BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Ketika Api Melanda Powerhouse

Ketika Api Melanda Powerhouse

Written By gusdurian on Senin, 11 April 2011 | 15.33

Wajah-wajah letih masih tergambar di raut insan Pertamina, tak lama setelah berhasil memadamkan api di Tangki No 31 T 7 Cilacap. Selasa (5/4) pagi itu mereka sudah bergegas pulang.


Konferensi pers sudah diberikan. Namun, itu tak berlangsung lama. Angin dan hujan membuyarkan tumpukan foam yang mengubur api. Seperti mendapatkan oksigen, perlahan api naik kembali,dan semua orang tampak panik. Bukanlah powerhouse kalau sumber daya manusia (SDM)- nya mudah menyerah. Meski CEO-nya bukan ”orang dalam”, insan Pertamina dapat diibaratkan sebagai Mahasiswa UI, IPB, ITB, atau UGM, yang dipilih secara khusus. Motonya, seperti yang terbaca di Kampus IPB: ”Mencari dan Memberikan yang Terbaik!” Kalau tentara, mereka adalah pasukan komando. Otak saja tak cukup membuat mereka diterima di Pertamina. Hal ini pernah saya ulas dalam buku saya yang berjudul Powerhouse.

Powerhouse adalah lokomotif ekonomi suatu bangsa. DNA-nya bertulang besar,menjadi icon,dan ber-DNA Alpha. Dalam mitologi Yunani, alpha adalah ”The first of everything”. Ia menempati urutan pertama dalam abjad. Tak heran kalau setiap bangsa berlomba-lomba membangun setidaknya satu powerhouse. Korea Selatan di bawah Jenderal Park Chung-hee pernah membidani delapan lokomotif yang disebut chaebol (konglomerat). Berkat chaebol itulah ekonomi Korea bergerak ke segala arah,mulai dari banking sampai automotif.Namun, begitu terkena virus, powerhouse menjadi beban negara. Malaysia juga jatuh bangun dengan Khazanah,Axiata, dan Petronas. Jepang sudah lebih dulu membangun puncak-puncak Gunung Fuji yang menyembul ke atas cakrawala.Toyota, Suzuki,Yamaha sampai Sumitomo, dan Mitsui.

Mereka semua belajar dari Amerika Serikat yang menguasai dunia melalui Exxon, McD, Boeing, Microsoft, GM, Apple, dan P&G. Apa yang membuat powerhouse berjaya? Jawabnya: Semua kekuatan harus berada dalam one team,one spirit.Lihat saja bagaimana negara-negara maju itu mati-matian membela powerhouse-nya kendati digerogoti dan dicaci maki para politisi yang marah-marah karena proyek-proyek pribadinya gagal menembus dinding-dinding sistem yang dibangun profesional powerhouse. Maka menarik disimak bagaimana sikap para politisi saat powerhouse bangsanya menghadapi musibah.Apakah mereka membantu mengirim foam penyejuk untuk mematikan api atau justru mengirim badai agar api kembali bertiup dan terbakarlah seluruh kilang?

One Spirit

Prinsip one spirit ada di sejumlah anggota Dewan yang prihatin. Tetapi, yang lain bersikap sebaliknya. Sejak tag line Pertamina yang bunyinya: ”Pertamina Untung–Bangsa Untung”,sikap negatif mereka sudah jelas.Tag line itu mereka hina. Lalu ketika pembersihan dilakukan Pertamina di depot logistiknya di Cakung, sampai terjadi kebakaran di sana dan ketika sistem pengendalian komputernya down, mereka juga menertawakan Pertamina.

Direksi yang lama mereka kritik, penggantinya pun ditertawakan. Setiap ada kejadian mereka ingin buru-buru mengatakan : Ganti saja lagi. Ganti lagi,dan ganti lagi. Beda benar sikap politisi kita dengan para politisi di negeri-negeri powerhouse yang berjaya. Di sana, mereka berkelahi di Parlemen. Meski begitu, powerhouse-nya terganggu dan dapat mengakibatkan daya saing bangsanya terkalahkan, mereka semua bersekutu.Right or wrong is my country. Saat Perdana Menteri Jepang bersusah payah memimpin operasi untuk mengendalikan pembangkit tenaga nuklirnya yang terhempas badai tsunami bahkan tak ada orang yang menuntutnya mundur. Bencana,kata orang-orang pintar, adalah force majeure.

Bukan kehendak manusia. Jadi, itu bukanlah saatnya untuk berkelahi, apalagi saling menuding dan melemahkan. Kata orang Jepang, itulah gambaru atau gambatee. Come on! You can!Ayo bekerja lebih keras lagi. Dengan prinsip ”One spirit– One team” kita saksikan powerhouse– powerhouse baru bermunculan di berbagai penjuru dunia. Australia kini dikendalikan delapan powerhousenya mulai dari BHP Biliton (Melbourne), West Farmers (Perth), Woolworth (Bellavista), sampaiANZ (Dockland). India juga dipimpin delapan powerhouse: Indian Oil (New Delhi), Reliance, Tata Steel (Mumbai) sampai Oil & gas Natural (Dehradun). Singapura memiliki dua: Flextronics International dan Wilmar International. Hal serupa dilakukan dua negara eks komunis yang bergabung ke market-economy, Rusia dan China.

Rusia mendongkrak kemajuan perekonomiannya dengan Gazprom, Lukoil, Rosneft Oil, Sberbank, TNK–BP, dan Sistema.Semuanya berpusat di Moskow. Di China lokomotif-lokomotif ekonomi besar disebar di sejumlah provinsi. Mulainya hanya delapan, lalu menjadi 12, 20, dan sekarang China memiliki lebih dari 50 powerhouse: Sinopec, State Grid, China Life Insurance (Beijing), Dongfeng Motor (Wuhan),Baosteel Group (Shanghai), Huawei (Shen Zhen), Jiangsu (Zhanjiagang), dan Wuhan Iron (Wuhan). Sulit sekali suatu bangsa keluar dari belenggu hierarki dan otoritarianisme memasuki prinsip one team-one spirit ini. Masa lalu yang kental dengan kekuasaan membuat raguragu memasuki medan pasar yang terbuka, kompetitif, dan serbatransparan.

Saling mengejek dan takut tertinggal membuat kehilangan percaya diri dan berebut peran. Prinsip one spirit prasyarat mutlak untuk memiliki powerhouse. Kita tentu tidak bisa membangun kekuatan hanya melalui 52,7 juta usaha mikro. Kita perlu lokomotif dengan prinsip huruf ”X”: Di bagian atas,kekuatan berhenti di satu titik (komisaris utama) yang berpengetahuan dan profesional. Sementara kekuatan manajerialnya bertumpu pada CEO. Kita memerlukan perusahaan- perusahaan yang fleksibel dan lincah bergerak. Tetapi, kita juga butuh perusahaan- perusahaan besar untuk menghasilkan produk-produk berkualitas global dengan jelajah eksplorasi yang luas.

Untuk semua itu diperlukan SDM dan politisi-politisi berkelas dunia. Coba tengok betapa mengagumkannya Wal-Mart yang menampung lebih 3 juta pekerja, sebagian besar lansia. China Petroleum mempekerjakan hampir 2 juta pegawai.Kalau kita bersungguh-sungguh, Pertamina, Telkom, Astra, RGE, Adaro, dan Sinar Mas berpotensi menjadi lokomotif.

Politisi Kelas Dunia

Sekali lagi,prinsip one spirit harus ada di semua lini. Percuma memiliki SDM kelas dunia kalau politisi-politisinya hanya kelas kampung yang bekerja dengan amarah. Politisi kelas dunia adalah politisi berwawasan global, bepergian ke luar negeri bukan melulu atas biaya dinas, berbahasa asing dengan baik sehingga tidak memalukan saat ke luar negeri. Namun, lebih dari itu, berpengetahuan yang memadai dan bekerja dengan etika. Bukan asal bicara, apalagi bicara bila kepentingannya terganggu. Politisi berkelas dunia bekerja bukan demi kantongnya sendiri, melainkan demi keunggulan daya saing bangsanya.

Mengapa kita memerlukan politisi kelas dunia? Sebab merekalah yang mengatur anggaran dan membuat peraturan. Mereka juga yang berbicara dan menjadi pengawas pembangunan. Sekarang lihatlah sinyal-sinyal yang menunjukkan perlawanan rakyat terhadap politisi. Minggu lalu, orang-orang yang kursinya ”disambar” seorang politisi di atas pesawat Lion, ramai-ramai mengeluarkannya dari pesawat. Mereka bukan cuma mengusir dan melawan secara tegas, melainkan juga meng-entertain-nya lewat perbincangan pendek di jejaring media sosial.

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/391586/
Share this article :

0 komentar: