BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Perlu Dicari Titik Temu Kasus Rokok

Perlu Dicari Titik Temu Kasus Rokok

Written By gusdurian on Minggu, 18 Januari 2009 | 11.48

Jakarta, Kompas - Pihak-pihak yang pro dan kontra tentang persoalan rokok diimbau duduk bersama dan mencari titik temu bagaimana mengendalikan dampak penggunaan rokok baik langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan.

”Rokok di samping ada unsur kenikmatan, ada unsur merusak kesehatan. Pemerintah harus mengendalikan dampak terhadap kesehatan. Namun, jika cukai rokok tinggi, akan ada banyak orang kehilangan pekerjaan. Pemerintah belum siap,” kata Kepala Biro Perencanaan Departemen Perindustrian Imam Haryono pada diskusi masalah rokok di Jakarta, Rabu (14/1).

Pada diskusi yang diselenggarakan Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) tersebut, selain Imam, pembicara lainnya yaitu KH M Luqman Hakim (pemerhati sosial keagamaan sekaligus Direktur Cahaya Sufi Center Jakarta) dan Direktur Eksekutif LSPP Jakarta Ignatius Haryanto.

Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia belum juga meratifikasi Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/ FCTC).

Menurut catatan Kompas, peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, pernah menyatakan, kontribusi industri rokok hanya 1,3 persen dari total produk domestik bruto (PDB).

Menurut hasil studi ekonomi tembakau di Indonesia, jika tarif cukai tembakau dinaikkan sampai 57 persen, akan mencegah 2,4 juta kematian akibat rokok dan menambah pendapatan negara Rp 50,1 triliun.

Pada tahun 2005, biaya kesehatan yang dikeluarkan Indonesia karena penyakit terkait tembakau 18,1 miliar dollar AS—5,1 kali lipat pendapatan negara dari cukai tembakau pada tahun itu.

”Kerugian kesehatan akibat rokok jauh lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan ekonomi,” ujar mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Farid Anfasa Moeloek.

Terhadap isu dan persoalan rokok ini, Haryanto menyatakan, sebaiknya pers tidak perlu memosisikan diri sebagai pihak yang ”memanas-manasi” pihak lain. Justru pers seharusnya bisa berfungsi sebagai jembatan, sebagai pencari titik temu dari dua kutub itu.

”Kita bertanya sekali lagi, betulkah pihak-pihak yang terlibat dalam masalah ini tidak bisa saling berdialog atau berkomunikasi untuk menemukan jalan kebaikan bersama? Saya pikir pers bisa menjadikan dirinya mengarah pada peran semacam itu,” kata Haryanto. (LOK)



http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/01/15/01011111/perlu.dicari.titik.temu.kasus.rokok
Share this article :

0 komentar: