukan cat sekenanya ke atas kanvas tanpa mempunyai bayangan sketsa apa yang sebenarnya akan digambar.
Kebijakan ditelurkan apabila ada masalah yang muncul tanpa upaya mendisain kebijakan yang berdimensi jangka panjang. Indonesia saat ini terjebak dalam kondisi tanpa strategi! Dampak terbesar dari kondisi yang ada adalah pemerintah tidak mampu memanfaatkan iklim yang kondusif baik dalam aspek politik maupun ekonomi demi kesejahteraan rakyat yang secara filosofis adalah tujuan inti dibentuknya pemerintahan.
Tanpa panduan yang jelas, terarah,dan terukur,Kebijakan tidak menghasilkan sinergi yang optimal. Republik ini sudah waktunya secara fokus menentukan tujuan-tujuan pembangunan secara lebih strategis dan mudah dimengerti serta menyosialisasikannya secara terbuka ke masyarakat.
Sungguh ironis dan ajaib, Indonesia hingga saat ini masih mampu berjalan dan eksis tanpa memiliki strategi pembangunan sosial politik yang jelas. Kondisi yang harus dikoreksi bersama karena semua masih dan akan terus mencintai Bumi Pertiwi.(*)
Tito Sulistio
Direktur Indset
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/202861/
Siapkah Presiden Paparkan Konsep?
Written By gusdurian on Senin, 19 Januari 2009 | 12.45
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


0 komentar:
Posting Komentar