Kekerasan atas nama agama dan etnik dapat mengancam Indonesia menjadi negara gagal.
HARI-HARI men jelang ulang tahun ke-65 RI diwarnai kian mengerasnya ancaman terhadap pluralisme.
Tragisnya lagi, negara seperti tidak berdaya menghadapi ancaman itu.
Peristiwa kekerasan terhadap pengikut Ahmadiyah di Manislor, Kuningan, Jawa Barat (Jumat, 30/7), bentrok antara pengikut ormas Forum Betawi Rempug dan warga di Rempoa, Banten (31/7), serta pemukulan terhadap jemaat Huria Kristen Batak Protestan yang hendak beribadah di Ciketing, Bekasi (Minggu, 8/8), terjadi secara leluasa tanpa bisa dicegah secara cepat.
"Pascareformasi, kemampuan pemerintah untuk merawat pluralisme justru semakin dipertanyakan. Prinsip NKRI di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno menyebutkan bahwa kelompok kecil tidak perlu merasa kurang nyaman.
Kelompok mayoritas punya kewajiban untuk melindungi kelompok yang lebih kecil. Itu adalah impian ketika bangsa Indonesia merdeka dulu," papar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Bali, I Wayan Sudirta, kemarin.
Kekerasan yang belakangan terjadi, imbuhnya, mengancam Indonesia sebagai negara gagal.
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra mengemukakan kekerasan yang dilakukan atas nama agama telah mengancam keanekaragaman NKRI.
"Tendensi kelompok anarkistis akan selalu ada. Untuk itu, aparat harus bersikap tegas apabila kelompok-kelompok itu melakukan tindak kekerasan. Saya kira kuncinya ada di aparat," kata mantan Rektor IAIN Syarif Hi dayatullah itu.
Ia mengingatkan jangan sampai aparat cuek dan justru menjadikan kelompok-kelompok itu sebagai teman kerja sama.
"Pemerintah merupakan pihak yang bertanggung jawab. Jangan diam. Sepatutnya pemerintah memanggil seluruh kelompok untuk memastikan tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama tidak terjadi lagi di masa depan," kata pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid.
Keprihatinan terhadap munculnya kekerasan, khususnya yang mengatasnamakan agama, juga disuarakan sekitar seribu orang yang tergabung dalam Forum Solidaritas Kebebasan Beragama (FSKB). Kemarin, mereka menggelar ibadah bersama di depan Monas, Jakarta.
"Kami hanya ingin beribadah dengan tenang, tanpa adanya tindak kekerasan dan gangguan yang sering datang kepada kami," ujar Saor Siagian, Humas FSKB.
Sementara itu, ratusan jemaat HKBP bisa menjalankan ibadah dengan tenang dan lancar di lahan kosong di Jl Ciketing, Bekasi. Itu terjadi setelah sedikitnya 600 personel gabungan polisi dan Satpol PP Kota Bekasi mengamankan pelaksanaan ibadah tersebut.
(*/KG/GG/LI/X-7)
http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/08/16/ArticleHtmls/16_08_2010_001_004.shtml?Mode=0
Pluralisme Terancam
Written By gusdurian on Senin, 16 Agustus 2010 | 11.13
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar