BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Jejak Skandal Century-Antaboga (Bagian 1), Terendus Sejak Empat Tahun Lalu

Jejak Skandal Century-Antaboga (Bagian 1), Terendus Sejak Empat Tahun Lalu

Written By gusdurian on Selasa, 20 Januari 2009 | 11.51

Jejak Skandal Century-Antaboga (Bagian 1)
Terendus Sejak Empat Tahun Lalu
Skandal produk investasi Century-Antaboga sudah lama terbongkar. Sejumlah dokumen menunjukkan "praktek gelap" itu terus berlangsung hingga Oktober 2008.
Dua lembar surat berkop Bank Indonesia mampir ke meja Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) empat tahun lalu. Dalam surat tertanggal 20 April 2005 itu, bank sentral meminta bantuan otoritas pasar modal memeriksa PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia.

Antaboga diketahui sebagai agen penjual reksa dana. Penjualan produk investasi ini pun melibatkan Bank Century, yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Antaboga, sebagai subagen.

Meski bukan produknya, bank swasta ini ikut sibuk berjualan. Logonya pun tercantum. "Karena itu, pada 2005 Century diminta menghentikan kegiatan tersebut," kata Heru Kristyana, Deputi Direktur Direktorat Pengawasan Bank I Bank Indonesia.

Antaboga, yang seharusnya menjadi agen penjual, ternyata diam-diam juga bertindak sebagai manajer investasi alias pengelola dana. Padahal produk ini sejatinya diterbitkan oleh empat manajer investasi, yakni PT Batavia Prosperindo Asset Management, PT Sinarmas Sekuritas, PT Kuo Capital (kini bernama PT Signature Capital), dan PT Confet Capital.

Peran ganda Antaboga sebagai agen penjual sekaligus manajer investasi terendus setelah bank sentral menemukan kejanggalan dalam pengelolaan dana investor. Dana dari para pemodal ternyata tidak sepenuhnya diinvestasikan dalam produk reksa dana Berlian, seperti diwartakan kepada para investor, tapi dikelola sendiri.

Dari sini dugaan penyimpangan dana mulai terkuak. Praktek terlarang itu pula yang menjadi bom waktu, hingga akhirnya meledak pada awal Desember lalu. Sejumlah nasabah kelimpungan gara-gara tidak bisa mencairkan dana mereka yang diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun, meski produk investasi yang dibelinya telah jatuh tempo.

Seperti rumah kartu yang roboh, macetnya pencairan dana itu tak lepas dari olengnya Bank Century pada pertengahan November lalu, yang ditandai dengan gagal kliring. Bank ini akhirnya per 21 November 2008 diambil alih oleh pemerintah setelah disuntik modal Rp 2 triliun, gara-gara rasio kecukupan modalnya minus 2,3 persen--jauh di bawah batas minimum bank sentral, 8 persen.

Perlu dicatat, Bank Century merupakan tempat asal-muasal duit para nasabah Antaboga. Kepemilikan Century dan Antaboga pun ternyata mengerucut pada satu nama: Robert Tantular, yang kini mendekam di tahanan kepolisian.

Kesal dengan kerugian yang diderita, nasabah Antaboga kini beramai-ramai menuntut pengembalian uang mereka. Mereka juga menuding bank sentral dan Bapepam gagal melakukan pengawasan. "Buktinya, BI dan Bapepam sudah tahu sejak dulu, tapi praktek itu tidak bisa dihentikan," kata mereka.

Heru Kristyana membantah tudingan itu. Menurut dia, bank sentral sudah meminta penjualan dihentikan karena Century tidak memiliki izin. Juga sudah melaporkannya ke Bapepam.

Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyelidikan Bapepam Sarjito membenarkan pihaknya memang pernah menerima surat dari Bank Indonesia. "Kami sudah merespons dan memberikan sanksi administratif," katanya. Sanksi yang dijatuhkan pada 11 Agustus 2005 itu bukan hanya untuk Antaboga, tapi juga untuk Century.

Masalahnya, teguran tersebut ibarat angin lalu. Penjualan tetap berlangsung, hanya formulanya berbeda. Semula tertera logo Century dalam formulir aplikasi pembelian, namun selanjutnya dihilangkan dan hanya mencantumkan logo Antaboga dan Kuo Capital. Perubahan format kop surat ini diduga dimulai pada 2006.

Pintarnya lagi, penjualan produk itu tidak tercatat dalam pembukuan Bank Century. Ikatan kerja tertulis antara Century dan Antaboga pun tidak ada lagi. Faktor inilah yang membuat penjualan produk tersebut akhirnya sulit dilacak dan lolos dari pengamatan bank sentral.

Atas dasar itu pula, Direktur Utama Bank Century Maryono menegaskan, produk investasi tersebut tidak bisa dikategorikan produk perbankan yang layak dijamin. Peran Century sebagai subagen penjual pun, kata dia, sudah berakhir pada Februari 2006.

Sederet argumen itulah yang tampaknya masih sulit diterima para nasabah. Mereka tetap berkeras produk investasi yang dijajakan Antaboga dan Century itu merupakan produk bank.

Sejumlah dokumen internal Bank Century kini menjadi senjata mereka. Salah satunya surat edaran yang diteken Wakil Direktur Utama Bank Century Hermanus H. Muslim pada 27 Januari 2005.

Surat itu dikirim kepada para kepala cabang, koordinator wilayah, direksi, hingga dewan komisaris. Isinya, pemberitahuan bahwa Century dan Antaboga menjadi subagen dan agen penjual reksa dana Berlian. "Jadi Century dan Antaboga saling terkait," kata para nasabah.

Mereka pun tidak bisa menerima penjualan sudah dihentikan Century sejak empat tahun lalu. Buktinya, pada 10 dan 30 Oktober lalu, Direktur Utama Antaboga Hendro Wiyanto masih berkirim surat kepada Lila Gondokusumo, Direktur Utama Century. Isinya, laporan soal penempatan dana produk investasi discretionary fund atau dana kelolaan investasi yang dijual Antaboga.

Menanggapi hal ini, Maryono tak mau gegabah menanggapi. Alasannya, proses pengusutan sudah menjadi wewenang polisi. Manajemen lama Century pun sudah ditahan oleh Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. "Fokus kami sekarang taat asas dan menjadikan bank ini sehat," katanya.



http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/20/Ekonomi_dan_Bisnis/krn.20090120.154324.id.html
Share this article :

0 komentar: