Bisnis Guyonan Butet Kartaredjasa
Segar, tapi tak menawarkan hal baru.
"Kalau orang Jawa bilang urip mung mampir ngombe, maka pertunjukan ini saya sebut dengan urip mung mampir ngguyu." Itulah kalimat preambul Butet Kartaredjasa, 47 tahun, saat membuka pentas monolog Presiden Guyonan yang digelar di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (27/1) malam.
Dengan celana krem dan kemeja putih yang tidak dikancingkan, Butet tampil dengan gaya rileks, menghibur sekitar 1.000 penonton selama 30 menit. Kemampuan Butet dalam menjalin interaksi, yang merupakan ciri khas Teater Gandrik, mampu menebus rasa jenuh penonton.
Pentas Presiden Guyonan dibuka dengan lagu Aku Cinta Indonesia ciptaan Bimbo yang dibawakan oleh Orkes Sinten Remen pimpinan Djadug Ferianto, dibarengi tabir panggung yang terbuka perlahan. Foto Butet berkostum presiden dalam ukuran besar terpampang di bagian belakang. Di depannya, berderet pemusik Sinten Remen.
Djadug tak hanya menjadi pemegang komando orkes, tapi juga berperan sebagai pemandu acara, berduet dengan komedian Dibyo Primus. Wajah Dibyo menjadi bahan guyonan. Tak ada yang baru, tapi saraf tawa penonton terkocok.
Kemudian muncul Whani Darmawan yang membaca naskah Namanya Mas Celathu dari buku Presiden Guyonan. Tapi malang, penonton mulai jenuh. Bahkan kemunculan artis Happy Salma yang membacakan naskah Mbakyu Liberal juga tak menolong. Happy lalu lari terbirit-birit ke belakang panggung karena tak tahan dijadikan obyek guyonan komedian Joned dan Dibyo yang berbau mesum.
Trio GAM yang terdiri atas komedian Joned, Wis Ben, dan Gareng Rakasiwi kembali menarik perhatian penonton dengan guyonan gaya Mataraman. Wis Ben memerankan pemimpin Partai Geliga berlambang kepala garuda. Joned memerankan Wirangto, pemimpin Partai Hanuman. Sedangkan Gareng kebagian peran sebagai pemimpin partai bergambar kepala banteng.
Pentas ditutup dengan munculnya Butet Kartaredjasa. Ia ngoceh tentang kekuasaan yang bahannya berasal dari buku berjudul Presiden Guyonan, mulai dari kasus jaksa Urip Tri Gunawan hingga Presiden SBY. Buku itu berisi kumpulan kolom tulisan Butet di Koran Suara Merdeka Semarang.
Melalui tokoh sentral Mas Celathu, Butet mengangkat peristiwa aktual, khususnya perilaku penguasa dalam bahasa guyonan. Ia membungkus tragedi dengan komedi. "Saya memang berupaya melihat carut-marut kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tidak mbentoyong (terlalu berat). Selalu ada yang lucu," kata Butet.
Saat menilai manuver Sultan Hamengku Buwono X mencalonkan diri menjadi presiden sebagai langkah mundur, ia menutupnya dengan sinisme yang kocak: "Tapi lumayan, bakal ada lowongan (menjadi) raja."
Pentas Presiden Guyonan membuktikan kejelian Butet dalam bisnis pertunjukan. Ia mengangkat tema yang sedang aktual, meski tak menawarkan hal baru dalam seni pertunjukan. HERU CN
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/01/29/Berita_Utama-Jateng/krn.20090129.155130.id.html
Bisnis Guyonan Butet Kartaredjasa
Written By gusdurian on Kamis, 29 Januari 2009 | 09.51
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


0 komentar:
Posting Komentar