BERITA DARI ANDA UNTUK MEDIA KLATEN

Home » » Pascapemilu ke Rumah Sakit Jiwa?

Pascapemilu ke Rumah Sakit Jiwa?

Written By gusdurian on Senin, 06 April 2009 | 14.17

Pascapemilu ke Rumah Sakit Jiwa?

Oleh Limas Sutanto

Harian Kompas (17/3) melansir berita terkait perkiraan bakal bertambahnya pasien
rumah sakit jiwa pascapemilu.

Pasien-pasien baru itu terdiri dari para calon legislator yang kalah dalam
pemilu. Mereka frustrasi berat dan mengalami kerugian besar setelah berkorban
habis-habisan demi meraih kursi legislator.

Terasa terlalu sarkastis jika dikatakan para calon legislator yang kalah akan
menghuni rumah sakit jiwa. Meski demikian, proses pemilu yang memantik calon
legislator untuk berpacu dalam alur tunggal kompetisi berporos gaya kognitif
tidak sehat, yang diwakili panji "Aku harus menang! (Jika tidak, aku bukan
apa-apa lagi)", merupakan sumber subur frustrasi berat. Apalagi dalam kenyataan,
kemungkinan untuk menang amat kecil.

Gangguan jiwa

Frustrasi berat merupakan kondisi jiwani yang dapat memfasilitasi terjadinya
gangguan jiwa. Selain itu, proses pemilu yang menguras uang pribadi juga
menggulung calon legislator dalam kemungkinan besar untuk mengalami kehilangan
harta dan harga diri yang parah. Setiap pengalaman kehilangan parah dapat
memfasilitasi terjadinya gangguan jiwa.

Pemilu kita memang mahal bukan hanya pada perspektif keuangan, tetapi juga amat
mahal pada perspektif kesehatan jiwa. Pemilu bukan hanya menghabiskan banyak
uang, tetapi juga mengorbankan kesehatan jiwa.

Mahalnya pemilu dapat kian disadari saat kita melihat bahwa yang bakal mengalami
frustrasi berat dan kehilangan parah bukan hanya para individu calon legislator
yang kalah, tetapi juga anggota keluarga calon legislator yang kalah,
pendukungnya, dan masyarakat yang melingkupinya.

Pada titik ini dapat dikemukakan, pemilu yang kita banggakan sebagai pesta
demokrasi itu ternyata mengandung kekuatan destruktif terhadap kesehatan jiwa
warga Indonesia.

Panji "Aku harus menang! (Jika tidak, aku bukan apa-apa lagi)" adalah tidak
realistis jika diterapkan di tengah kenyataan jumlah kursi legislator yang
begitu kecil jika dibandingkan dengan jumlah calon legislator. Panji itu pun
tidak realistis jika diterapkan di tengah keberlakuan sistem suara terbanyak
yang menerpa seombyok besar calon legislator. Sifat "tidak realistis" itu
merupakan inti gangguan jiwa. Semakin manusia tidak realistis, semakin dekat
pulalah dirinya dengan gangguan jiwa.

Mengorbankan jiwa warga

Jika diteliti lebih jauh, akan didapati banyak corak kenyataan yang kian
mengukuhkan sebutan pemilu sebagai pemilu yang mengorbankan kesehatan jiwa warga
bangsa.

Sebagian dari corak kenyataan itu adalah: pertama, pemilu memberi inspirasi bagi
warga untuk mencari kekayaan dari kedudukan sebagai legislator.

Kedua, pemilu mengharuskan calon legislator mengeluarkan banyak uang pribadi.
Hal ini mengondisikan calon legislator yang memenangi kursi legislator mencari
uang pengganti sebanyak mungkin dari jabatan legislator yang diraihnya.

Ketiga, pemilu membuka kemungkinan praktik politik uang yang mewakili perbuatan
tidak dewasa dan tidak sehat secara mental.

Keempat, kampanye dalam rangka pemilu dapat menjadi ajang peluapan aneka
dorongan kekerasan primitif warga.

Kelima, kampanye menggiring warga memilih dengan pertimbangan amat dangkal,
misalnya hanya berdasarkan popularitas tanpa rasionalitas memadai.

Pemilu telanjur dibanggakan sebagai atribut bangsa dan negara Indonesia yang
demokratis. Pemilu telah menyita waktu, tenaga, perhatian, dan dana. Sungguhkah
kebanggaan yang diraih, dan pengorbanan yang telah dan sedang kita relakan,
sepadan dengan perolehan kekuatan tumbuh kembang biopsikososiospiritual bagi
setiap warga?

Memang pemilu tetap perlu, tetapi ke depan, bangsa ini perlu merancang dan
melaksanakan pemilu yang dapat mengeliminasi aneka kekuatan destruktif pada
perspektif kesehatan jiwa, yang bersarang dalam pemilu saat ini.

Seleksi calon legislator perlu dilakukan secara lebih rasional berdasarkan
kriteria yang jika diterapkan akan berdampak peminimalan kemungkinan praktik
politik uang serta berdampak lolosnya segelintir calon legislator bermutu yang
mampu bekerja menumbuhkembangkan kualitas biopsikososiospiritual bangsa.

Limas Sutanto Psikiater Konsultan Psikoterapi; Wakil Presiden Asia Pacific
Association of Psychotherapists; Tinggal di Malang
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/06/04145842/pascapemilu.ke.rumah.sakit.\
jiwa
Share this article :

0 komentar: