Paling ironis dalam suasana kemerdekaan berbangsa dan bernegara di tengah kemajuan teknologi komunikasi informasi adalah dijajah oleh orang-orang dan bangsa sendiri ketimbang diserbu dan didominasi oleh para prinsipal asing yang menikmati sebebas-bebasnya akses ke pasaran Indonesia.
Ini adalah kondisi nyata dan realitas ironisnya kita berbangsa dan bernegara. Kebebasan kita berbangsa dan bernegara selalu saja ditindas atas nama moralitas dan berlindung di balik undang-undang dan hukum yang berlaku, tanpa melihat persoalan kemajuan teknologi komunikasi informasi sebagai sentra untuk menjadikan bangsa dan negara ini berbasis informasi.
Intersepsi informasi digital atas nama moralitas diutamakan ketimbang memperjuangkan hak konsumen dan warga negara mengakses jejaring internet secara cepat, terjangkau, dan efisien mengikuti asas lisensi modern menghargai service level agreement sebagai jaminan hak dasar memperoleh informasi yang dijamin konstitusi.
Para birokrat kita tidak mengerti dan memahami, informasi itu ada setelah teknologi komunikasi berkembang dan tergelar secara luas sehingga terminologinya pun mengikuti asas ini dengan menyediakan teknologi komunikasi memadai.
Birokrat kita pun kebingungan dan takut dibilang latah mengikuti negara-negara lain untuk membatasi akses jasa layanan Blackberry yang dianggap sebagai melanggar wilayah kedaulatan bangsa dan negara seperti yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah dan India.
Tragedi Mumbai, India, akhir 2008 menunjukkan aktivitas terorisme menguasai kota dan serangan frontal ke penduduk sipil menggunakan perangkat Blackberry sebagai cara melakukan komunikasi aman.
Para teroris mengerti dan memahami, Blackberry adalah produk komunikasi informasi paling aman di dunia karena teknologi enkripsi dan kecepatan untuk mengirim dan menerima informasi tidak akan mampu disadap dan diintersepsi oleh pihak keamanan dan kepolisian.
Birokrat kita tidak mengerti, layanan Blackberry menempatkan Research In Motion (RIM) asal Kanada juga berfungsi sebagai perusahaan penyedia akses internet (ISP) yang tidak perlu membayar pajak atau biaya hak penggunaan (BHP) seperti dilakukan perusahaan-perusahaan ISP dalam negeri.
Sedihnya kondisi kita seperti prakemerdekaan. Bedanya, penjajahnya bangsa sendiri yang melakukan intersepsi atas bangsa dan rakyatnya tanpa mempersoalkan masalah keamanan dan kedaulatan negara, dan berkolaborasi dengan orang asing yang menikmati pasar dalam negeri yang menggiurkan. Sedih!
http://cetak.kompas.com/read/2010/08/16/04355379/dijajah.sendiri
Dijajah Sendiri
Written By gusdurian on Senin, 16 Agustus 2010 | 12.05
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar