BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Anggota Dewan yang Betah Jadi Langganan Kursi Senayan

Anggota Dewan yang Betah Jadi Langganan Kursi Senayan

Written By gusdurian on Senin, 16 Februari 2009 | 11.39

Anggota Dewan yang Betah Jadi Langganan Kursi Senayan

Di antara 550 anggota DPR/MPR, beberapa orang merupakan langganan kursi Senayan. Belasan atau bahkan puluhan tahun mereka duduk di sana. Kehidupan mereka pun kini bak bumi dan langit dibandingkan saat pertama menjadi anggota perlemen. Berawal dari kos hingga tinggal di rumah beratap seng, mereka kini mengoleksi beberapa rumah dan mobil mewah. Siapa saja mereka?

Waktu 32 tahun telah mengubah banyak hal. Pada 1977, ketika pertama masuk gedung parlemen sebagai anggota DPRD Jawa Barat, Chozin Chumaidy masih tinggal di rumah kos. Dia menempati salah satu kamar di antara total lima kamar berdinding gedek di Jalan Pangarang, Bandung.

''Karena letaknya persis di tepi Sungai Cikapundung, kalau hujan, air sering masuk kamar kos saya,'' cerita Chozin kepada Jawa Pos di gedung DPR. Jadi, setiap kali turun hujan, politikus PPP kelahiran Pekalongan, 8 Oktober 1948, itu selalu berjibaku menyumpal celah-celah bawah pintu dengan kain.

Ada peristiwa yang tak bisa dilupakan Chozin saat mulai menjadi wakil rakyat. Karena menjadi anggota DPRD Jawa Barat termuda pada periode itu, Chozin pernah memegang tampuk pimpinan DPRD sementara sebelum terpilih ketua definitif.

Meski sifatnya sementara, tak urung, sejumlah fasilitas pimpinan dewan diterimanya. Salah satunya adalah mobil dinas. Padahal, ketika itu, satu-satunya kendaraan yang dimilikinya adalah motor vespa.

''Jadi, kaget juga pas pagi-pagi di depan kos sudah ada Toyota Hartop warna hijau plus sopirnya. Sempat saya tolak karena di rumah kos kebetulan tidak ada garasi,'' kenangnya, lantas tertawa. Tapi, karena dipaksa aturan protokoler, akhirnya Chozin berkompromi. ''Mobil dinas hanya untuk antar jemput. Tidak ngendon di kos,'' ujarnya.

Petualangannya di Jabar berawal pada 1968. Setelah lulus Madrasah Aliyah Tebuireng, Jombang, dia masuk Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung. Predikat sarjana diperolehnya pada 1975. Setelah itu, dia dipercaya menjadi staf pengajar di fakultasnya.

Sejak mahasiswa, dia memang menceburkan diri di berbagai organisasi. Jejak kepemimpinan Chozin mulai menonjol setelah dia menjadi ketua umum Senat Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung Djati (1970-1971). Dia juga menjabat ketua umum PMII Cabang Bandung (1973-1975), wakil ketua DPD KNPI Kotamadya Bandung (1974-1976), dan wakil sekretaris PW NU Jawa Barat (1975-1984).

Meski Chozin bukan orang Bandung asli, semua proses itulah yang membuat dirinya cukup membasis di sana. Buktinya, Chozin mampu bertahan dua periode di DPRD Jabar. ''Begitu menginjak kaki di Bandung pada 1968, saya memang langsung bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh NU di sana,'' katanya.

Meski menjadi anggota DPRD, Chozin tetap tidak meninggalkan status sebagai dosen IAIN. Sebab, aturan ketika itu mengizinkan PNS aktif di parpol. Baru pada 1987, setelah pemerintah membuat aturan yang melarang politikus berstatus PNS, Chozin mundur dari IAIN. Saat itu, usianya 39 tahun. ''Saya masih beruntung. Sebab, masih dapat hak pensiun setelah umur mencapai 50 tahun,'' ujarnya.

Setahun menjadi anggota DPRD, Chozin meninggalkan rumah kos dan pindah ke rumah barunya di Jalan Taurus, Bandung. Rumah tipe 55 dengan ukuran tanah 140 meter itu dibeli secara kredit. ''Kami sekeluarga masih tinggal di sana sampai sekarang. Telanjur betah,'' tuturnya.

Mobil pertama Chozin dibeli pada 1982. Mobil Suzuki Fronte lawas bermesin dua tak. ''Saya beli bekas dari seorang staf DPRD. Mobilnya berukuran kecil dan masih bagus, maka saya beli,'' kisah putra pengusaha tenun di Pekalongan itu.

Karir politik Chozin kian moncer. Pemilu 1992 mengantarkan dia ke DPR. Hingga sekarang, kursi itu dia pertahankan. Padahal, pada Pemilu 1987, langkahnya ke DPR terganjal konflik internal PPP. ''Tapi, saya tetap aktif di DPW PPP Jabar sebagai salah satu wakil ketua,'' ujarnya.

Berstatus sebagai wakil rakyat di DPR, Chozin mengganti Suzuki Fronte miliknya dengan Suzuki Carry. Memasuki 1992, Chozin kembali berganti mobil. Kali ini, pilihannya jatuh ke Suzuki Esteem. ''Sampai sekarang masih ada, dipakai anak saya sebagai kenang-kenangan,'' katanya. Selain Suzuki Esteem, Chozin memiliki dua mobil lagi, yaitu Kijang Innova dan Toyota Altis.

Selama empat periode di DPR, Chozin menempati rumah dinas di kompleks DPR, Kalibata. Baru pada 2008, dia membeli dan tinggal di rumah baru yang kebetulan juga berlokasi di Kalibata. Tapi, istri dan empat anaknya masih tinggal di Bandung.

Meski menjadi anggota DPR di Jakarta, sejak 1992, setiap Jumat Chozin selalu pulang ke Bandung. Sebab, dia harus mengisi khotbah Jumat. Sabtu dialokasikan untuk membangun komunikasi dengan para aktivis dan kader parpol. Minggu menjadi hari keluarga.

''Kalau saya di Bandung, salat subuh dan magrib harus berjamaah sekeluarga,'' tuturnya. ''Semua ini saya lakoni. Kecuali, ada agenda yang sangat penting di Jakarta,'' tambahnya.

Mengapa bertahan sampai empat periode di DPR? ''Bagi saya, ini lahan dakwah,'' jawabnya singkat. Pada Pemilu 2009, Chozin memang sudah tidak lagi maju sebagai caleg. Dia berharap ada regenerasi sehingga PPP mampu menjadi pilar demokrasi yang bisa diandalkan.

''Saya ingin sepenuhnya mencurahkan konsentrasi membesarkan partai. Saya juga tengah merenovasi rumah orang tua di Pekalongan untuk jadi majelis taklim,'' ungkap wakil ketua umum DPP PPP periode 2008-2013 itu, lantas tersenyum. (pri/nw)

http://jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=52619
Share this article :

0 komentar: