BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Sholeh, caleg dari PDI-P dicoret ketika mengajukan permohonan uji materi ke MK

Sholeh, caleg dari PDI-P dicoret ketika mengajukan permohonan uji materi ke MK

Written By gusdurian on Selasa, 30 Desember 2008 | 10.32

Tak Ada Lagi Durian NomplokMahkamah Konstitusi mengakhiri dominasi partai politik dalammenentukan pemenang kursi parlemen. Kini calon legislator peraih suaraterbanyak otomatis melenggang ke Senayan.SEMULA Jarot Doso Purwanto, 39 tahun, tak berminat jadi anggota DewanPerwakilan Rakyat. Dia tak yakin berkarier di jalur politikmenjanjikan masa depan cemerlang. ”Apalagi regenerasi di partai-partaimasih bermasalah,” katanya. Dia cukup puas menjadi anggota staf ahliAria Bima dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di lembagalegislatif sambil menyelesaikan studi S-2 di Program Pascasarjana IlmuPolitik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.Tapi dia mengangguk juga ketika ditawari formulir calon legislatordari PDI Perjuangan dua bulan lalu. ”Untuk investasi politik saja,”kata Jarot, tertawa. Dia kebagian nomor urut tujuh dari delapan calondi daerah pemilihan Jawa Tengah IV, yang meliputi wilayah KabupatenSragen. Bertengger di urutan pertama: Wakil Sekretaris Jenderal PDIPerjuangan Mangara Siahaan.Saking tak seriusnya mencalonkan diri, Jarot tak punya jadwal khususberkunjung ke Sragen meski dia lahir di kota itu. Dia pun hanya relamerogoh kocek Rp 5 juta untuk membeli bendera dan spanduk alakadarnya. ”Saya ogah kampanye. Sudah duit tak punya, peluang menangnyaris tidak ada,” katanya. Pada Pemilihan Umum 2004, PDI Perjuanganhanya meraih tiga kursi di daerah pemilihan itu. Artinya, di ataskertas, Jarot, yang posisinya bertengger satu nomor dari bawah, sudahkalah sebelum perang. ”Kalaupun saya nanti mendapat suara terbanyak,yang mendapat durian nomplok ya mereka yang bercokol di nomor atas,”ujarnya.Tapi semua berubah sejak Selasa pekan lalu. Mahkamah Konstitusimembatalkan aturan soal penentuan pemenang kursi Dewan PerwakilanRakyat berdasarkan nomor urut calon seperti diatur Pasal 214 Undang-
Undang Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2008. Dengan kata lain, dominasipartai dalam menentukan siapa calon yang berhak mendapat nomor pecikini dikebiri.Walhasil, Jarot kini punya peluang. Sejumlah kolega segera dia hubungiuntuk menjadi anggota tim sukses di luar struktur pengurus partai.Fulus cadangan pun dicari dari kanan-kiri. ”Saya yakin menang. Kan,saya putra daerah,” katanya.l l lKETUA Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud Md. menyimak satu demi satupaparan para hakim konstitusi yang duduk di meja bundar ruang rapatMahkamah, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Awal pekan lalu,mereka berkumpul untuk memutuskan sikap atas permohonan pembatalan duapasal dalam Undang-Undang Pemilihan Umum. Bergiliran, Akil Muchtar,Arsyad Sanusi, Abdul Mukthie Fajar, Maria Farida Indrati, AchmadSodikin, Maruarar Sirait, dan Muhammad Alim menyampaikan pandangannya.”Dari tujuh hakim itu, enam orang setuju pasal itu dicabut. Hanya IbuMaria yang menolak,” kata Mahfud saat ditemui Tempo di kediamannya,akhir pekan lalu. Maria Farida menolak karena menilai sistem suaraterbanyak bertentangan dengan upaya afirmatif untuk menambah jumlahperempuan di parlemen. Mahfud sendiri mendapat giliran bicaraterakhir. ”Saya ikut yang banyak saja,” katanya bercanda.Menurut Mahfud, para hakim konstitusi menafsirkan undang-undang dasardari berbagai perspektif. Ada yang menilai suatu pasal dari sejarahperdebatan pada saat perumusannya, ada yang menilai dari aspek bahasahukumnya, ada yang dari sudut pandang sosiologis, filosofis, sampainiat awal para perumus konstitusi. ”Setiap hakim punya pegangan mazhabpenafsiran sendiri dalam memutuskan suatu perkara,” kata Mahfud.Untuk perkara uji materi Undang-Undang Pemilihan Umum ini,pertimbangan utama para hakim adalah soal kedaulatan rakyat dankeadilan di mata hukum. ”Dalam pemilihan orang, tentu yang seharusnya
menang adalah orang yang mendapat suara terbanyak,” kata Mahfud.Meski begitu, guru besar ilmu tata negara di Universitas IslamIndonesia, Yogyakarta, ini tak membantah bahwa sejak dulu dia memangpendukung sistem distrik murni. ”Sewaktu masih menjadi dosen, sayabanyak menulis buku dan artikel mendukung penerapan sistem distrikdalam pemilihan umum,” katanya.Pengalaman pribadinya sebagai anggota parlemen dari Partai KebangkitanBangsa ikut berpengaruh. Mahfud membantah putusan itu diambil karenapengaruh partai-partai yang sebelumnya sudah menerapkan suaraterbanyak, seperti Golkar, Partai Amanat Nasional, dan PartaiDemokrat. ”Itu fitnah,” katanya. Meski dekat dengan bekas koleganya diSenayan, Mahfud menegaskan tak satu pun pengurus partai menghubunginyasebelum keputusan Mahkamah diambil pekan lalu. ”Kalau ada yang mencobamenekan saya, saya pasti teriak,” katanya. ”Saya kan orangnya ceplas-ceplos.”l l lKETIKA hakim mengetukkan palu di akhir sidang uji materi Undang-UndangPemilihan Umum, Muhammad Sholeh langsung menangis. ”Saya lega sekali,”katanya pekan lalu. Sholeh adalah aktivis PDI Perjuangan di Surabaya.Dia salah satu pemohon uji materi Undang-Undang Pemilihan Umum diMahkamah Konstitusi. Tiga lainnya adalah Sutjipto dan Septi Notariana(calon anggota Dewan dari Partai Demokrat) serta Jose Dima Satria(pemilih).Sepanjang pekan lalu, ratusan pesan pendek pujian dan ucapan terimakasih tak henti-hentinya masuk ke telepon seluler Sholeh. ”Pengirimnyasebagian besar adalah calon legislator yang mendapat nomor sepatu,”katanya, tersenyum. ”Calon nomor sepatu” adalah istilah untuk calonlegislator nomor urut bawah.Sholeh sendiri hanya nomor tujuh pada daftar calon anggota DewanPerwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur dari PDI Perjuangan untuk daerahpemilihan Surabaya dan Sidoarjo. Ketika dia mengajukan permohonan uji
materi ke Mahkamah, namanya dicoret dari daftar calon PDI Perjuangan.Selama persidangan di Ibu Kota, Sholeh pulang-pergi Surabaya-Jakartadengan biaya sendiri. Materi persidangan pun dia siapkan sendiri.Sholeh adalah mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik di Surabaya. Pada1996, dia dipenjarakan di Lembaga Pemasyarakatan Kalisosok, Surabaya,setelah mengorganisasi demonstrasi buruh. Ketika Presiden BacharuddinJusuf Habibie membebaskan semua tahanan politik pada Juli 1998, Sholehikut bebas. ”Waktu itu saya juga menangis,” kata Sholeh.Rizal Dharma Putra, 41 tahun, calon legislator dari Partai KeadilanSejahtera untuk wilayah Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, termasukpengirim pesan pendek ke telepon Sholeh. ”Saya menghargai perjuanganAnda. Vox populi vox dei,” tulisnya.Di daerah pemilihannya, Rizal mendapat nomor sepuluh. Namun kini putrapolitikus Partai Keadilan Sejahtera, Suripto, itu yakin bisa lolos keSenayan. Jaringannya cukup mengakar di sana. Maklum, kakeknya mantanBupati Cirebon. ”Tadinya, saya hanya menyiapkan Rp 20 juta untukkampanye,” katanya. ”Sekarang saya sedang mencari donatur tambahan,”ujarnya terus terang.Calon Partai Keadilan Sejahtera dengan nomor urut pertama di daerahtersebut adalah Machfudz Siddiq, ketua fraksi partai itu di parlemensaat ini. Machfudz mengaku seluruh strategi kampanyenya sekarangberubah. ”Saya harus lebih sering turun ke bawah,” katanya. Untung,Machfudz sudah menyiapkan Rp 500-600 juta untuk kampanye.Machfudz tak menutup kemungkinan ada instruksi dari pemimpin partaiagar konstituen partainya memilih calon legislator nomor kecil saja.Pertimbangannya, kata dia, partai sudah menyaring kemampuan semuacalon dan menempatkan mereka yang terbaik di nomor atas. ”Sekarangpeluang mereka jadi mengecil,” katanya.Wahyu Dhyatmika, Akbar Tri Kurniawan (Jakarta), Kukuh Setyo Wibowo
(Surabaya)http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/12/29/NAS/mbm.20081229.NAS129120.id.html
Share this article :

0 komentar: