BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Otak-Aatik Perburuan Indosiar

Otak-Aatik Perburuan Indosiar

Written By gusdurian on Senin, 21 Maret 2011 | 12.44

AKSI KORPORASI


SELAMA dua jam, sebelas orang meriung mengelilingi meja panjang di ruang rapat Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika di lantai enam, gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin pekan lalu.

Para pejabat Kementerian Komunikasi, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) itu membahas rencana PT Elang Mahkota Teknologi mengakuisisi saham PT Indosiar Karya Mandiri.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Syukri Batubara, pemimpin rapat, mengatakan ketiga lembaga itu belum mengambil kesimpulan terhadap rencana aksi korporasi Elang Mahkota. "Kami baru sebatas menyampaikan pendapat masing-masing," katanya kepada Tempo.

Indosiar Karya merupakan induk perusahaan PT Indosiar Visual Mandiri, pemilik stasiun televisi Indosiar. Adapun Elang Mahkota induk usaha PT Surya Citra Media, pemilik stasiun televisi SCTV. Dalam sebulan terakhir, rencana Elang Mahkota mengakuisisi 27,2 persen saham Indosiar Karya milik PT Prima Visualindo jadi gunjingan publik, bahkan menimbulkan pro-kontra.

Semula, Elang Mahkota akan merger dengan Indosiar Karya. Keduanya sudah melaporkan rencana merger kepada otoritas Bursa Efek Indonesia pada 21 Februari. Mereka juga sudah menjelaskan rencana penggabungan usaha ini ke Komisi Penyiaran. Tapi, pada 1 Maret, rencana aksi korporasi diubah. Elang Mahkota akan mengambil alih saham Indosiar Karya milik Prima Visualindo (perusahaan yang dikendalikan keluarga Liem Sioe Liong).
l l l

RENCANA merger Indosiar dengan SCTV sudah disiapkan empat tahun silam. Menurut sumber Tempo, konsolidasi Indosiar dan SCTV ada kaitannya dengan transaksi antara keluarga Liem dan keluarga Sariaatmadja. PT PP London Sumatera (Lonsum), perusahaan perkebunan milik Sariaatmadja, dibeli oleh perusahaan perkebunan milik Liem. Adapun Indosiar akan dikonsolidasi dengan Surya Citra�yang dikendalikan keluarga Sariaatmadja.

Pembelian Lonsum terealisasi pada akhir 2007. PT Indofood Sukses Makmur, milik Liem, mengakuisisi 56,4 persen saham Lonsum. Tapi transaksi Indosiar Karya dengan Surya Citra terkatung-katung. Sumber Tempo membisikkan, pada akhir 2008, Anthoni Salim, putra Liem, memanggil direksi Indosiar dan Komisaris Utama Indosiar Benny Santoso ke kantornya di lantai 19 di Gedung Indocement, Jakarta Pusat.

Siang itu Anthoni menanyakan persiapan merger Indosiar Karya dengan Surya Citra. Direksi Indosiar menyorongkan dua kajian hukum dari Hinca Panjaitan (LLQ Media Law Office) dan Profesor Priyatna Abdurrasyid. Kesimpulan dua advokat itu sama: merger dan/atau akuisisi Indosiar Karya dengan Surya Citra melanggar Undang-Undang Penyiaran 32/2002.

Anthoni terkejut akan kesimpulan pendapat hukum tersebut. Terpaksa ahli waris kerajaan bisnis Salim Group ini menunda rencana merger. "Status quo selama tiga tahun," tutur sang sumber. Benny enggan mengomentari pertemuan itu. "Maaf, saya no comment," katanya, pekan lalu. Direktur Utama Indosiar Handoko hanya mengatakan, "Saya mendukung merger atau akuisisi itu sepanjang dilakukan menurut peraturan perundang-undangan."

Pada akhir Desember tahun lalu, rencana ini dihidupkan lagi. Menurut sumber Tempo, pemicunya antara lain perselisihan Alfin Sariaatmadja, anak Eddy Sariaatmadja, dengan Manoj Punjabi, putra Dhamoo Punjabi, pemilik MD Entertainment. Manoj tak bersedia memperpanjang kontrak sinetron Cinta Fitri karena tawaran SCTV kurang menarik. Manoj beralasan, seharusnya tawaran baru lebih menarik karena enam episode Cinta Fitri sukses di SCTV.

Berdasarkan survei lembaga pemeringkat acara televisi dan media massa Nielsen, peringkat Cinta Fitri sangat tinggi dan menarik banyak iklan. MD Entertainment meneken kontrak dengan Indosiar. Cinta Fitri dan sinetron unggulan MD Entertainment pindah ke stasiun televisi berlogo ikan terbang itu. "Merger SCTV dan Indosiar kembali dibicarakan."

Manoj membenarkan Cinta Fitri dipindahkan ke Indosiar. "Kami kontrak jangka panjang," katanya. Namun dia membantah berselisih dengan Alfin. Ia juga menampik MD Entertainment pemicu baru merger Indosiar-SCTV. "Wah, tak mungkin. Siapalah kami ini?" ujarnya tertawa. Direktur Elang Mahkota dan Surya Citra, Fofo Sariaatma-dja, tak mau menanggapi. "Janganlah," ujarnya. Bantahan datang dari Direktur Elang Mahkota Titi Maria. "Akuisisi saham Indosiar bukan karena MD Entertainment," katanya kepada Tempo.

Keluarga Sariaatmadja dan Salim bergerak cepat. Pada 21 Februari lalu, komisaris Indosiar merilis surat dukungan merger Indosiar dengan Surya Citra. Rencana ini menarik perhatian Komisi Penyiaran Indonesia. Menurut sumber Tempo, dalam pertemuan dengan Komisi pada 24 Februari lalu, Fofo menjelaskan alasan merger adalah Indosiar meminta tolong. Indosiar punya utang hampir Rp 700 miliar dan programnya juga terpuruk.

Tapi, kata sumber ini, Komisi Penyiaran mengingatkan merger Indosiar Karya dengan Surya Citra atau Elang Teknologi bisa melanggar Undang-Undang Penyiaran. Sebab, nantinya Indosiar Karya hilang-akibat merger�dan hanya tersisa Elang Teknologi atau Surya, yang memiliki dua stasiun televisi. Padahal, menurut regulasi, satu badan usaha tidak boleh menguasai secara mayoritas dua lembaga penyiaran. Aturan ini juga melarang izin stasiun televisi dipindahtangankan.

Strategi diubah: merger batal tapi diganti dengan akuisisi. Pilihannya jatuh pada Elang Mahkota, yang akan mengakuisisi 27,2 persen saham Indosiar Karya milik Prima Visualindo. Saham perusahaan induk Indosiar itu dibeli Rp 496,5 miliar. "Akuisisi itu dinilai bisa menghindari aturan Undang-Undang Penyiaran," ujarnya. "Hanya berlaku Undang-Undang Perseroan Terbatas."

Sumber Tempo lain punya cerita berbeda. Transaksi bisa terjadi karena keluarga Sariaatmadja memegang convertible bond (utang yang bisa dikonversi menjadi saham) yang dikeluarkan Salim. "Sariaatmadja mengkonversi piutangnya menjadi saham di Indosiar," katanya.
l l l

KINI bola ada di Komisi Penyiaran Indonesia, Bapepam, dan Kementerian Komunikasi. Namun KPI memilih berhati-hati. Komisioner KPI, Mochamad Riyanto, menjelaskan Undang-Undang Penyiaran tak mengenal merger atau akuisisi lembaga penyiaran. Regulasi dan Peraturan Pemerintah 50/2005 juga membatasi pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum.

Masalahnya, ujar Riyanto, saham yang akan diakuisisi milik perusahaan induk Indosiar yang tercatat di bursa efek. Walhasil, Komisi harus menunggu kajian dan penilaian wasit pasar modal. "Kami menunggu fakta hukum dari Bapepam," kata Riyanto.

Kepala Biro Penilaian Sektor Jasa Bapepam, Gonthor R. Aziz, mengatakan Elang Teknologi harus melakukan uji tuntas mendalam kajian hukum atas rencana akuisisi saham Indosiar itu. Dengan begitu, pemegang saham Elang Mahkota bisa memutuskan setuju atau tidak aksi korporasi itu dalam rapat umum pemegang saham.

Meski syarat ketat konsolidasi Indosiar-SCTV rasanya tak akan terbendung, nantinya Elang Mahkota punya tiga lembaga penyiaran: SCTV, O-Channel, dan Indosiar. Indikasinya, kata sumber Tempo, sudah terlihat dua tahun lalu. Pada 28 April 2009, Menteri Komunikasi Muhammad Nuh mengirim surat ke manajemen Indosiar dan Surya Citra. Nuh tak keberatan rencana merger asalkan tak melanggar ketentuan. Sayang, Nuh�sekarang Menteri Pendidikan Nasional�mengaku lupa. "Saya tak ingat," katanya. "Maklum, sudah lama."

Bukan mustahil, sekarang Kementerian Komunikasi juga akan memberi lampu hijau. Apalagi kementerian ini-juga KPI-sudah meloloskan Grup Media Nusantara Citra memiliki Global TV, RCTI, dan MNC-TV-(dulu TPI). Simak saja pernyataan Syukri, "Akuisisi saham holding (perusahaan induk) Indosiar tak terjangkau Undang-Undang Penyiaran."

Padjar Iswara, Fery Firmansyah, Nieke Indrietta

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/03/21/EB/mbm.20110321.EB136238.id.html
Share this article :

0 komentar: