Ketika Muslim Tionghoa Merayakan Imlek
Tetap Beri Angpau, Ganti Hidangan Babi dengan Sapi
Warga Tionghoa yang beragama Islam tetap merayakan tradisi Imlek. Mereka membuat kue nian gao, bikin pohon meihwa, serta bagi-bagi angpau. Adakah ritual yang diganti?
Novita Amelilawaty, Jakarta
Bagi muslim Tionghoa, tradisi Imlek tak akan pernah ditinggalkan. Mereka tetap berbondong-bondong belanja untuk kebutuhan Imlek. Misalnya, yang dilakukan Julian Latif dan Hariyanto. Mereka adalah pengusaha yang sama-sama bergabung di Muslim Tionghoa dan Keluarga (Mustika).
Julian mengatakan, secara garis besar, tidak ada perbedaan dalam merayakan Imlek ketika dirinya masih memeluk Buddha dan sesudah menjadi muslimah. "Saya dibesarkan di keluarga Tionghoa asli. Jadi, sudah mengenal ritual-ritual yang dilakukan Ama (nenek) dan Akung (kakek)," kenang Julie -sapaan akrabnya- ketika ditemui di toko IT miliknya di Mangga Dua Mall, Jakarta. Wanita yang masuk Islam sejak SMA atau pada 1989 itu mengaku, perbedaan antara perayaan Imlek dulu dan sekarang hanya pada ritual sembahyang di kuil.
"Sejak masuk Islam, saya tidak pernah lagi ke kuil," kata Julie. Tetapi, dia masih berdoa di meja abu tempat keluarga meletakkan abu jenazah leluhur. "Berdoa dan berziarah kan tidak dilarang Mbak, tak harus di kuil," lanjutnya. Ada beberapa perayaan lain yang masih diikuti Julie, seperti cheng beng (untuk orang mati), malam che it, malam cap go, serta ziarah ke makam nenek, kakek, dan ayahnya. Ritual, seperti sembahyang di Ching The Yen, tuang minyak, dan bakar hio, sudah ditinggalkan.
Selain itu, Julie dan anaknya senang berbelanja pohon meihwa dan amplop untuk angpau. Julie menceritakan, tradisi angpau tak pernah dia tinggalkan, meski sudah beragama Islam. "Saya sediakan untuk anak-anak yang datang ke rumah," katanya, kemudian tersenyum. Bunga-bunga sedap malam, pohon jeruk, dan anggrek tak luput dari incarannya. "Saat ini, rumah saya mulai dihiasi pohon-pohon dan sedap malam," ujarnya.
Lain yang dilakukan Julian, lain pula yang dilakukan Hariyanto. Pria bernama asli Liem Tjeng Lie itu adalah pengusaha EO dan biro travel umrah dan haji di Jakarta.
"Apa yang saya lakukan di tahun baru Imlek mungkin dilakukan juga oleh umat Islam Tionghoa lainnya," kata Hariyanto.
Ketika ditemui Indo Pos (Jawa Pos Group), pria beranak dua itu tengah berbelanja kebutuhan Imlek di Grand Indonesia Shopping Town Jumat lalu (23/1). Hariyanto membeli sekeranjang penuh buah-buahan manisan khas Imlek, seperti ceremai merah Singapura, jeruk linkit/kitna, dan plum bulu. "Ini yang chen liang ji, rasanya enak sekali," lanjutnya.
Hariyanto pernah memeluk tiga agama sebelum mantap di Islam pada 1998. Dia pernah memeluk Buddha, Kristen, dan Katolik. Saat memeluk tiga agama tersebut, Hariyanto tetap mengikuti ritual Imlek, mulai sembahyang di kuil sampai menyediakan makanan dan minuman khas Imlek. Tetapi, setelah memeluk Islam, dia tak lagi ke kuil.
Kegiatan yang paling menyibukkan selama Imlek bagi Hariyanto adalah menyiapkan menu khas Imlek. Makanan yang selalu ada ketika masih beragama nonmuslim adalah pindang bandeng; masakan kesukaan leluhurnya seperti babi kecap, dan hoysom; serta buah-buahan seperti anggur, apel, dan jeruk. Tak ketinggalan manisan buah yang manis-manis dan berwarna merah. Untuk minuman, di rumah Hariyanto selalu tersedia kopi, teh, arak, angchu (wine), dan rokok.
Namun, sejak memeluk Islam, Hariyanto merombak total menu makanan dan minuman Imlek-nya. Misalnya, babi kecap diganti dengan semur daging sapi atau kerbau, sesuai shio tahun. Lalu, anggur/wine yang mengandung alkohol diganti dengan sirup stroberi atau ceri merah. Begitu pula dengan arak China diganti dengan sirup leci. "Secara penampilan sama warnanya, tetapi halal," kata Hariyanto. Kue-kue yang tersedia serbamanis, termasuk kue keranjang yang direbus atau digoreng dengan telur. "Kue itu wajib hadir di rumah kami karena simbol kemakmuran, manis," lanjutnya.
Membeli baju baru juga merupakan tradisi keluarga Hariyanto pada malam Imlek. Ketika semua orang yang murni merayakan Imlek sembahyang ke kuil, Hariyanto justru shopping bersama anaknya.
Sebelum tidur, Hariyanto memasukkan uang lima ribuan dan lima puluh ribuan ke dalam amplop merah. "Isi angpau," ujarnya. Angpau itu diberikan kepada keponakan-keponakannya yang berkunjung. Satu yang pertama diminta anak-anaknya adalah angpau di pagi hari. "Kalau sudah salat Subuh, langsung tagih angpau," tuturnya, kemudian tertawa.
Sama seperti muslim Tionghoa lainnya, di Tahun Kerbau ini, Hariyanto berharap yang manis-manis untuk kehidupannya kelak. "Semoga usaha saya lancar, diberikan kemakmuran, dan banyak rezeki," harapnya. Dia yakin doanya akan terkabul karena dirinya sudah menyebutkan permohonan tiga kali. "Permohonan di tahun baru Masehi, tahun baru Islam, dan nanti di tahun baru Imlek," kata Hariyanto, kemudian tersenyum. (kum)
Ketika Muslim Tionghoa Merayakan Imlek
Written By gusdurian on Senin, 26 Januari 2009 | 09.08
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar