Edisi 18 - 24 Januari 2009
Pidato Pelantikan Imajiner Obama untuk Rakyat Palestina dan Israel
oleh Bradley Burston
Bradley Burston, kolumnis dan editor senior Haaretz.com, membuat kutipan dari pidato pelantikan imajiner Barrack Obama pada 20 Januari nanti. Pidato ini ditujukan kepada rakyat Palestina dan Israel yang masih bertikai.
(sumber: Kantor Berita Common Ground (CGNews), 13 Januari 2009)
Hak mempertahankan diri bukanlah strategi perdamaian
oleh Lisa Schirch
Lisa Schirch, profesor prakarsa perdamaian pada Eastern Mennonite University dan direktur 3D Security Initiative, memaparkan potensi keamanan yang menguntungkan kedua belah pihak dari kekerasan yang sedang terjadi di Gaza saat ini, dan memaparkan strategi untuk meraihnya.
(Sumber: Kantor Berita Common Ground (CGNews), 13 Januari 2009)
Seorang pastur dan dua bintang musik rock bertukar pikiran
oleh Salman Ahmad
Bintang musik rock Pakistan dan duta besar utusan khusus PBB, Salman Ahmad, membuat catatan tentang acara ulang tahun Muslim Public Affairs Council (MPAC, Dewan Urusan Masyarakat Muslim) yang ke-20 yang cukup kontroversial. Ia memberi saran kepada pembicara utama pada acara ulang tahun itu, pastor Rick Warren, dan pemerintahan baru Obama.
(Sumber: Common Ground News Service (CGNews), 13 Januari 2009)
Tahun baru Islam, Hanukkah dan Natal melantunkan pesan yang sama
oleh Achmad Munjid
Achmad Munjid, presiden Masyarakat Nahdhatul Ulama di Amerika Utara dan peneliti pada Dialogue Institute di Temple University di Philadelphia, mengidentifikasi kesamaan pesan dalam Hannukah, Natal, dan Tahun Baru Islam yang dirayakan hampir bersamaan bulan Desember lalu.
(Sumber: Kantor Berita Common Ground (CGNews), 13 Januari 2009)
Perang Amerika dan Pakistan melawan ekstremisme harus mengatasi masalah orang hilang
oleh Mehlaqa Samdani
Mehlaqa Samdani, konsultan di AS yang meneliti hubungan Amerika-Pakistan, menegaskan perlunya Amerika memaksimalkan usaha agar kerjasamanya dengan Pakistan dalam mengurangi ekstremisme bisa lebih efektif.
(Sumber: Daily Times, 8 Januari 2009)
Pidato Pelantikan Imajiner Obama untuk Rakyat Palestina dan Israel
Bradley Burston
(Kutipan dari pidato pelantikan imajiner)
Jerusalem – Hari-hari terakhir ini adalah hari-hari kelam bagi mereka yang percaya akan terciptanya perdamaian di kota suci. Tetapi sejarah membuktikan bahwa kekerasan bisa membuka jalan bagi hadirnya nalar, kenyataan baru dan kemungkinan yang tak terduga. Tanggung jawab kitalah kemudian untuk mencari, mengeksplorasi dan menjaganya.
Kepada rakyat Palestina, hari ini kami nyatakan bahwa kami adalah sekutumu. Sekutu, karena kami yakin akan tulusnya hasrat kalian untuk mewujudkan perdamaian, masa depan yang stabil dan produktif, serta mendapatkan kebebasan dan hak menentukan diri sendiri.
Dasar perjuanganmu adalah keadilan. Tantangan yang kalian hadapi amat besar. Kalian telah berkorban banyak untuk itu. Akan tetapi apabila kalian ingin anak-anak kalian hidup damai dan merasakan Palestina yang merdeka, maka akan ada pengorbanan lain yang harus dibuat. Pengorbanan ini menuntut keberanian yang tidak sedikit.
Medan laga telah kalian pilih, maka pilihlah pula mimpi kalian.
Pilihlah perdamaian. Perbaharui komitmen kalian untuk hidup berdampingan. Buatlah pilihan tersebut, dan kami berjanji untuk tidak hanya menjadi perantara yang adil, tetapi juga menjadi pendukungmu.
Kami mempelajari sejarahmu, memahami tragedi yang kalian derita dan luka yang kalian rasakan. Kami mengagumi kekuatan tekadmu. Kami menghargai dalamnya keterikatan kalian terhadap kota suci. Kami tahu bahwa kalian tidak bisa dipatahkan, tidak bisa dipaksa, dan tak bisa dibuat tunduk patuh.
Kami tahu bahwa banyak rakyat Palestina yang masih mendukung solusi dua negara bagi dua bangsa, akan tetapi mereka telah kehilangan kepercayaan terhadapnya.
Sejarah, perjuangan dan derita kami sendiri sudah mengajarkan kepada kami bahwa sebuah rumah yang terpecah belah takkan bisa berdiri. Tetapi pada saat yang sama, kami juga belajar bahwa penyembuhan akan memperbaharui kekuatan dan harapan. Karena penyembuhan menghasilkan persatuan dan pada saat yang sama, juga menyelesaikan kemarahan.
Kami tidak akan diam. Kami berjanji akan mendengarmu. Bersama dengan masyarakat internasional lainnya, kami berjanji untuk membantumu bangkit. Kami berjanji untuk membantumu membangun jembatan perdamaian baru. Kita tahu bahwa jembatan perdamaian yang pernah kita bangun kini rusak dan jatuh ke dalam jurang. Buatlah pilihan ini, dan kami berjanji akan mendampingi langkah-langkah pertamamu di jembatan tersebut.
Kepada rakyat Israel: disini dan di saat yang sulit ini, kami ingin menyampaikan penghargaan kami atas persahabatan kalian, dan kami tegaskan komitmen kami untuk menjaga keamanan kalian.
Hari ini kami bicara secara terus terang sebagai seorang kawan lama. Jika kalian ingin konflik ini berakhir, kalian perlu pikiran baru, persepsi baru dan komitmen baru untuk berkompromi.
Kami yakin bagi mayoritas warga Israel perdamaian adalah hal terpenting. Sepanjang tahun 1990, rakyat Israel dan Palestina telah saling mendekatkan diri dan mencari sekutu untuk mengakhiri peperangan yang nampak tak berkesudahan ini.
Akan tetapi sejak saat itu, kelompok minoritas garis keras dari kedua belah pihak, yang merupakan musuh bagi perdamaian dan telah menyebabkan kesengsaraan bagi kelompok mayoritas, telah menangguk keuntungan. Mereka, yang berusaha melumpuhkan komitmen untuk berkompromi dan mematikan keyakinan akan perdamaian, telah berhasil.
Untuk bisa menyeberangi jembatan perdamaian baru, rakyat Israel harus memiliki kepercayaan dan rekan yang dapat diandalkan. Kami berjanji untuk tidak membiarkan kalian berdiri sendiri. Kami akan berdiri bersamamu di jembatan tersebut.
Kepada rakyat Israel dan Palestina,
Tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang pernah berjuang untuk kebebasan, keadilan dan keamanan lebih lama dan lebih berat daripada kalian. Karena itu, hingga kedua bangsa ini mendapatkan perdamaian termasuk mendapatkan kebebasan, keadilan dan keamanan, tak satu pun di antara keduanya yang bisa mendapatkannya.
Kota suci sejatinya adalah tempat yang suci. Tempat ini adalah milik kalian dan dunia. Perdamaian kalian dengan demikian merupakan perdamaian bagi dunia.
Percaya pada perdamaian berarti menghargai kehidupan anak-anak dengan menjaga masa depan mereka. Kami akan meminta pendapatmu dan menghargainya. Kami ingin mendengar tidak hanya dari para pemimpin, tetapi dari para orang tua, anak-anak, kakek dan nenek serta para pemuka agama. Tulis dan sampaikan kepada kami perasaanmu, rasa takutmu, dan ide-idemu untuk menyelesaikan konflik ini.
Kami akan mendengarmu. Bagi kami, tidak ada kehormatan dan kewajiban diplomatik yang lebih besar selain memberikan dukungan kepadamu, rakyat Palestina dan Israel, untuk berjuang, melawan semua keraguan, bagi tercapainya perdamaian.
###
* Bradley Burston adalah seorang kolumnis pada surat kabar Ha’aretz dan editor senior pada Haaretz.com. Ia menerima penghargaan Eliav-Sartawi untuk kategori Mideast Journalism di PBB pada tahun 2006. Artikel ini ditulis untuk Kantor Berita Common Ground (CGNews).
Sumber: Kantor Berita Common Ground (CGNews), 13 Januari 2009, www.commongroundnews.org
Telah memperoleh hak cipta.
Kembali ke atas
Hak mempertahankan diri bukanlah strategi perdamaian
Lisa Schirch
Washington, DC – Dari perspektif Israel, kemarahan internasional dan nyawa warga sipil Palestina di Gaza cukup berharga untuk membayar kehancuran kekuatan Hamas. Tujuan politik ini memang cukup menggiurkan, dan Israel kelihatannya akan berhasil memperlambat pengembangan roket-roket Hamas dalam jangka pendek. Tetapi, seperti pengepungan Israel terhadap Lebanon pada tahun 2006, strategi militer “serang dan kejutkan” mereka di Gaza sebetulnya tidak akan melemahkan kepemimpinan Hamas atau pun menghasilkan keamanan jangka panjang.
Baik Israel maupun Gaza memiliki hak untuk mempertahankan diri. Tetapi ada perbedaan antara hak untuk mempertahankan diri dengan strategi yang efektif untuk mengakhiri penyerangan dan kekerasan yang tak berkesudahan ini.
Bahan-bahan utama roket-roket Hamas bukanlah selongsong baja dan kantong peledak yang dibawa melalui terowongan-terowongan dari Mesir, dan kemudian dibangun dan diluncurkan dari garasi-garasi warga Gaza. Menghancurkan prasarana warga Gaza dan membunuh anggota Hamas tidak akan bisa menghancurkan semangat yang mendorong pemuda Palestina untuk memungut sebongkah batu atau mengikatkan bahan-bahan peledak ke tubuhnya. Resep roket-roket Hamas adalah lingkungan yang dipenuhi keputusasan dan keterhinaan yang dibumbui oleh kemiskinan dan kemandulan politik.
Gaza adalah sebuah penjara dengan 45% pengangguran, tingkat pengangguran tertinggi di dunia menurut PBB. Setengah dari penduduk Gaza berusia di bawah 18 tahun. Sepertiga dari penduduknya hidup di kamp-kamp pengungsi.
Rakyat Palestina hanya memiliki sedikit tanah dan hak. Kondisi yang penuh penderitaan dan keterhinaan inilah yang melahirkan generasi-generasi baru ekstremis dan ambisi untuk melahirkan roket-roket yang lebih canggih.
Pengepungan terhadap Gaza bisa mengkonsolidasikan kepemimpinan kelompok garis keras di wilayah Palestina, seperti halnya serangan-serangan Israel terhadap Lebanon pada tahun 2006 berhasil mengkonsolidasikan kekuatan Hisbullah. Serangan-serangan tersebut melemahkan kepemimpinan kelompok moderat di Gaza dan Tepi Barat karena para pemimpin moderat ini tampak mandul di mata rakyatnya dalam menghadapi serangan Israel. Mengingat hanya para pemimpin moderat di Gaza yang bersedia melihat adanya masa depan bagi koeksistensi dengan Israel, orang pun bertanya-tanya dengan siapa Israel akan berunding di masa depan. Strategi militer Israel saat ini akan membuat keamanan menjadi semakin sulit dicapai.
Hal yang sama juga berlaku bagi prospek kepemimpinan moderat di Israel.
Serangan-serangan Hamas membuat para politikus moderat Israel semakin sulit berunding demi perdamaian. Serangan-serangan roket Hamas membuat Palestina semakin terasing dan terputus dari dukungan internasional.
Roket-roket tersebut memperpanjang penantian Bangsa Palestina akan sebuah tanah air dan pemenuhan atas hak-hak asasi mereka yang sah.
Strategi yang lebih baik dan cerdas dibutuhkan agar Israel bisa meraih tujuannya untuk mendapatkan keamanan, dan Hamas bisa meraih tujuannya untuk mendapatkan tanah dan hak-hak asasi manusia bagi bangsa Palestina.
Resep bagi perdamaian dan keamanan tidak boleh datang hanya dari dari satu pihak. Kedua pihak harus memiliki perhatian dan empati yang sama.
Strategi yang saya maksud harus dimulai dengan memfasilitasi kedua belah pihak untuk membuat narasi sebab-akibat yang lebih inklusif. Narasi dominan yang saat ini ada di Israel adalah bahwa serangan mereka saat ini atas Gaza berawal dari jatuhnya roket-roket Hamas di atas rumah-rumah dan sekolah-sekolah Israel, dan bagi warga israel penyerangan ini mengingatkan mereka pada sejarah diskriminasi dan rasa takut yang mereka alami selama lebih dari 2000 tahun. Sebaliknya, narasi dominan yang ada di Palestina adalah sakitnya kehilangan hak atas tanah, rumah dan usaha mereka pada orang lain, hingga banyak orang menjadi pengungsi dan harus hidup berdesakan dalam permukiman-permukiman yang sempit dan gersang.
Sebuah strategi yang efektif harus mengakui bahwa kedua narasi memang mengisahkan penderitaan sejati yang dialami oleh kedua belah pihak. Baik bangsa Palestina dan Israel mempunyai warisan sejarah di wilayah tersebut.
Keduanya tahu apa rasanya menjadi sebuah bangsa tanpa tanah dan sama-sama memiliki hasrat untuk mempertahankan apa yang mereka pandang sebagai tanah mereka. Keduanya merasa menjadi korban pihak yang lain.
Bagi Hamas, strategi yang cerdas berarti mengakui hak Israel untuk hidup di tanah tersebut dan mendapatkan keamanan. Bagi Israel sebaliknya, strategi yang cerdas berarti mengakui kesengsaran ekonomi dan politik Bangsa Palestina dan berusaha menyelesaikannya. Bangsa Palestina membutuhkan sebuah negara, kebebasan bergerak, dan bantuan internasional untuk menciptakan pekerjaan. Jajak pendapat masyarakat menunjukkan ada banyak orang di kedua belah pihak yang akan mendukung langkah-langkah ini.
Sudah saatnya Amerika Serikat dan masyarakat internasional berdiri di belakang kalangan moderat di Israel dan Palestina, dan bukannya memperhatikan para militan dari kedua belah pihak yang menyelesaikan persoalan ekonomi dan politik ini dengan pendekatan militer.
###
* Lisa Schirch adalah profesor prakarsa perdamaian pada Eastern Mennonite University dan Direktur 3D Security Initiative. Artikel ini ditulis untuk Kantor Berita Common Ground (CGNews).
Sumber: Kantor Berita Common Ground (CGNews), 13 Januari 2009, www.commongroundnews.org
Telah memperoleh hak cipta.
Kembali ke atas
Seorang pastur dan dua bintang musik rock bertukar pikiran
Salman Ahmad
Tappan, New York - Dr. Rick Warren, pastur di Gereja Saddleback di California yang dipilih Presiden terpilih Barack Obama untuk memberikan khotbah pada acara pelantikannya, menyampaikan pidato pada acara ulang tahun MPAC yang ke-20 tanggal 23 Desember 2008 lalu. Mengingat kecenderungan pesan-pesan keagamaan dan politiknya yang konservatif, keterlibatannya dalam acara tersebut merupakan kejutan bagi banyak orang.
Muslim Public Affairs Council (MPAC, Dewan Urusan Masyarakat Muslim) adalah sebuah organisasi yang dikelola dan didanai secara mandiri oleh Muslim Amerika. Organisasi ini meyakini bahwa Muslim Amerika dapat menyumbangkan suara yang positif dan reformis bagi wacana nasional dan internasional. Dalam rangka meningkatkan dialog dan kesepahaman, MPAC percaya bahwa semua orang Amerika – dari latar belakang politik, agama, dan ras yang berbeda – sangat membutuhkan kerangka nasional yang inklusif sehingga mereka bisa mendengarkan dan berbicara satu sama lain.
MPAC mengundang Pastur Rick Warren untuk menjadi pembicara dalam acara mereka agar Muslim Amerika bisa mendengar ide-idenya secara langsung dan menilai sendiri pikiran-pikiran sang pengkhotbah Evangelis tersebut, khususnya mengenai Muslim dan apa yang disebut sebagai “perang melawan teror”.
Kebanyakan orang, termasuk saya, yang hadir pada acara jamuan makan malam MPAC, yang tiketnya terjual habis, memiliki kesan pertama yang baik terhadap Pastur Warren. Ia nampak otentik, terbuka terhadap dialog, dan mudah disukai.
Pesannya kepada masyarakat Muslim jelas merupakan ajakan untuk terlibat, kerukunan, dan bergandengan tangan demi kebaikan lebih besar. Ia mengatakan bahwa isu-isu global seperti perang dan konflik, penyakit-penyakit pandemik, buta huruf, korupsi dan lingkungan hidup hanya dapat diatasi jika mayoritas penduduk dunia, termasuk 3 miliar lebih umat Kristiani dan Muslim, mulai bekerja bersama untuk menyelesaikan persoalan-persoalan besar ini.
Warren juga berbicara tentang semakin meningkatnya kekasaran dan permusuhan dalam kehidupan bermasyarakat di Amerika Serikat. Ia mengingatkan akan pentingnya sopan santun dan kesediaan untuk bekerja dengan berbagai kelompok yang berbeda pendapat. Ia berkata, "Kita bisa tidak sefaham tanpa harus kehilangan sopan santun." Ia juga menyatakan mengatakan bahwa al-Qaeda bagi Islam tak lebih seperti Ku Klux Klan bagi Kristen.
Ketika Melissa Etheridge dan saya menampilkan lagu kami, Ring the Bells, ia berada di meja depan bergoyang bersama 800 Muslim Amerika dan pembicara lain menikmati lagu berisi pesan perdamaian dan perubahan itu. Tidak setiap malam di Amerika, Anda dapat menyaksikan seorang pastor evangelis, seorang bintang musik rock lesbian, dan seorang pemusik rock Sufi bertukar pikiran tentang perdamaian dan kemanusiaan.
Seperti kata Warren, "walaupun kita tidak bisa saling menatap, paling tidak kita bisa berjalan bergandengan tangan".
Ketika kami ditempatkan di meja sama untuk makan malam di acara tersebut, Warren bertanya apakah saya punya pesan untuk ia sampaikan dalam khutbahnya pada acara pelantikan Barack Obama nanti. Saya bilang padanya, "Pastur Rick, dunia perlu mendengar Anda berbicara tentang perdamaian, kehormatan, dan keadilan sosial bagi semua orang.”
Saya juga katakan kepadanya bahwa karena bukunya “A Purpose Driven Life” (Hidup yang bertujuan) sangat berpengaruh bagi saya dan istri saya sebagai sebuah buku sosial dan spiritual, mungkin ia juga dapat menemukan ayat-ayat dari Al Qur’an yang memiliki pesan yang sama dengan ajaran-ajaran Kristennya.
Tetapi pesan seperti ini harus ada bukan hanya dalam khutbah pelantikan, tetapi juga dalam tindakan-tindakan pemerintahan Obama ke depan, bahkan sejak hari-hari pertama masa jabatannya.
Hal paling mendesak yang harus dilakukan oleh pemerintahan baru ini adalah menjadikan dirinya sebagai perantara yang jujur bagi perdamaian di Timur Tengah.
Setelah itu, pemerintahan Obama harus memusatkan perhatiannya untuk menangani kekecewaan dunia Muslim. Masyarakat Muslim menuntut penghormatan, penghargaan dan keadilan sosial seperti layaknya masyarakat dunia mana pun. Mereka telah terluka tidak hanya oleh kelompok garis keras di antara mereka yang telah membajak Islam, tetapi juga oleh ketidaksensitifan dan ketidakcakapan pemerintahan Bush dalam menangani serangan-serangan 9/11.
saya merasa penilaian yang jujur terhadap istilah "perang melawan teror” dan strategi AS dalam melakukannya perlu segera dilakukan. Anda tidak dapat membalas kekerasan dengan kekerasan dan mengharapkan perdamaian sebagai hasilnya. Noda darah tidak dapat dihapus dengan darah. Pemerintah Obama perlu mencari cara untuk memperbaiki hubungan Muslim-Barat yang telah rusak dan mengeksplorasi cara baru untuk membuka pintu dialog antarbangsa yang lebih luas, termasuk penggunaan seni dan budaya. Dialog yang efektif yang dilakukan dengan beraneka cara merupakan sebuah elemen sangat penting untuk menjamin keamanan nasional dan perdamaian global.
Kepresidenan Barack Obama menyediakan peluang bagi kita semua untuk berjalan melampaui batas zona kenyamanan kita dan mulai berjalan dengan sepatu orang lain. Dengan melakukan itu, kita mungkin bisa melampaui rasa takut kita, dan bahkan mungkin menemukan teman-teman dan sekutu-sekutu yang tidak disangka-sangka.
###
* Salman Ahmad adalah musisi berkebangsaan Pakistan dan duta besar PBB utusan khusus untuk perdamaian dan AIDS.
Artikel ini ditulis untuk Kantor Berita Common Ground (CGNews) dan dapat dibaca di www.commongroundnews.org.
Sumber: Kantor Berita Common Ground (CGNews), 13 Januari 2009, www.commongroundnews.org
Telah memperoleh hak cipta.
Kembali ke atas
Tahun baru Islam, Hanukkah dan Natal melantunkan pesan yang sama
Achmad Munjid
Akhir bulan lalu, peringatan tahun baru Islam 1430 H terjadi secara beriringan dengan Natal dan Hanukkah. Dalam dunia yang masih diwarnai konflik agama ini, keserentakan peringatan tiga hari raya tersebut perlu dibaca sebagai isyarat positif, bahkan peluang, terutama bagi umat Yahudi, Kristen dan Islam untuk saling merengkuh.
Mengapa ‘Umar ibn al-Khattab (w. 644 M), khalifah kedua yang menetapkan sistem penanggalan Islam itu, memilih peristiwa hijrah Nabi Muhammad sebagai hari pertama kalender Islam? Jika ditelaah secara cermat, itu karena peristiwa ini melambangkan prinsip kemerdekaan iman. Bagi umat Kristiani dan Yahudi, pesan ini juga dimiliki oleh Natal dan Hanukkah.
Secara etimologis, hijrah berarti migrasi atau perpindahan, baik fisik maupun mental. Nabi Muhammad dan para pengikutnya bermigrasi dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 M saat tekanan dan pelecehan penguasa suku Quraisy kian tak tertanggungkan. Hijrah Nabi dan pengikutnya, dengan demikian, bukan semata perpindahan fisik-geografis, tapi juga peralihan suasana psikologis yang membawa perubahan politik, revolusi ideologi dan pembaharuan spiritual.
Dengan kata lain, kepergian fisik mereka dari Mekah ke Madinah adalah upaya menemukan ruang hidup baru yang lebih aman bagi keyakinan mereka.
Seperti para pendiri bangsa Amerika yang lari dari Eropa, sebab utama hijrah ini adalah untuk meraih hak mereka atas kebebasan beragama.
Dalam dunia tribalistik Arab masa itu, migrasi demikian adalah perjalanan one way ticket yang beresiko amat besar. Setiap individu terikat pada klannya secara hampir mutlak. Tempat kelahiran dan etnik secara penuh mendefinisikan identitas, bahkan eksistensi seseorang. Karena itu, meninggalkan kampung halaman dan suku berarti menanggalkan identitas, bahkan meninggalkan dunia yang menopang keberadaan dirinya.
Hijrah dan Tahun baru Islam, karenanya, bisa dilihat sebagai terobosan sosial, politik dan spiritual. Ia merupakan awal pembentukan tata-sosial baru yang ditopang bukan oleh ikatan darah, suku dan budaya, tapi oleh komitmen tauhid, kesederajatan sosial dan kontrak politik di antara para pendukungnya, seperti tertuang dalam Piagam Madinah.
Semangat ini pulalah yang ada di balik peringatan Hanukkah dan Natal.
Hanukkah adalah peringatan atas kemenangan revolusi kaum Yahudi melawan bangsa Yunani setelah Raja Antiokus IV dengan sewenang-wenang merampas Kuil Sulaiman dan merubahnya menjadi altar penyembahan Dewa Zeus. Pada tahun 164 SM, Yudah the Maccabee memimpin pemberontakan dan akhirnya berhasil merebut Kuil Sulaiman dan menggunakannya kembali sebagai tempat pemujaan Yahweh. Lebih dari sekedar perlawanan politik, bagi kaum Yahudi, pemberontakan ini adalah upaya mereka mempertahan kemerdekaan mereka untuk melaksanakan ajaran agamanya.
Pada hari Natal, umat Kristiani menyucikan kelahiran Yesus, Kristus Sang Juru Selamat, yang kemudian disalib karena keyakinannya. Bagi banyak orang, Natal adalah kesempatan untuk mengingat awal kelahiran Yesus yang sederhana serta merayakan kehidupan dan ajaran-ajaran beliau.
Ketiga monumen waktu ini memang menyimpan kisah getir tentang penindasan.
Tapi, di atas segalanya, ketiganya juga bercerita tentang perjuangan menegakkan kemerdekaan beragama.
Karena itu, memperingati Natal, Hanukkah dan Tahun Baru Islam tanpa mengumandangkan hakikinya kemerdekaan iman adalah ritual hampa yang kerontang makna asalnya. Ia hanya menjadi rutinitas, ritual yang membedakan kita dari yang lain, membangun tembok pemisah dengan mereka dan bukannya membukakan pintu untuk saling merengkuh dan berbagi.
Sementara kenangan terhadap musim hari raya ini mulai berakhir, ada baiknya bila kita melihat dunia kita yang terpecah ini, dan mengingat bahwa kita semua ingin dihormati dan bukan dibenci karena agama kita. Mari kita lihat perbedaan antaragama bukan sebagai sumber perpecahan, tetapi sebagi sumber penyatu sehingga setiap orang bisa saling belajar, mengerti, menghormati, dan bersama-sama menciptakan perdamaian.
Semoga datang suatu hari ketika kita memperingati perayaan agama kita bersama-sama, dengan kesadaran dan penghargaan penuh akan samanya perjuangan dan nasib kita. Kita bisa memulainya dengan mengikuti perayaan hari raya agama lain untuk menunjukkan solidaritas kemanusiaan kita.
###
* Achmad Munjid adalah presiden Masyarakat Nahdhatul Ulama di Amerika Utara dan peneliti pada Dialogue Institute, Temple University di Philadelphia. Artikel ini ditulis untuk Kantor Berita Common Ground (CGNews) dan dapat dibaca di www.commongroundnews.org.
Sumber: Kantor Berita Common Ground (CGNews), 13 Januari 2009, www.commongroundnews.org
Telah memperoleh hak cipta.
Kembali ke atas
Perang Amerika dan Pakistan melawan ekstremisme harus mengatasi masalah orang hilang
Mehlaqa Samdani
Pittsfield, Massachusetts – Amerika Serikat dan Pakistan harus bekerja sama dalam berbagai bidang untuk meningkatkan peluang keberhasilan mereka dalam kampanye melawan ekstremisme. Ada satu isu khususnya yang, jika ditangani oleh Amerika, dapat memberi dampak positif bagi bidang ini. Isu itu adalah isu orang hilang di Pakistan — mereka yang ditangkap oleh badan intelijen Pakistan karena dicurigai terlibat dalam kegiatan teroris dan ditahan tanpa tuntutan atau proses pengadilan.
Sejak keterlibatan Pakistan dalam “perang melawan teror” yang dipimpin AS tujuh tahun lalu, lebih dari lima ratus orang Pakistan telah diculik, ditahan, dan disiksa. Sebagian telah diserahkan kepada para pejabat intelijen AS dan dipindahkan ke Teluk Guantanamo.
Penghilangan secara paksa warga negara Pakistan tidak hanya merupakan pelanggaran terhadap konstitusi Pakistan serta undang-undang ekstradisi dan pidananya, tetapi juga telah menyalahi hukum internasional.
Dua tahun lalu, Mahkamah Agung Pakistan menyoroti isu tersebut dan mengancam badan-badan intelijen Pakistan dengan tindakan hukum jika mereka gagal membawa para tahanan tersebut ke pengadilan. Ditantang untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, badan-badan intelijen tersebut menyerah dan orang-orang pun mulai bereaksi. Meski banyak yang takut berbicara, ada juga orang-orang yang mau menceritakan pengalaman penderitaan mereka.
Namun proses ini tiba-tiba terhenti pada bulan November 2007 ketika darurat militer diberlakukan dan Ketua Mahkamah Agung Pakistan serta enam puluh hakim lainnya disingkirkan secara ilegal.
Sejak saat itu, tak ada kemajuan dalam isu tersebut.
Pemerintahan sipil Pakistan saat ini, yang terpilih secara demokratis pada bulan Februari 2008, tetap lemah dan secara umum tidak berhasil membuat institusi-institusinya bertanggung jawab atas keterlibatan mereka dalam penghilangan warga negara Pakistan. Pemerintah ini juga, karena alasan-alasan politisnya sendiri, terus menjalankan kebijakan pemerintah sebelumnya yang menempatkan lembaga peradilan di bawah kendali eksekutif yang ketat.
Sedihnya, keluarga-keluarga dari orang hilang tersebut lebih percaya kepada kemampuan pemerintah baru AS untuk menyelesaikan isu kemanusiaan ini, daripada pada niat dan kemampuan pemerintah mereka sendiri. Ini sebetulnya kesempatan baik, yang jika direbut oleh pemerintahan Obama bisa memperbaiki hubungan antara masyarakat Pakistan dan pemerintah AS.
Rakyat Pakistan berharap agar Amerika, di bawah kepemimpinan presiden barunya, melakukan perang melawan terorisme dengan mematuhi nilai-nilai dan idealismenya sendiri, bukan mengandalkan praktik penyekapan ilegal, pemindahan tak sah, dan penjara-penjara rahasia seperti yang pernah dilakukan oleh pemerintahan Bush.
Tujuh tahun terakhir menunjukkan bahwa praktik-praktik ini malah semakin meningkatkan anti-Amerikanisme di seluruh dunia, menurunkan dukungan terhadap perang melawan ekstremisme, serta tidak membuat Amerika lebih aman.
Jadi apa yang harus dilakukan oleh pemerintah baru AS untuk memulai pengembalian orang-orang hilang di Pakistan, sekaligus memajukan kepentingan-kepentingan jangka pendek dan panjangnya di wilayah tersebut?
Pertama, pemerintahan baru harus berhenti mengadopsi kebijakan pemerintahan Bush yang menjebak orang dalam ketidak pastian hukum, serta mendorong Pakistan untuk melakukan hal serupa. Harus ada penyelidikan gabungan terhadap orang-orang hilang Pakistan yang dipimpin oleh para pembuat kebijakan di Amerika dan Pakistan. Selain itu, perlu dibuat mekanisme tertentu untuk segera membebaskan orang-orang yang berada dalam tahanan Amerika dan Pakistan yang tidak didakwa melakukan kejahatan.
Kedua, seruan Amerika pada Pakistan untuk memperbarui badan-badan intelijennya harus diletakkan dalam konteks isu orang hilang tersebut. Ini akan memperoleh dukungan luas dari rakyat Pakistan. Dukungan ini akan memungkinkan pemerintahan sipil saat ini untuk mengontrol bada-badan intelijen atas nama kepentingan rakyat. Dukungan pihak swasta dan negara Amerika dapat memberdayakan pemerintah sipil Pakistan untuk menghadapi badan-badan intelijennya sendiri. Melalui proses ini pemerintah Pakistan diharapkan bisa memulai proses reformasi lembaga intelejen, dan pada akhirnya membawa mereka berada di bawah kendali sipil.
Pemerintahan AS dan Pakistan juga harus mengeluarkan pernyataan bersama yang menyatakan bahwa penyerahan buronan di masa yang akan datang akan diatur oleh proses ekstradisi formal yang berlaku di Pakistan. Aturan ini menyatakan bahwa pengadilan Pakistan harus menyidangkan terdakwa atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya sebelum pemerintah memutuskan untuk menyerahkan orang tersebut untuk diekstradisi atau tidak. Memperlihatkan sikap hormat terhadap hukum yang berlaku Pakistan akan mengembalikan kepercayaan rakyat Pakistan pada lembaga hukum dan juga menunjukkan komitmen Amerika untuk memperkuat lembaga-lembaga negara di Pakistan.
Akhirnya, jika RUU Biden-Lugar di Amerika (yang memberi wewenang bantuan tahunan non-militer kepada Pakistan senilai $1,5 miliar selama sepuluh tahun) menjadi undang-undang, sebagian dana tersebut bisa diberikan kepada organisasi-organisasi lokal di Pakistan yang bekerja dalam isu-isu hak asasi manusia, khususnya mereka yang berjuang untuk mengembalikan orang-orang hilang di Pakistan. Dana lain bisa dialokasikan bagi para keluarga tahanan yang disekap secara ilegal.
Saat ini adalah momen penting untuk menegakkan supremasi hukum di Pakistan dan memperbaiki hubungan AS dengan masyarakat Pakistan. Menyelesaikan isu orang hilang akan mewujudkannya, sekaligus membangun kemampuan Pakistan untuk membasmi ekstremisme dalam jangka panjang.
###
* Mehlaqa Samdani adalah seorang konsultan di AS yang meneliti hubungan AS-Pakistan. Artikel ini disebarluaskan oleh Kantor Berita Common Ground (CGNews) dengan izin dari Daily Times, Pakistan.
Sumber: Daily Times, Pakistan 8 Januari 2009, www.dailytimes.com.pk
Telah memperoleh hak cipta.
Kembali ke atas
Layanan ini merupakan prakarsa nirlaba Search for Common Ground, sebuah lembaga swadaya masyarakat (NGO), yang bermarkas di Washington dan Brussels, yang misinya adalah untuk mengubah cara dunia menangani konflik - menjauhi konfrontasi penuh permusuhan menuju penyelesaian dengan kerja sama.
Home »
berita
» Berita Common Ground : Pidato Pelantikan Imajiner Obama untuk Rakyat Palestina dan Israel
Berita Common Ground : Pidato Pelantikan Imajiner Obama untuk Rakyat Palestina dan Israel
Written By gusdurian on Sabtu, 17 Januari 2009 | 13.04
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar