BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Manuver yang Sarat Apriori

Manuver yang Sarat Apriori

Written By gusdurian on Rabu, 15 April 2009 | 12.51

Manuver yang Sarat Apriori
PEMILU 2009 memang tidak sempurna. Sangat banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyelenggaraannya. Namun, bukan pada tempatnya jika kelemahan dan kekurangan itu harus dilihat dengan sikap apriori.

Celakanya, yang kini terjadi justru sikap apriori tersebut. Setidaknya, itulah yang diperlihatkan sejumlah tokoh politik dan pimpinan parpol yang kemarin bertemu di rumah Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Intinya, mereka menuding pemerintah dan KPU gagal. Tidak becus menjadi penyelenggara pemilu. Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto, misalnya, minta pemerintah bertanggung jawab. Sedangkan Rizal Ramli minta pemerintah mengganti anggota KPU karena dianggap tidak independen.

Para tokoh yang bertemu di rumah Megawati itu bukan hanya elite pimpinan parpol. Mereka -seharusnya- adalah negarawan. Oleh sebab itu, seharusnya pula mereka memberikan teladan kepada masyarakat mengenai berpolitik yang santun. Memberikan contoh mengenai sportivitas dan fairness dalam berkompetisi politik.

Bahwa Pemilu 2009 belum sempurna, itu memang ya. Bahwa masih ada sogok- menyogok untuk membeli suara, itu pun tidak bisa dibantah. Bahwa banyak warga negara yang tidak bisa memilih karena namanya ''hilang" atau dihilangkan dalam daftar pemilih tetap (DPT), itu juga betul.

Hanya, cara pimpinan parpol memperlihatkan sikap tidak terpuji dalam menilai penyelenggaraan pemilu tersebut akan menanamkan pandangan dalam masyarakat bahwa mereka -para pimpinan parpol- hanya mau menang, tetapi tidak mau kalah.

Bukankah soal sogok-menyogok untuk memperoleh dukungan pemilih, misalnya, hampir merata diperbuat oleh hampir semua parpol. Tidak ada parpol yang benar-benar ''cring" bersih. Tidak terkecuali parpol yang selama ini mengaku bersih dan bebas korupsi.

Pimpinan parpol itu terkesan tidak mau tahu bahwa besarnya angka warga negara yang enggan menggunakan hak pilih bukan hanya disebabkan kekecewaan kepada anggota dewan yang korup atau menyalahgunakan kekuasaannya.

Rakyat enggan memilih karena banyak yang frustrasi melihat tokoh politik yang terlalu banyak bicara. Sering nggedabrus -banyak omong yang hanya membual-dengan perilaku yang tidak sportif.

Pemilu yang menurut para tokoh itu banyak kecurangannya, sebagian adalah kontribusi mereka sendiri. Buktinya? Soal DPT yang diributkan itu. Semua orang tahu, sebelum para pemilih terdaftar menjadi pemilih tetap, mereka didaftar dalam daftar pemilih sementara (DPS).

Lantas, DPS itu dibeber terbuka di kantor kelurahan, kecamatan, dan KPU. Tujuannya, agar ada masukan atau bahkan kalau perlu diprotes jika ada kekeliruan, misalnya, ada yang tidak terdaftar atau belum didaftar.

Jadi aneh bin naif kalau saat DPS dibeber, mereka tidak mengontrol. Kemudian, setelah di-DPT-kan dan ditemukan adanya kekurangan, mereka lantas protes ramai-ramai dengan menuding semua itu sebagai buah kecurangan sistematis yang disengaja.

Karena itu, jika para tokoh yang kemarin ramai-ramai bertemu di rumah Megawati tersebut tak segera menghentikan manuver negatifnya, jangan salahkan jika masyarakat makin apriori kepada parpol. Sebab, pimpinan parpol memang belum menjadi pemimpin bangsa yang patut jadi teladan. Sungguh apes nasib bangsa ini.

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=63553
Share this article :

0 komentar: