BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Kampanye Pejabat Negara

Kampanye Pejabat Negara

Written By gusdurian on Rabu, 28 Januari 2009 | 11.10

Pemilu kurang dari tiga bulan lagi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, yang masing-masing didampingi kelompok menteri berbeda, belakangan ini sering meninggalkan ibu kota negara untuk mengunjungi berbagai daerah.


Pekan lalu saja Presiden SBY melakukan “safari lompat katak” dari Batam di Kepulauan Riau ke Sorong dan Manokwari di Papua Barat.Dalam perjalanan pergi dan pulang, Presiden dan rombongan mampir di Kendari, Sulawesi Tenggara, dan Bali. Di Papua Barat Presiden SBY selain membantu para korban gempa juga menyerahkan dana Rp150 miliar untuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Anehnya, Gubernur Papua Barat Abraham Atururi yang terpilih sebagai gubernur dengan dukungan PDIP pada dua tahun lalu justru mengatakan,” Dana ini akan ditawarkan kepada kita (rakyat Papua Barat) jika Presiden terpilih kembali.Karena itu saya berdoa agar Bapak SBY jadi presiden kita lagi.” Mendengar ucapan itu, Presiden dan ibu negara tersenyum. PNPM Mandiri adalah salah satu program utama yang dicanangkan SBY pada 2007 (The Jakarta Post, 24/1).

Sementara itu,Wapres Jusuf Kalla tak henti-hentinya menyambangi pesantren- pesantren di tanah Jawa. Kamis pekan lalu misalnya,Wapres mengunjungi Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur. Di hadapan sekitar 12.000 santri, Wapres mengatakan bahwa pemerintah tidak membedakan dana pendidikan bagi sekolah umum dan pesantren. Para kiai di Lirboyo sebaliknya juga membuka diri bagi Partai Golkar.

Di hadapan para petani di Jawa Timur, Wapres juga menyatakan akan mempertahankan agar harga beras tetap tinggi sehingga petani tidak dirugikan (The Jakarta Post,24/1). Tak hanya Presiden dan Wapres yang belakangan ini kerap ke daerah, para menteri pun sudah lebih dahulu melakukannya. Sambil menyelam minum air,dalam setiap kesempatan ke daerah,mereka tak menghilangkan kesempatan untuk berkampanye bagi partainya. Suka tidak suka, kunjungan resmi yang diselingi kampanye politik itu harus ada mekanisme pertanggungjawabannya..

*** Pekan lalu Menteri Dalam Negeri Mardiyanto menyatakan bahwa Depdagri sudah menyiapkan peraturan pemerintah (PP) yang menggariskan aturan kampanye bagi para pejabat negara. Di antaranya para menteri yang akan mencalonkan diri untuk menjadi anggota DPR, presiden, atau wapres harus mengundurkan diri. PP ini memang positif, tapi agak aneh. Mengapa dia hanya mengatur para menteri saja? Bagaimana dengan presiden dan wapres?

Di negara mana pun, seorang presiden, wapres,perdana menteri,wakil perdana menteri, dan para menteri tidak harus mengundurkan diri dari jabatannya jika dia mencalonkan diri kembali. Aturan ini memang ditujukan agar pejabat negara tidak menyalahgunakan kekuasaannya menggunakan dana negara untuk kampanye politik. Aturan semacam ini juga ada di berbagai negara,auditnya juga jelas dilakukan setelah pemilu berlangsung.Anehnya mengapa para menteri harus mundur?

*** Dalam dua bulan terakhir ini kampanye mengenai keberhasilan PNPM Mandiri juga secara menggebu-gebu diiklankan berbagai surat kabar, radio,dan televisi seolah-olah itu adalah bentuk dari keberhasilan program pemerintah SBY sejak 2007.Padahal, kita tahu, PNPM (Mandiri) bukanlah program baru. Program ini sudah ada sejak sebelum era Reformasi,dijalankan oleh Departemen Dalam Negeri dengan nama Program Pembangunan Kecamatan (PPK).

Nama program itu diubah oleh Presiden SBY pada 2007. Dana bagi program ini juga tak sepenuhnya dari anggaran pemerintah murni. Sebagian berasal dari utang lunak (loan) dari Bank Dunia yang jumlahnya tidak terlalu besar, total dalam 10 tahun terakhir ini sekitar USD400 juta.Tahun 2009 ini pemerintah juga meminta dari Bank Dunia sekitar USD300.000 untuk PNPM.

Hampir 70% dari program PNPM Mandiri difokuskan untuk pembangunan infrastruktur, yaitu perbaikan sekolah,jembatan,jalan raya, puskesmas, koperasi, dsb. Semua program itu bersifat bottom up alias dari bawah. Me-nariknya, program ini baru bisa berjalan baik jika ada supervisor di kabupaten dan para fasilitator yang semuanya digaji melalui proyek Bank Dunia (Community Development PNPM Support Facilities). Kalau itu absen, maka programnya akan mandek.

Menariknya lagi, tak sedikit pemerintah kabupaten di Indonesia yang tidak tertarik untuk memberikan dana pendamping untuk program PNPM.Alasannya, itu program pemerintah pusat, bukan pemerintah kabupaten. Alasan terselubungnya, dana PNPM tidak bisa dikorupsi karena bersifat in kind (bukan bentuk duit,tapi program jadi atau barang). Dari sisi masyarakat PNPM memang banyak manfaatnya walau dari segi uang dananya amat kecil.

Tanpa PNPM memang sulit bagi rakyat untuk menikmati pembangunan. Tapi dari sisi politik pemerintahan, ini mirip dengan gaya Orde Baru (Orba) yang menerapkan program langsung dari pusat, tapi melemahkan sistem pemerintahan lokal. Sisi buruk lain, program ini belakangan juga berbau politik, mirip dengan masa Orba: jika daerah tertentu tidak mendukung Golkar (masa lalu), daerah itu tidak dibangun. Incumbent yang maju lagi dalam pemilu presiden memang lebih diuntungkan.

Dia bisa mengklaim program pemerintah sebagai program partainya atau pribadinya. Dia bisa berkampanye ke berbagai daerah dalam “bungkus” kunjungan resmi. Dia juga bisa memerintahkan departemen pemerintah mendirikan bangunan di daerah basis lawan politiknya. Inilah yang harus kita kritisi.(*)

Ikrar Nusa Bhakti
Profesor Riset Intermestic Affairs LIPI


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/208552/
Share this article :

0 komentar: