BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » SBY dan Megawati Masih Terancam

SBY dan Megawati Masih Terancam

Written By gusdurian on Jumat, 27 Februari 2009 | 13.35

SBY dan Megawati Masih Terancam


Setelah sekian lama lembagalembaga survei tidak memublikasikan survei independen mereka kepada publik, Selasa (23/2) Lembaga Riset Informasi (LRI) merilis sebuah survei yang dilaksanakan pada 8–16 Februari 2009.


Survei tersebut dilakukan di 33 provinsi (99 kota/kabupaten atau 3 kabupaten di 33 provinsi) pada 8–16 Februari 2009.Pada survei LRI tersebut, Partai Golkar menempati urutan pertama dengan 20,1%.Posisi kedua ditempati Demokrat 15,5%, posisi ketiga diraih PDIP 15,3%, diikuti PKS 11,6%, Partai Gerindra 5,29%, PAN 5,13%,PPP 2,86%,PKB 2,33%,Hanura 1,96%,dan PBB 0,9%.

Hasil survei ini angkanya tidak jauh dengan hasil survei internal Partai Golkar yang dilakukan pada akhir bulan Januari 2009 di sejumlah daerah pemilihan. Disebutkan oleh Agung Laksono, Partai Golkar mendapat 19,3% suara,Partai Demokrat 16,22%, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 14,28%.

Survei tersebut dilakukan di 77 daerah pemilihan dengan total sampel sebanyak 30.800 responden serta dilaksanakan oleh Lembaga Survei Indonesia, Indo Barometer,dan Polling Center. Hasil dari kedua lembaga survei tersebut agak berbeda apabila dibandingkan dengan hasil survei rata-rata dari tiga lembaga survei yang melakukan survei pada bulan Desember 2008.

Ketiga lembaga tersebut adalah Lembaga Survei Nasional (LSN) pimpinan Umar Bakri, Lembaga Survei Indonesia (LSI) pimpinan Saiful Mujani, dan Lembaga Survei LP3ES. Hasil rata-ratanya, Partai Demokrat menjadi partai teratas dengan dukungan 22,2%, PDIP kedua dengan 21,8%, Partai Golkar ketiga dengan 14,2%,Partai Gerindra dengan 5,5%, PKS kelima dengan 4,7%, PKB keenam dengan 4,3%, PAN ketujuh dengan 3,7%, PPP kedelapan dengan 2,9%, serta Partai Hanura 2,6%.

Dengan menggunakan perbandingan survei bulan Desember dari tiga lembaga survei yang melakukan survei pada Februari dengan satu lembaga survei, terlihat pergeseran popularitas partai-partai politik yang jelas akan menimbulkan rasa senang ataupun tidak senang.

Perubahan sebuah persepsi masyarakat sangat dimungkinkan terjadi di mana terbentuknya persepsi banyak dipengaruhi oleh rangsangan parpol dan para patron masingmasing. Yang menarik adalah lonjakan Partai Golkar dari posisi ketiga dengan perolehan suara 14,2% mendapat kenaikan sekitar 5% dan kini berada di posisi utamamenjadi20,1%.

PartaiDemokrat mengalami penurunan sebesar 6,5% (dari 22,2% pada Desember menjadi 15,5% pada Januari),PDIP turun 6,5% (dari 21,8% menjadi 15,3%).Yang menarik, PKS naik 6,9% (dari 4,7% pada Desember 08 menjadi 11,6% pada Februari 09).Gerindra stagnan di kisaran 5% lebih, PAN mengalami kenaikan 1,4%, PPP menurun 0,1%, PKB melorot 2%, dan Hanura menurun 0,7% menjadi 1,96%.

*** Melihat posisi partai-partai politik tersebut dan melirik pelaksanaan pemilu pada 9 April nanti,sementara ini justru Partai Golkar menjadi partai yang dikatakan teraman untuk mengusung capres sesuai persyaratan UU Pilpres yang mensyaratkan angka 25% suara sah nasional.

Apalagi sekarang, Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla menunjukkan sinyal positif untuk maju menjadi capres walaupun keputusan finalnya nanti keluar setelah pemilu legislatif. Kalau berkaca pada hasil pemilu 2004, Partai Golkar dengan perolehan 20,1% hanya membutuhkan 5% tambahan,peluang koalisi yang akan diperebutkan adalah dari PKS,Gerindra,PAN,PPP, PKB dan Hanura.

Koalisi Partai Golkar akan lebih ringan dibandingkan pesaing utamanya, PDIP dan Partai Demorat (PD). Dari perkembangan situasi, dengan menggandeng PKS yang kini sudah mengantongi 11,6%, capres Partai Golkar akan melenggang dengan aman. Kalaupun lepas dari PKS,Partai Golkar masih berpeluang berkoalisi dengan Partai Gerindra atau PAN, maka persyaratan 25% akan sudah terpenuhi.

PD dan PDIP apabila salah dalam melakukan pendekatan akan rawan bahaya. PD dan PDIP masih membutuhkan dukungan sekitar 9–10%.Apabila kedua partai tersebut salah dengan strategi koalisi,mungkin akan terjadi salah satu capresnya tidak dapat maju dalam persaingan pilpres Juli nanti.

Kini, kelihatannya koalisi menjadi sebuah pertarungan terpenting bagi parpol-parpol besar untuk mengalahkan sebuah elektabilitas calon presiden itu sendiri. Tidak akan ada gunanya sebuah elektabilitas capres,kalau pada saatnya nanti parpol pendukung tidak mampu memenuhi syarat yang ditetapkan.

Melihat dari manuver PD dan PDIP, maka kelihatannya PDIP dinilai selangkah lebih maju, terus aktif melakukan pendekatan dan pembicaraan dengan parpol-parpol lain. Sementara PD masih terkunci dengan keyakinan koalisi akan dilakukan setelah didapatnya hasil pemilu legislatif.

Kelambatan gerak dan pengambilan keputusan parpol dalam menyikapi pilpres dibandingkan dengan cepatnya dinamika situasi politik akan dapat merugikan capresnya sendiri. Walaupun demikian waktu yang tersisa masih dapat dimanfaatkan oleh ketiga parpol utama tersebut, baik dalam upaya meningkatkan perolehan suara maupun upaya membangun koalisi.

Inilah kegunaan hasil sebuah survei yang memang khusus diperuntukkan bagi penyusunan sebuah strategi. Dengan mengabaikan survei, parpol hanya terbuai dengan sebuah perkiraan dan keyakinan semu, yang jelas akan sangat merugikan diri sendiri.

Para perancang strategi dan analis baik Partai Golkar, PD ataupun PDIP kini dituntut untuk berpikir lebih taktis dan realistis dalam pengambilan keputusan agar mampu merebut kekuasaan yang memang merupakan sasaran akhir mereka.(*)

Prayitno Ramelan
Analis Indset


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/216992/
Share this article :

0 komentar: