BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Jendela Pecah

Jendela Pecah

Written By gusdurian on Minggu, 13 Maret 2011 | 03.20

Oleh Fathurrofiq

Dalam dunia filologi, tulisan yang rusak tak terbaca lazim diistilahkan ”naskah yang korup”. Menangkap makna dari naskah yang korup sungguh sulit.

Pesan dan isinya jadi kabur. Makna keseluruhan teks pun jadi kacau. Pembaca akhirnya hanya meraba-raba pengertian yang tersimpan. Sama halnya dengan naskah korup, perilaku korup adalah perilaku rusak yang dilakukan para pemangku jabatan. Bangsa dan negara masih saja kalah dan dikalahkan perilaku korup. Drama korupsi di negeri ini begitu kolosal dengan skenario rapi pula. Praktis, segala upaya pemberantasan kandas.

Pada tahap awal penyidikan saja berbagai kasus korupsi memunculkan efek dramatis. Begitu dramatisnya kasus Gayus, kasus Century, dan kasus rekening gendut. Namun, babak-babak dramatis yang ditunggu dengan penuh debar dan tegang oleh publik berakhir antiklimaks dan loyo.

Lemah pada korupsi

Apakah benar pernyataan Gunnar Myrdal dalam Asian Drama, bangsa ini bangsa yang lembek? Elite penguasa pemegang amanah tak bisa tegas kepada koruptor dan sebagian justru jadi pelaku aktif korupsi. Sebagian besar warga mendiamkan atau sebenarnya tunggu kesempatan korup? Dari 230 juta penduduk, tak adakah anak negeri yang bersih dan tangguh membangun pemerintahan yang tak korup?

Perilaku korup telah membudaya. Jadilah kita hidup dalam habitus korupsi. Akar korupsi jalin-menjalin menggurita dalam tubuh bangsa ini. Pemujaan berlebihan pada kekayaan, ambruknya rasa malu, lemahnya penegakan hukum, jadi tanah subur bagi meluasnya habitus korupsi. Sejak di lingkungan sekolah, gejala perilaku korup mengemuka. Mencontek, curang dalam ujian nasional, perjokian, dan pemberian nilai asal-asalan kepada anak didik adalah bibit-bibit korupsi.

Ada memang di dunia sekolah visi misi yang berikrar: pendidikan yang mencerdaskan, pendidikan yang memanusiakan manusia, pendidikan yang mengantarkan anak didik berbudi dan berakhlak mulia. Namun, di tengah lemahnya disiplin sekolah dalam membiasakan anak didik jujur, visi misi itu jadi untaian kata mutiara yang tak banyak membekas dalam kehidupan anak didik sehari-hari. Di bangku sekolah memang ada standar moral yang tegas dipahami bahwa mencontek dan berbohong adalah tercela. Namun, jika kekhawatiran tak lulus menggema atau keinginan menunjukkan prestasi membanggakan menggoda, siswa, guru, sekolah, bahkan pejabat pendidikan, bahu- membahu tanpa ingat standar moral yang dipelajari di sekolah berlaku curang dalam ujian.

Jangan biarkan

Praktik curang dalam dunia pendidikan tak ubahnya teori jendela pecah ala James Wilson dan George Kelling. Dengan teori jendela pecah, keduanya mengilustrasikan, jika di sebuah lingkungan pemecahan jendela dibiarkan berlarut-larut dan tak ada upaya perbaikan, warga yang melihatnya akan mengira tak ada masalah dengan rusaknya jendela itu. Sikap warga membiarkan jendela pecah karena merasa itu bukan masalah atau bukan urusan mereka pun segera menyebar ke semua warga. Jika ada lagi jendela yang dipecahkan, warga semakin tak acuh. Mereka merasa benar jika memecah jendela yang lain. Tak ada sanksi.

Gejala jendela pecah juga merambah dunia kerja. Sistem, institusi, dan organisasi yang lemah mengendalikan staf, pekerja, dan pejabat yang tergoda kekayaan justru menyuburkan peredaran virus jendela pecah. Koruptor tahu perilaku korup itu jahat, tetapi tetap melakukannya. Sekolah atau orangtua pasti tak pernah mengajari anak korupsi. Namun, terlalu banyak orang semacam Gayus di lingkungannya yang bersikap sama seperti dirinya. Mereka membiarkan dan tak menganggap masalah. Jadilah korupsi menjalar di mana-mana.

Kiranya sekolah sebagai lembaga pengantar anak didik dari keluarga ke kehidupan sosial masyarakat bisa mulai mencegah meluasnya habitus korupsi. Sekolah bisa memulai sikap tegas tak membiarkan anak didiknya tak acuh melihat jendela pecah. Sekolah bisa mengembangkan budaya malu kepada anak didiknya jika ada di antara mereka yang diam melihat jendela pecah. Mulailah sekolah mengajarkan bahwa jendela pecah merupakan urusan dan tanggung jawab bersama untuk memperbaikinya.

FATHURROFIQ Pendidik, Tinggal di Sidoarjo

http://cetak.kompas.com/read/2011/03/10/0417442/jendela.pecah
Share this article :

0 komentar: