A KU bangga menjadi rakyat Indonesia. Aku bangga menjadi bagian dari bangsa besar yang melahirkan Kemerdekaan 1945, revolusi kesadaran 1908, dan monumen mental 1928. Bangsa besar yang pernah memperanakkan Gajah Mada, Airlangga, Kalingga, Sriwijaya, Borobudur. Bangsa yang anak cucunya di tahun 2009 ini sedang mencari siapa induk ‘KakekNenek’ asal usul mereka.
Dunia hari ini, sistem moneter dunia, ‘akidah’ perekonomian global, ?qh perbankan antero bumi, pemilikan modal raksasa, strategi pasar dunia akhirat, syariat kebudayaan internasional, pendidikan dan media, serta apa saja – berada di genggaman anak turun Nabi Ibrahim AS melalui Ismail dan Ishaq. Aku bangga pada Indonesia, karena mungkin ‘bangsa Indonesia’ berinduk jauh lebih ‘senior’ daripada generasi Ibrahim. Karena Nusantara mungkin jauh lebih besar dan luas ketimbang Nusantara yang dipahami oleh ‘ilmu dan kebudayaan ABG’ hari ini.
Aku bangga pada Indonesia, karena historisitas ‘Jong Ambon, Jong Java, Jong Sunda...’ jauh melebihi pemetaan etnologis yang dipahami oleh 1928 dan dipersangkakan oleh 1945 hingga 2008. Aku bangga karena 2009 bisa menjadi saat menggeliat bangsa besar yang terlalu lama tak sadar diri itu untuk mulai belajar menemukan kembali dan mempelajari dirinya.
Anak-anak bangsaku akan dan sedang mengembarai kembali Madagaskar, Kenya, Somalia, Muangthai, Inka dan Maya, memahami periode Togog dan pergiliran Semar Smarabhumi, mempelajari takir sajen tidak dalam perspektif klenik, sodo lombok pawang hujan tidak sebagai takhayul, juga mengidenti?kasi kembali Amarta Astina, Lemorian Atlantis, kapan dan bagaimana puncak-puncak perbukitan di hamparan jazirah sangat luas dari sisi Afrika sampai sebelum Irian itu akhirnya menjadi pulau-pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dst. Aku bangga karena bangsaku akan menyelenggarakan ujian ?nal terhadap murid termuda mereka yang bernama Mbak Demos dan Mas Kratos....
Aku bangga karena bangsaku akan mulai belajar berendah hati. Belajar untuk tidak meremehkan sesuatu yang ia belum mengerti. Tidak merendahkan hal-hal di luar batas pengetahuan dan pengalamannya. Aku bangga karena mereka akan semakin mengerti betapa pentingnya pemilu, pilkada, presiden, anggota parlemen, sukses karier pribadi, kekayaan harta, kemenangan kelompok, serta segala keriuhan yang semacam itu.
Namun sepenting-penting apa pun semua itu, ia bukanlah fokus utama tugas sejarah manusia di dalam kehidupan.
Manusia lebih besar jika dibandingkan dengan negara, jabatan presiden, dan pemilikan modal raksasa. Manusia lebih canggih bila dibandingkan dengan seluruh prestasi sejarahnya sendiri yang pernah mereka capai. Manusia lebih unggul daripada malaikat, dewa, jin, iblis, setan, alam semesta dan segala makhluk apa pun. Ia masterpiece, ahsanu taqwim ciptaan Tuhan.
Aku bangga karena bangsaku akan mulai terbuka kepada fenomenologi, paradigma baru, futurologi, serta terbuka lebarnya cakrawala baru di depan ilmu dan teknologi, muhasabah kebudayaan, kecerdasan yang waspada dalam kesadaran bahwa yang sedang ia bangun ini bukan sekadar pembangunan, bukan sekadar sejarah kemanusiaan dan kebudayaan, melainkan adalah suatu kaliber peradaban.
Aku bangga dipresideni oleh Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Bu Mega, dan Pak Susilo. Aku bangga andai presiden kini menjadi presiden lagi berikutnya. Aku juga bangga jika tahun ini kita punya presiden baru, muka lama maupun muka baru: Bu Mega, Sri Sultan X, Pak Wiranto, Pak Prabowo, Pak Sutiyoso, atau siapa pun.
Karena beliau-beliau semua pecinta rakyat Indonesia. Tidak ada yang tidak cinta rakyat. Tidak ada yang perjuangannya tidak menomorsatukan rakyat. Tidak ada yang idealismenya, visi misinya, prinsip perjuangannya, tidak menjunjung amanat rakyat. Semua pelaku sejarah kita di semua level dan segmen, dari Presiden beserta seluruh pelaksana pemerintahannya, semua anggota MPR, DPR, DPD, para petugas hukum, warga parpol-parpol kontestan Pemilu 2009, para aktivis swasta dan swadaya, institusi keagamaan dan kebudayaan— siapa pun--tidak ada yang menyepelekan apalagi merendahkan rakyat.
Rakyat dijunjung dan dimuliakan oleh pidato semua Presiden yang pernah memimpin. Bacalah kembali setiap teks pidato beliau-beliau, setiap pernyataan yang muncul dari yang berkuasa maupun para oposan dan kritis, setiap landasan pemikiran seminar diskusi dialog talkshow.
Dalam peristiwa apa pun saja, oleh siapa saja, di mana dan kapan saja, rakyat adalah yang diutamakan. Konteks apa pun: politik, ekonomi, kebudayaan, agama, yang bersifat formal birokratis maupun rekomendasi moral, selalu muncul kalimat-kalimat yang menjamin bahwa rakyat adalah segala-galanya.
Maka memasuki 2009 dengan pemilu-pemilunya, kita merasa aman karena memilih siapa pun, caleg dari parpol apa pun, dan dengan latar belakang bagaimanapun, pasti mereka menomorsatukan rakyat. Juga calon presiden siapa pun namanya, bagaimanapun hitam putih sejarahnya, cerdas atau tidak, profesional atau tidak, manajerial atau tidak, seberapa pun kadar nurani kemanusiaannya, ilmu kepemimpinannya--tidak ada yang perlu diragukan karena pasti semua dan masing-masing tidak akan tidak menomorsatukan rakyat.
Kita memilih siapa saja, tetap rakyat yang diuntungkan. Kita memilih atau tidak memilih, tak ada bedanya karena pemilu itu ‘wajib’ hukumnya, dan pasti akan ada hasil keputusannya, dan keputusannya tidak mungkin berani keluar dari koridor kepentingan kerakyatan.
Jadi tenteramlah hati seluruh bangsaku, 2009 akan bergulir dengan atau tanpa engkau, tetap menuju satu kemuliaan, ialah keutamaan kepentingan rakyat.
Andaikan pun terdapat kesimpulan bahwa utamanya rakyat itu belum pernah benar-benar berhasil diwujudkan menjadi kenyataan yang cukup memadai oleh para pemimpin dan petugas-petugas sejarah kita--tak pula ada yang perlu dicemaskan. Sebab modal yang lebih utama kita adalah ketangguhan mental rakyat yang tak tertandingi oleh rakyat dan bangsa negara mana pun di muka bumi. Keuletan hidup mereka yang mencapai tingkat siaga-I untuk tetap sanggup survive andaikan pun tak ada negara dan pemerintahan. Silakan mendaftari dan sodorkan kepadaku segala macam keburukan dan segala jenis kebobrokan kehidupan di Indonesia, tetapi itu semua tetap kalah besar dan kuat bila dibandingkan dengan kebanggaan dan kepercayaanku kepada bangsa Indonesia.
http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/01/09/ArticleHtmls/09_01_2009_004_003.shtml?Mode=1
Dunia hari ini, sistem moneter dunia, ‘akidah’ perekonomian global, ?qh perbankan antero bumi, pemilikan modal raksasa, strategi pasar dunia akhirat, syariat kebudayaan internasional, pendidikan dan media, serta apa saja – berada di genggaman anak turun Nabi Ibrahim AS melalui Ismail dan Ishaq. Aku bangga pada Indonesia, karena mungkin ‘bangsa Indonesia’ berinduk jauh lebih ‘senior’ daripada generasi Ibrahim. Karena Nusantara mungkin jauh lebih besar dan luas ketimbang Nusantara yang dipahami oleh ‘ilmu dan kebudayaan ABG’ hari ini.
Aku bangga pada Indonesia, karena historisitas ‘Jong Ambon, Jong Java, Jong Sunda...’ jauh melebihi pemetaan etnologis yang dipahami oleh 1928 dan dipersangkakan oleh 1945 hingga 2008. Aku bangga karena 2009 bisa menjadi saat menggeliat bangsa besar yang terlalu lama tak sadar diri itu untuk mulai belajar menemukan kembali dan mempelajari dirinya.
Anak-anak bangsaku akan dan sedang mengembarai kembali Madagaskar, Kenya, Somalia, Muangthai, Inka dan Maya, memahami periode Togog dan pergiliran Semar Smarabhumi, mempelajari takir sajen tidak dalam perspektif klenik, sodo lombok pawang hujan tidak sebagai takhayul, juga mengidenti?kasi kembali Amarta Astina, Lemorian Atlantis, kapan dan bagaimana puncak-puncak perbukitan di hamparan jazirah sangat luas dari sisi Afrika sampai sebelum Irian itu akhirnya menjadi pulau-pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dst. Aku bangga karena bangsaku akan menyelenggarakan ujian ?nal terhadap murid termuda mereka yang bernama Mbak Demos dan Mas Kratos....
Aku bangga karena bangsaku akan mulai belajar berendah hati. Belajar untuk tidak meremehkan sesuatu yang ia belum mengerti. Tidak merendahkan hal-hal di luar batas pengetahuan dan pengalamannya. Aku bangga karena mereka akan semakin mengerti betapa pentingnya pemilu, pilkada, presiden, anggota parlemen, sukses karier pribadi, kekayaan harta, kemenangan kelompok, serta segala keriuhan yang semacam itu.
Namun sepenting-penting apa pun semua itu, ia bukanlah fokus utama tugas sejarah manusia di dalam kehidupan.
Manusia lebih besar jika dibandingkan dengan negara, jabatan presiden, dan pemilikan modal raksasa. Manusia lebih canggih bila dibandingkan dengan seluruh prestasi sejarahnya sendiri yang pernah mereka capai. Manusia lebih unggul daripada malaikat, dewa, jin, iblis, setan, alam semesta dan segala makhluk apa pun. Ia masterpiece, ahsanu taqwim ciptaan Tuhan.
Aku bangga karena bangsaku akan mulai terbuka kepada fenomenologi, paradigma baru, futurologi, serta terbuka lebarnya cakrawala baru di depan ilmu dan teknologi, muhasabah kebudayaan, kecerdasan yang waspada dalam kesadaran bahwa yang sedang ia bangun ini bukan sekadar pembangunan, bukan sekadar sejarah kemanusiaan dan kebudayaan, melainkan adalah suatu kaliber peradaban.
Aku bangga dipresideni oleh Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, Bu Mega, dan Pak Susilo. Aku bangga andai presiden kini menjadi presiden lagi berikutnya. Aku juga bangga jika tahun ini kita punya presiden baru, muka lama maupun muka baru: Bu Mega, Sri Sultan X, Pak Wiranto, Pak Prabowo, Pak Sutiyoso, atau siapa pun.
Karena beliau-beliau semua pecinta rakyat Indonesia. Tidak ada yang tidak cinta rakyat. Tidak ada yang perjuangannya tidak menomorsatukan rakyat. Tidak ada yang idealismenya, visi misinya, prinsip perjuangannya, tidak menjunjung amanat rakyat. Semua pelaku sejarah kita di semua level dan segmen, dari Presiden beserta seluruh pelaksana pemerintahannya, semua anggota MPR, DPR, DPD, para petugas hukum, warga parpol-parpol kontestan Pemilu 2009, para aktivis swasta dan swadaya, institusi keagamaan dan kebudayaan— siapa pun--tidak ada yang menyepelekan apalagi merendahkan rakyat.
Rakyat dijunjung dan dimuliakan oleh pidato semua Presiden yang pernah memimpin. Bacalah kembali setiap teks pidato beliau-beliau, setiap pernyataan yang muncul dari yang berkuasa maupun para oposan dan kritis, setiap landasan pemikiran seminar diskusi dialog talkshow.
Dalam peristiwa apa pun saja, oleh siapa saja, di mana dan kapan saja, rakyat adalah yang diutamakan. Konteks apa pun: politik, ekonomi, kebudayaan, agama, yang bersifat formal birokratis maupun rekomendasi moral, selalu muncul kalimat-kalimat yang menjamin bahwa rakyat adalah segala-galanya.
Maka memasuki 2009 dengan pemilu-pemilunya, kita merasa aman karena memilih siapa pun, caleg dari parpol apa pun, dan dengan latar belakang bagaimanapun, pasti mereka menomorsatukan rakyat. Juga calon presiden siapa pun namanya, bagaimanapun hitam putih sejarahnya, cerdas atau tidak, profesional atau tidak, manajerial atau tidak, seberapa pun kadar nurani kemanusiaannya, ilmu kepemimpinannya--tidak ada yang perlu diragukan karena pasti semua dan masing-masing tidak akan tidak menomorsatukan rakyat.
Kita memilih siapa saja, tetap rakyat yang diuntungkan. Kita memilih atau tidak memilih, tak ada bedanya karena pemilu itu ‘wajib’ hukumnya, dan pasti akan ada hasil keputusannya, dan keputusannya tidak mungkin berani keluar dari koridor kepentingan kerakyatan.
Jadi tenteramlah hati seluruh bangsaku, 2009 akan bergulir dengan atau tanpa engkau, tetap menuju satu kemuliaan, ialah keutamaan kepentingan rakyat.
Andaikan pun terdapat kesimpulan bahwa utamanya rakyat itu belum pernah benar-benar berhasil diwujudkan menjadi kenyataan yang cukup memadai oleh para pemimpin dan petugas-petugas sejarah kita--tak pula ada yang perlu dicemaskan. Sebab modal yang lebih utama kita adalah ketangguhan mental rakyat yang tak tertandingi oleh rakyat dan bangsa negara mana pun di muka bumi. Keuletan hidup mereka yang mencapai tingkat siaga-I untuk tetap sanggup survive andaikan pun tak ada negara dan pemerintahan. Silakan mendaftari dan sodorkan kepadaku segala macam keburukan dan segala jenis kebobrokan kehidupan di Indonesia, tetapi itu semua tetap kalah besar dan kuat bila dibandingkan dengan kebanggaan dan kepercayaanku kepada bangsa Indonesia.
http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2009/01/09/ArticleHtmls/09_01_2009_004_003.shtml?Mode=1


0 komentar:
Posting Komentar