BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Latest Post

Batuan dari Langit

Written By gusdurian on Sabtu, 08 Mei 2010 | 10.03

PADA suatu ketika di 1953 warga Pendrikan, Semarang, Jawa Tengah, dikejutkan keberadaan ‘sumur tiban’, yakni sumur yang tiba-tiba saja muncul setelah malam sebelumnya terjadi kilasan cahaya bersuara di langit Semarang. Pada waktu itu penulis hanya tertarik akan keberadaan batuan kecil, seperti kaca berkilat, yang ditemukan penduduk setempat.

Beberapa tahun kemudian, dengan bingkai pengetahuan baru, kejadian 1953 itu rupanya dapat didudukkan dalam bingkai pengejawantahan yang lebih sempit, yakni adanya meteor jatuh dan kebetulan mengenai akuifer dangkal sehingga menimbulkan pancaran air.

Beberapa hari yang lalu kejadian serupa berlangsung di Jakarta dan baik pihak Lapan maupun kepolisian telah menerangkan sumber batuan yang menimpa rumah penduduk. Kita masih menunggu hasil analisis komposisi kimiawi jenis meteor apa yang menimpa wilayah tersebut. Dari bentuk luarnya, hitam berkilat hasil sentuhan efek aerodinamik memperlihatkan batuan tersebut adalah meteorit--yakni sisa meteor--pengembara dalam tata surya kita, yang kebetulan menyilang perjalanan Bumi, menyentuhnya dan, karena gaya tarik Bumi, memasuki angkasa Bumi. Kecepatan 25 kilometer tiap detiknya membuat badan meteor itu panas dan gas yang terkungkung pada kulit meteor tereksitasi me nimbulkan cahaya.

Sebelum lanjut ada baiknya untuk meluruskan terminologi baku mengenai batuan yang jatuh dari langit itu. Meteoroid adalah objek pengembara yang beredar mengedar mengelilingi Matahari, baik yang berujud batuan, debu berbalut es, ataupun segumpal es, dalam lintasannya yang oblong (berbentuk elips lonjong). Objek tersebut dalam perjalanannya kadang kala berdekatan atau menyilang perjalanan Bumi. Dalam keadaan kritis seperti ini objek tersebut tidak bisa lain kecuali menuruti kehendak gaya tarik Bumi, memasuki angkasanya, dan menjadi panas. Itu bisa dimengerti karena kecepatan dalam luar hampa di luar Bumi bisa mencapai 15-50 kilometer tiap sekon. Dengan tiba-tiba dia harus tergosok oleh lapisan angkasa Bumi pada ketinggian 100-200 kilometer di atas sana. Kerapatan angkasa Bumi, beberapa ribu kali lebih mampat daripada ruang hampa di sekitarnya, bertindak sebagai pengerem dan mengubah energi kinetik pendatang menjadi panas. Panas yang belum seberapa itu cukup untuk membuat segumpal gas (bagaimanapun kecilnya), selongsong es, dan materi yang peka pemanasan menyemburkan energi dalam bentuk cahaya. Keadaan seperti itulah yang kita sebut meteor dengan kilasan cahayanya.

Dalam literatur Jawa (dan Nusantara) meteor memperoleh julukan kolektif bintang alihan (bintang berpindah atau bintang jatuh). Kilatan meteor hanya berlangsung beberapa detik saja-karena debu dan batuan kecil, beberapa miligram, musnah teruapkan atau terbakar pada langit tinggi sebelum sempat mencapai permukaan Bumi. Hanya sebagian batuan, kerikil, atau debu berdimensi agak besar dan berbobot mencapai ordo berat beberapa gram atau lebih, dan berdimensi beberapa sentimeter sampai ukuran meter, mampu mencapai permukaan Bumi--itulah yang secara teknis diberi nama meteorit. Ada tiga golongan besar meteorit. Meteorit jenis aerolit-silikat (tak ubahnya seperti karang yang ditemui di Bumi), meteorit jenis siderit, metalik, dan jenis tektit, terutama mengandung nikel dan besi. Ketiganya mempunyai dimensi yang terentang dari ordo kerikil kecil sampai ukuran gajah bengkak, bahkan beberapa bisa lebih besar. Karak ter umumnya adalah permukaan mengilat akibat gosokan aerodinamik, tetapi asal usul dari tempat yang bersuhu tinggi dan bertekanan besar.

Itu menunjuk kepada muasal mereka materi adi, jladren (Jawa) tata surya, yang karena suatu sebab tidak dapat menyatu dengan anggota tata surya yang mapan (yakni planet dan satelit) atau menjadikan diri kompak, luruh akibat pemanasan semburan radiasi ultraviolet Matahari yang ganas dan kemudian karena proses pendinginan. Keberadaan unsur silikon, besi, nikel, dan sulfur dalam meteorit menunjuk kepada sentuhan masa lampau jladren tata surya yang diperkaya hasil ledakan bintang panas para generasi Matahari.
Evolusi bintang besar dan panas mampu menghasilkan elemen lebih berat dari helium dan pada masa ketidakseimbangan dinamik bintang itu elemen hasil reaksi nuklir terlempar keluar memperkaya materi antarbintang (termasuk materi asal, jladren, tata surya kita). Meteorit metalik yang jatuh dapat memberi hikmat tidak hanya dia memberi tahu sejarah tata surya di masa lalu, tetapi juga pada seni dan budaya. Berbeda dengan kedua macam meteorit lainnya, tektit tidak banyak ditemui di permukaan Bumi—-bahkan dapat dikatakan terkandung ke dalam wilayah yang tidak luas. Tektit diduga berasal semburan Gunung Tycho di permukaan bulan 4-5 miliar tahun yang lalu ketika ada meteorit raksasa menimpa bulan. Semburan itu menghasilkan aliran debu (tektit) yang terlempar menuruti lintasan tertentu dan yang kebetulan mengarah ke Bumi.

Adakah kaitan antara asteroid, komet, dan meteoroid? Ketiga anggota tata surya ini merupakan kawanan yang dapat dikatakan terbuang dari ‘kumpulannya’-—dalam arti garis edarnya tidak sepola, sestabil, dengan garis edar planet dan satelit yang kukuh dan mapan. Dari lintasan meteoroid dapat diindra bahwa sebagian bertautan dengan lintasan menyimpang kelompok asteroid. Asteroid adalah batuan kecil atau kerikil

besar—diduga berjumlah 100.000 buah, tetapi yang terdaftar lintasannya dengan kecermatan tinggi baru 8.000—menghuni wilayah luas di antara lintasan Planet Mars dan Planet Jupiter.

Anggota asteroid yang terbesar diberi nama Ceres, ditemui secara kebetulan oleh astronom Piazi (1801) ketika mempelajari bintang lemah cahaya. Dia melihat ada objek berpindah cepat di antara bintang—dan dengan itu dapat diketahui bahwa Ceres terletak hanya 2,8 kali lebih jauh daripada jarak Matahari-Bumi. Garis tengah Ceres kurang dari 20 kilometer. Asteroid menggerombol, berduyun bagai kawanan lebah mengitari matahari dan sesekali menyenggol kawanannya untuk keluar dari lingkungannya. Sekumpulan yang tersenggol (oleh gaya gravitasi) lalu me nempuh hidup barunya mengikuti lintasan baru yang mengarah ke Matahari. Dalam perjalanannya seperti itulah ada yang menyilang lintasan Bumi. Sebelum masuk ke pengaruh gravitasi Bumi mereka memperoleh julukan meteoroid (seperti sudah diterangkan).

Kadang kala Bumi harus menerima mereka yang perjalanannya tersesat ke arah Bumi. Pada 6 Oktober 2008 buat pertama kali perjalanan asteroid yang tersasar dapat diikuti dengan teleskop dan lintasannya (ditentukan dengan bantuan komputer cepat) dapat dicermati sebelum asteroid itu menyentuh tanah. Setidaknya 26 observatorium di Amerika, Eropa, dan Afrika serta lembaga yang bertautan padu mengikuti dan memperbaiki elemen lintasan. Pada mulanya asteroid itu (nomor klasifikasi 2008 TC3) diamati Kowalski, seorang astronom di Bukit Lemont, Arizona, AS, menjelang fajar ketika dia akan pulang dari pengamatan.

Tampak oleh sebuah titik menyala pada layar komputernya. Segera dia tahu bahwa ada benda aneh dan dengan cepat (beberapa menit kemudian) dia dapat memastikan lintasan benda aneh tersebut. Tidak kalah pentingnya ialah sarana komunikasi yang dalam beberapa saat saja dia berhasil membangunkan minat banyak pengamat dan memberitahunya bahwa benda aneh itu pasti dalam perjalanannya menuju Bumi. Lembaga yang bersangkutan di seantero Amerika dan Eropa (yang sudah siang) segera diberi tahu. Dengan kecepatan tinggi dapat segera diketahui bahwa dalam 13 jam mendatang Bumi akan kedatangan sebuah asteroid (dengan identitas 2008TC3). Jadi, 13 jam sebelum asteroid menyentuh permukaan Bumi secara dramatik puluhan pengamat, buat pertama kali, mempersiapkan diri menanti kedatangan asteroid.
Iterasi dan umpan balik pada akhirnya, 10 jam sebelum count down dapat dipastikan bahwa pendaratan asteroid akan terjadi di wilayah pasir tak bertuan (dekat perbatasan Sudan Mesir), jauh dari apa pun juga, pada pukul 02.45.28 dengan kecermatan 15 sekon. NASA mengumumkan sebelum mendarat akan diperoleh pertunjukan cahaya saat terakhir asteroid menggesek angakasa Bumi. Karena ekspedisi ke tempat terpencil itu tak mungkin dilakukan dalam tempo 10 jam, pihak Jet Propulsion Laboratory minta bantuan semua pesawat terbang yang akan melintasinya tidak hanya hati=hati, tetapi juga melihat gejala warna-warni akhir kehidupan asteroid. Dari kokpit pesawat KLM, pilot de Poorte yang menerbangi trayek Johanesburg ke Amsterdam mengamati peristiwa tersebut 45 menit sebelum kejadian pada jarak 1.400 kilometer. Semua lampu dia perintahkan untuk diredupkan. Dari pesawat itu dilaporkan 2008TC3 menyentuh angkasa Bumi dengan kecepatan 124.000 kilometer tiap sekon (yang ternyata merupakan rerata dari banyak kejadian meteoroid). Tumbukan dengan angkasa memanaskan dan menguapkan selubung batuan, menceraikan material permukaan dari badan asteroid. Tumbukan dengan Bumi berlangsung. Lebih dramatik lagi adalah hasil pengamatan mata elektronik satelit pengindra milik AS yang mencatat lemparan ledakan sebesar 2 kiloton TNT (kira-kira sepersepuluh pancaran energi bom atom di Hiroshima). Baru pertama kali itulah kedatangan asteroid diikuti dengan saksama melalui kerja sama antarnegara. Ledakan yang timbul memang besar, tetapi tidak ada korban manusia karena jatuh di wilayah antah berantah. Penulis tidak dapat membayangkan jika asteroid dengan daya ledak 1/10 daya letak bom atom Hiroshima jatuh di Jakarta.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/05/06/ArticleHtmls/06_05_2010_017_001.shtml?Mode=0