BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Investasi Tanpa Sakit Hati

Investasi Tanpa Sakit Hati

Written By gusdurian on Jumat, 23 Januari 2009 | 10.57

Industri keuangan wajib memberi rasa aman agar dapat menarik kepercayaan nasabah dalam menitipkan asetnya menjadi lebih produktif.


Jika keuntungan itu adalah hasil, maka risiko akan bergerak linier, “Semakin tinggi keuntungan, semakin tinggi risiko.” Bukan baru kali ini jika kita mendengar bahwa tiap “krisis keuangan” selalu diikuti peristiwa sakit hati karena perusahaan jasa keuangan “mencuri” aset yang dititipkan nasabahnya (kustodian).

Itulah pentingnya regulasi dalam arti luas, yaitu aturan main tersedia, berlaku,diawasi,dan ditegakkan. Terlebih, fungsi kustodian yang aman adalah hal minimal yang harus terpenuhi secara sistemik di industri keuangan. Agar pihak-pihak di lapangan pasar keuangan terhindar dari “risiko sakit hati”.

Teritorial kustodian bukanlah bergerak di risiko pasar, dalam arti turun-naiknya nilai aset (harga). Nasabah boleh menerima nilai yang turun, dengan catatan “informasi yang mendasarinya” pun rasional tersedia secara setara di seluruh pelaku pasar (sisi penawaran).

Jika nilai aset sudah turun, secara psikologis nasabah akan mengeksekusi (cut loss) asetnya.Betapa kagetnya nasabah jika yang terjadi asetnya ternyata telah hilang dari tempatnya. Itu berarti sakit hati akan muncul lantaran “sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Itulah kenapa hubungan nasabah dengan perusahaan finansial harus berjalan di rel sistem pengawasan yang juga terkelola dengan baik, yakni ditaatinya regulasi pengendalian internal oleh perusahaan jasa keuangan.

Kewajiban yang paling minimal adalah melindungi hak nasabah atas aset yang dititipkannya (menarik tumbuhnya permintaan di pasar modal). Dari sisi pandang manajemen risiko yang terstruktur,peran otoritas (negara) sebagai regulator,pengawas, dan penegak hukum (enforcement body) adalah bagian yang tak terpisahkan dari perlindungan nasabah itu sendiri. Terlebih seperti halnya pertandingan sepak bola, pemain yang amat berhasrat menciptakan gol cenderung berlaku emosional (licin) dalam bermain.

Regulasi dan Pengawasan

Kondisi saat ini harus dilandasi kejujuran semua pihak atas peran dan fungsinya masing-masing dalam mengelola risiko industri. Sakit hati nasabah atas tingginya risiko kustodian adalah masalah yang paling dasar dalam menjaga bangunan kepercayaan industri keuangan.

Padahal, regulasi pengendalian internal dan keuangan (modal) perusahaan sekuritas telah cukup jelas. Sistem pengawasan atas pemantauan hal tersebut pun ada.Pasal 12 Undang- Undang No 8/1995 menyatakan Satuan Pemeriksa Bursa melakukan pemeriksaan rutin (satu tahun satu kali) dan sewaktu-waktu atas kondisi perusahaan sekuritas dan melaporkan hasilnya ke Bapepam.

Kita patut bertanya ke otoritas pasar modal, apakah fungsi pemantauan rutin ini berjalan? Apa pun jawabannya, sampai saat ini belum pernah terdengar penegakan hukum atas tindakan tidak disiplin perusahaan jasa keuangan. Karenanya wajar bila nasabah berasumsi perusahaan sekuritas “disiplin”alias “aman”.

Lalu, kalau memang betul semua disiplin,tetap saja bisa ada yang luput di luar objek pemeriksaan (unsystemic risk).Tapi untuk menjaga unsystemic risk ini, regulasi selalu memiliki “pagar” terakhir. Itulah mengapa kustodian di perbankan memiliki Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) dan Asuransi Rekening Efek di bursa (butir 7 Peraturan Bapepam No V.E1).

Meminjam istilah bahasa gaul, rasanya “ilfeel” (ilang feeling) tatkala mendengar otoritas menyiratkan “asuransi rekening efek bagus, tapi susah diwujudkan”.Alasannya,premi asuransi tinggi dan sulit menghitung risiko di pasar modal. Logikanya memang “tingginya premi menunjukkan tingginya risiko kustodian”. Lalu,kenapa “penegakan disiplin” atasaturanpengendalianintern nyaris tak terdengar?

Bukankah,premi akan semakin rendah jika tingkat disiplin jasa kustodian meningkat? Hidup ini butuh keteladanan, tak cukup otoritas menuntut kedisiplinan kepada pelaku. Adapun peranya untuk menegakkan hukum maupun deregulasi nyaris tak terdengar. Jika otoritas meminta nasabah pandai memilih perusahaan finansial,sudahkah otoritas menyediakan informasi yang cukup tentang kondisi perusahaan sekuritas? Jika memilih derajat transparansi minimal, dengan alasan “takut panik”(rush),maka fungsi penegakan hukum yang ketat adalah bagian tak terpisahkan dari perlindungan nasabah. Aturan untuk ditegakan, bukan “macan kertas”.

Bola Salju Pasar

Dari sisi penawaran, informasi di seputar saham emiten haruslah tidak bias dan setara. Apakah pasar keuangan kita sehat jika ada emiten menghasilkan informasi berubahubah yang mendorong terjadinya manipulasi pasar dan atau insider trading (pidana pasar modal) seolah dianggap biasa saja (tidak dihukum)? Kita sering mendengar “saham digoreng”, tapi kita tak pernah tahu siapa “penggorengnya”.

Atas dasar diperlukannya likuiditas yang sehat, bursa yang telah maju mengatur regulasi dealer market (model teknikal: market maker atau fundamental: market specialist). Dealer market memberi ruang wali investasi langsung (“bandar”) di perusahaan sekuritas, yang dikenal dengan produk hedge fund.

Kalau bandar dibutuhkan, maka identitasnya harus terbuka.Itulah manajemen risiko yang mengikuti lahirnya produk hedge fund. Apakah struktur pasar modal kita mengenal hedge fund? Jawabannya tidak karena wali investasi yang sah secara hukum hanya reksa dana (pooling fund portfolio). Kalau dikatakan nasabah yang tidak hati-hati menandatangani kontrak investasi, pertanyaannya sudahkah sosialisasi dilakukan secara masif guna terciptanya investor yang cerdas?

Kalau masalah terdasar dari hati manusia adalah keserakahan, maka resiko bawaannya adalah tipsani(tipu sana-sini). Sehingga, peran sentral otoritas (negara) haruslah aksani (aksi sana-sini) bukan alsani (alasan sana-sini). Suka atau tidak, untuk mengembalikan integritas pasar modal diperlukan aksaniregulator.Beraksi dalam bentuk deregulasi maupun tegas dalam menegakkan hukum.

Agar kesehatan intermediasi di pasar keuangan berjalan disiplin dari tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) melalui perantaraan tata kelola perusahaan jasa keuangan yang terbebas dari risiko sakit hati (good market governance). Governance adalah implementasi transparansi atas peran masing-masing pihak dalam mengelola risiko industri, bukan wacana pidato seminar. Kita harus percaya,krisis adalah sarana untuk melakukan aksi koreksi.(*)

Yanuar Rizky
Analis Aspirasi Indonesia Research Institute (AIR Inti)


http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/207172/
Share this article :

0 komentar: