BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Otonomi Pangan dan Desentralisasi Komoditas

Otonomi Pangan dan Desentralisasi Komoditas

Written By gusdurian on Jumat, 04 Mei 2012 | 22.10

Oleh: Indra Yudhika Indra Yudhika Zulmi Mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Otonomi pangan dan desentralisasi komoditas dengan perangkat kewenangan secara otonom akan mampu menjamin ketersediaan pangan suatu daerah. Perangkat kelembagaan masyarakat juga efektif dalam mengawasi kelestarian lingkungan." TIGA isu yang menjadi sorotan dunia saat ini ialah pangan, energi, dan kelestarian lingkungan. Ketiga isu tersebut menyangkut kelangsungan hidup manusia. Isu itu menjadi kompleks karena bersinggungan satu sama lain, tarikmenarik, dan berada pada satu titik tumpu, yaitu pertanian. Oleh karena itu, sebuah strategi yang tepat, menyeluruh, dan berkelanjutan diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan pangan. Tantangan dan persoalan pangan tidak hanya bertumpu pada orientasi fisik, penyediaan, dan harga pasar, tetapi juga terkait dengan nilai-nilai budaya, sosiologis, dan karakteristik masyarakat suatu daerah. Secara nasional, kebijakan sen tralistis mungkin akan berhasil terhadap suatu pencapaian, tetapi belum tentu pada tingkat daerah. Pada 1984, saat Indonesia mencapai swasembada beras, apakah juga diikuti swasembada beras di seluruh pelosok Tanah Air? Bagaimana ketersediaan komoditas lain? Apakah pencapaian tersebut berkelanjutan? Suatu hal yang pasti, pencapai an tersebut menyebabkan degradasi lahan yang masih kita rasakan hingga saat ini. Mengapa otonomi? Otonomi pangan merupakan kewenangan daerah untuk menentukan kebijakan strategis terkait dengan persoalan pangan di daerah administratifnya. Kebijakan tersebut mencakup kualitas, ketersedia an, distribusi, serta nilai-nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat, yaitu karakteristik dan perilaku konk sumsi pangan. Daerah otonom s pangan idealnya merupakan suatu daerah yang mampu memproduksi, mengolah, dan memasarkan pangan berkualitas serta sesuai dengan karakteristik dan perilaku konsumsi pangan masyarakat dalam satu wilayah administratif. Otonomi pangan setidaknya memiliki empat kelebihan. Pertama, berbasis sumber daya lokal yang tahan krisis ekonomi. Fluktuasi perekonomian global yang sulit diprediksi menyebabkan ketidakpastian harga pangan. Dengan begitu, harga pangan tidak hanya dipengaruhi biaya produksi, tetapi juga dipengaruhi kurs mata uang, kebijakan fiskal dan moneter, hubungan luar negeri, dsb. Begitu banyak variabel yang sulit diprediksi akan menyebabkan ketersedia an dan harga pangan rentan krisis ekonomi. Kedua, memperpendek rantai perdagangan. Faktor utama tingginya harga pangan dalam negeri jika dibandingkan dengan pangan impor ialah rantai perdagangan yang panjang. Penguasaan lahan, infrastruktur, teknologi, kontinuitas, dan produksi yang relatif rendah dari petani lokal menjadi ladang subur bagi rentenir dan pengepul untuk meraup keuntungan. Otonomi pangan dengan cakupan pemasaran yang relatif sempit (dalam satu kabupaten/kota atau provinsi) dapat memperpendek rantai tersebut. Ketiga, menggerakkan dan memperkukuh perekonomian lokal. Harga yang terjangkau karena rantai perdagangan pendek akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada gilirannya memperkukuh stabilitas perekonomian nasional. Keempat, memperkuat kelembagaan masyarakat. Teritori yang sempit dan kedekatan masyarakat menjadi modal sosial yang baik untuk perkembangan kelembagaan masyarakat, seperti kelembagaan petani, nelayan, buruh, dan pedagang. Masyarakat yang terlembagakan dengan baik dapat menjalankan fungsi controlling dan supporting terhadap sistem ketahanan pangan. Desentralisasi komoditas Kemandirian pangan daerah sangat bersifat spesifik. Hal itu karena kemampuan dan ketersediaan sumber daya yang berbeda di setiap daerah. Kebijakan sentralisasi komoditas menyebabkan permasalahan ekologis, sosial-ekonomi, dan cultural shock di tingkat daerah. Keragaman daerah melahirkan perbedaan karakteristik dan besaran persoalan pangan yang ada. Pemerintah daerah perlu diberi kewenangan untuk menentukan komoditas unggulan daerahnya. Desentralisasi komoditas memiliki tiga kelebihan. Pertama, terkait dengan akseptabilitas masyarakat. Komoditas pangan daerah tidak lahir begitu saja. Itu merupakan sebuah konsensus masyarakat yang telah terbangun sejak lama. Modal sosial seperti ini akan membentengi pasar-pasar lokal dari serbuan pangan impor. Kedua, kelestarian ekologis. Pihak yang pertama dirugikan kerusakan ekologi adalah masyarakat yang mendiami daerah tersebut. Dalam dinamika dan perkembangan interaksinya dengan lingkungan, manusia menemukan tata cara yang tepat untuk memproduksi pangan di suatu daerah. Oleh karena itu, produksi pangan dengan kearifan lokal daerah lebih menjaga kelestari an ekologis. Ketiga, komoditas pangan unggulan daerah menjadi aset suatu daerah. Saat ini komoditas pangan adalah komoditas ekonomi. Pangan unggulan daerah dapat menjadi sarana promosi dan pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan daerah. Otonomi pangan dan desentralisasi komoditas dengan perangkat kewenangan secara otonom akan mampu menjamin ketersediaan pangan suatu daerah. Perangkat kelembagaan masyarakat juga efektif dalam mengawasi kelestarian lingkungan. Jika sewaktu-waktu terjadi krisis pangan, pemerintah daerah dapat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan infrastruktur untuk mengatasi krisis tersebut secepat mungkin. Hal-hal yang perlu diperhatikan pemerintah pusat antara lain pengawasan terhadap harga pangan pokok. Ketersediaan sumber daya, bencana, serangan hama, dsb dapat menyebabkan disparitas harga pangan antardaerah, yang jika dibiarkan akan mengganggu ketersediaan pangan. http://pmlseaepaper.pressmart.com/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2012/05/05/ArticleHtmls/Otonomi-Pangan-dan-Desentralisasi-Komoditas-05052012025013.shtml?Mode=1
Share this article :

0 komentar: