BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Apa Kabar,Senayan?

Apa Kabar,Senayan?

Written By gusdurian on Jumat, 23 Januari 2009 | 10.35

ANDAIKAN Gedung Wakil Rakyat di Senayan bisa bicara, memberikan kesaksian seputar perilaku anggota DPR dari tahun ke tahun, pasti seru dan sangat menarik disimak.


Ada yang mengagumkan,menjengkelkan, konyol,keji, terpuji, pemberani, penakut, munafik, patriotik, pecundang, cerdas, kurang cerdas,dan segala macam sifat serta perilaku mereka. Kecuali para sejarawan dan pengamat politik,rakyat pada umumnya sudah lupa dan kurang peduli terhadap berbagai peristiwa penting yang terjadi di Senayan.

Kesan yang mungkin masih teringat bagi masyarakat umum,semasa Presiden Soeharto suasana Senayan adem-adem saja. Ucapanucapan khas Pak Harto dalam pidatonya yang berbau Jawa serta senyumnya yang kebapakan pasti masih diingat banyak orang.

Orang bilang, semua persidangan di DPR hanya untuk menyatakan persetujuan terhadap seluruh rancangan yang sudah direstui Pak Harto,sehingga secara formal tata cara dan ritual berdemokrasi di sebuah negara republik terlaksana.

Setelah Pak Harto lengser,warna dan suasana Senayan banyak sekali mengalami perubahan,baik dalam kemajuan maupun kemunduran.Dulu proses rekrutmen anggota DPR lebih bersifat top-down yang secara formal tentu berseberangan dengan prinsip demokrasi.

Namun secara kualitas, pihak penguasa dan pimpinan partai politik (parpol) mempunyai peluang besar untuk memilih dan menjaring wakil rakyat yang berkualitas. Secara fungsional-substansial, produk wakil rakyat melalui pilihan rakyat langsung dan murni tidak selalu baik hasilnya, terlebih jika rakyat miskin dan pendidikannya rendah.

Sekarang,ketika proses penjaringan wakil rakyat benarbenar bebas berdasarkan selera rakyat melalui mekanisme pemilu legislatif, mereka yang terpilih adakalanya jadi aneh-aneh, beragam, dan ada yang lucu-lucu, ada yang hebat, ada pula yang menyebalkan.

Padahal mereka memiliki kewenangan besar untuk mengantarkan perjalanan bangsa ini ke depan, melalui otoritas sebagai pembuat undangundang (UU),pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, dan menyusun anggaran belanja pembangunan.

Jadi,bayangkan saja,bagaimana repotnya eksekutif dan kacaunya kehidupan berbangsa ke depan andaikan mereka yang duduk sebagai wakil rakyat tidak menguasai ilmu hukum,teori,dan seluk-beluk negara modern, serta perencanaan pembangunan dalam berbagai bidang.Inilah salah satu cacat bawaan demokrasi,apa yang dihasilkan rakyat banyak tidak selalu merupakan putra terbaiknya.

Demokrasi ibarat benih dan bibit unggul,memerlukan persyaratan yang juga unggul. Lahan tanahnya untuk tumbuh juga harus baik dan subur. Dalam hal ini,tingkat pendidikan rakyat yang tinggi, ekonomi berkecukupan,dan tradisi taat hukum merupakan syarat bagi tumbuh subur dan sehatnya demokrasi.

Disayangkan, persyaratan tadi masih sangat kurang di Indonesia, sehingga pohon demokrasi tidak menghasilkan buahnya yang bagus. Ibarat pohon, daun dan buahnya banyak dimakan ulat.Tanahnya pun gersang,kurang subur,sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara ini tidak kokoh, keropos,dan sama sekali negara ini tidak disegani masyarakat dunia.

Suasana politik yang selalu meneriakkan demokrasi, yang dikejar hanya kebebasannya. ”Sekali bebas, bebas sekali”. Di samping faktor integritas,diperlukan banyak persyaratan keilmuan yang mesti dikuasai oleh wakil rakyat. Misalnya ilmu pengetahuan mengenai teori negara modern, pengetahuan di bidang hukum dan perundang-undangan, termasuk hukum laut, udara, dan internasional.

Tak kalah pentingnya juga pengetahuan yang mendalam di bidang pendidikan, ekonomi, dan bidang lain yang strategis, yang menjadi penopang kehidupan berbangsa dalam pergaulan dunia yang sangat dinamis ini. Di kampus-kampus terkemuka sesungguhnya banyak ahli dalam berbagai bidang tersebut.

Tetapi lagi-lagi sangat disayangkan,banyak kaum profesional dan ilmuwan andal tidak terkondisikan untuk mengabdikan ilmu dan pengalamannya di Senayan. Malah banyak anggota DPR yang merangkap jadi mahasiswa.

Kalau saja sekelompok ilmuwan dan profesional andal diberi peluang secara bergantian menyumbangkan ilmu,tenaga,dan umurnya duduk di Senayan, pasti akan lebih berbobot ketimbang kursi yang terhormat itu diisi oleh mereka yang rekam jejak dan prestasi sosial-intelektualnya tidak jelas.

Banyak kendala soal ini,salah satunya UU Politik yang mempersulit posisi dan pilihan para dosen yang kebetulan berstatus pegawai negeri untuk jadi wakil rakyat,kecuali mesti keluar dari status itu. Kalau saja terbuka peluang cuti di luar tanggungan negara, misalnya, pasti banyak yang terpanggil.

Belum lagi mesti ”bayar tiket”ke parpol dan mengeluarkan dana kampanye. Maka semakin sulit menjaring mereka. Sekali lagi,tugas dan peran DPR sangat besar bagi penyelamatan dan pengembangan bangsa ini ke depan. Juga untuk membangun tradisi dan kualitas politik serta demokrasi yang sehat.

Tapi apa jadinya kalau ternyata mereka yang duduk di Senayan sebagian tidak jelas rekam jejaknya. Tidak meyakinkan kualitas kesarjanaan dan intelektualnya. Lebih susah lagi kalau integritasnya rapuh. Lalu motif utamanya menjadi anggota legislatif tak lebih sebagai pencaharian untuk mencari keuntungan materi sembaribergaya sokkuasadansok hebat di hadapan eksekutif.

Di antara mereka, kalau mengkritik eksekutif tidak jelas substansi kritiknya, tetapi kalau ditanya balik alternatif solusinya tidak bisa menjelaskan dengan baik. Bahkan akhir-akhir ini kalau sidang lebih banyak kursi yang kosong, katanya ada tugas-tugas lain yang berbarengan.

Apa pun alasannya,teman-teman yang berada di Senayan mesti bisa membangun kepercayaan publik dengan produk undangundang yang bermutu, visioner, dan workable. Mereka itu ibarat desainer dan penjahit baju untuk dipakai oleh pemerintah. Apa jadinya kalau hasil jahitannya tidak pas dan tidak enak dipakai? Ada beberapa produk undang-undang yang ketika diterapkan justru menjerat pembangunan.

Contohnya adalah UU Perburuhan yang dinilai malah menghambat para investor. Mestinya sekretariat DPR dan LSM pemantau demokrasi menerbitkan profil semua anggota DPR.Disajikan datanya, dari riwayat pendidikan, pekerjaan,keluarga,prestasi, kekayaan, dan berbagai sepak terjang dalam masyarakat, sehingga rakyat yang diwakili betul-betul tahu siapa mereka itu.

Kemudian pihak Senayan juga membuka akses selebar-lebarnya bagi rakyat untuk tahu kinerja mereka. Bahkan sebaiknya malah membuat laporan kegiatan berkala dan berbagai problem serta kemajuan yang dicapai, sebagai pertanggungjawaban publik dan pendidikan politik bagi rakyat.

Sekarang ini pemda sebaiknya menerbitkan data lengkapsiapa-siapasajaputra daerah yang hendak maju jadi anggota legislatif,kemudian data itu dibuka dan disebarkan ke publik agar tidak salah pilih. Kalau saja dari sejak awal sudah ada proses seleksi yang bagus,semoga yang nantinya lolos ke Senayan benarbenar putra-putri terbaik bangsa ini,terlepas etnis,agama, dan status sosialnya.Kalau nantinya ternyata kualitas anggota DPR tidak bagus, sesungguhnya rakyat sebagai pemilih ikut menanggung dosa politik.

Namun pembuat undang-undang juga ikut salah. Ke depan,semua aturan, mekanisme,dan kultur pemilu yang tidak menjanjikan perubahan dan perbaikan bangsa perlu diperbaiki.(*)

PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT
REKTOR UIN SYARIF
HIDAYATULLAH


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/207211/38/
Share this article :

0 komentar: